Sabtu, 15 Oktober 2011

Ada Cinta Diomelanmu

Ada Cinta Diomelanmu

 Hello guys, nama gue GABRIEL STEVENT DAMANIK. Gue anak pertama dari 2 bersaudara. Gue punya adik cewek, bawel banget sumpah, mana pikun pula, heuh-_- Gue biasa dipanggil Iel, kecuali adek bawel gue, tuh bocah kebiasaan banget manggil gue kak Gab. Adek gue namanya Kartika Damanik. Nggak adil banget kan bonyok gue, gue dikasih nama lengkap 3 kata, eh, adek gue cuma 2 kata. Oke ini nggak penting banget. Sorry random, hehe. Oh ya, gue itu kelas 11 SMA. Gue punya sohib namanya Alvin sama Rio. Yang gue heran nih ya, sejak kapan coba Alvin naksir adek gue yang super bawel itu? Heran gue. Gue punya musuh di kelas namanya Ima, dia cewek terbawel nomor 2 setelah adek gue. Tuh cewek sentimen amat gitu sama gue. Apa jangan-jangan dia naksir gue yah?

“KAAAAKKKK GAAAABBBB!!! BANGUN WOY!!! UDAH SIANG KAK!!!” buseet, power banget sih adek gue manggilnya. Gue udah bangun daritadi kalee, buktinya gue udah nyampein part perkenalannya :p
 “Nggak usah power bisa?! Gue udah bangun kali. Udah tungguin gue di meja makan. Gue mau pake gel dulu,”
“Cowok kok ponian, cih, nggak gentle,” What?! She say what?! Nggak nyadar apa cowoknya, si cina glodok itu juga ponian.
“Heh, cowok lo juga ponian kali, malah lebih parah dari gue,”
"Tapi kan ko Alv lebih keren. Lah kak Gab? Udah item, cungkring, jelek, idup pula,” buseet, bener-bener bikin esmodi eh esmosi nih bocah.
"Lo bilang apa?!"
"Nggak kok," ucap adek gue yang rada stress ini sambil ngebenerin poni.
"Awas lo ya!" ancam gue.
"Weekkk, nggak takut :p" ledek adek gue sambil ngeloyor ke meja makan
"Dasar! Nggak si Cina glodok, nggak ceweknya, sama-sama rese-_-" dumel gue pas tuh bocah ngibrit. Ntah gue ngomelnya terlalu kenceng, atau emang nih bocah rada sensitive kupingnya, eeh, dia denger.
"Sialan lo kak! Gue sumpahin lo jadian sama kak Imeh, musuh lo itu!"
"Najiss!! Nggak bakal kejadian itu," gue bergidik sendiri denger sumpahan dari tuh bocah, amit-amit dah gue, kalo misalnya sampe jadian sama Nyi Lampir itu-_-

___

Huh, mood gue ancur, bersamaan sama datengnya Nyi Lampir ke kelas. Girang bener nih bocah, bikin gue empet aja.
"Ya Tuhan, kenapa gue musti sekelas sama Nyi lampir, jadi badmood kan gue liat mukanya," gerutu gue agak kenceng.
"Ya Tuhan, ampunkanlah dosa hambamu ini, semoga nanti sewaktu hamba kelas 12 nggak bakal satu kelas sama tukang rusuh. Mau jadi apa hambamu ini kalo satu kelas sama cowok rusuh satu itu," sialan nih bocah, ngibarin bendera perang banget. Okey, NUR HALIMAH, mulai sekarang kita perang!!
"Apa lo liat-liat gue?! Ngefans?!" sembur nyi lampir satu itu, geer banget sih-_-
"Ge-eR!! Nggak sudi gue ngefans sama lo!!"
"Halah, ngaku aja! bilang aja lo..." eits, kenapa dia mendadak mingkem, feeling gue nggak enak nih, guepun nyoba nengok, dan...
"GABRIEL!! HALIMA!!" tuh kan, si kuda nil, eh bu Oki lagi berkacak pinggang sambil melotot, sumpah serem >.<
"Hehe ibu Oki, ada apa bu?" tanya gue -sok- polos.
"Kalian ikut ibu SEKARANG!!" matilah gue, dan sekarang gue harus masuk ruang terkutuk, eh salah, ruang BK maksud gue.

--skipp--

Kalian mau tahu apa yang bu Oki bilang sama gue dan Nyi Lampir? Dan jawabannya adalah gue dihukum harus sama nyi lampir sampai kenaikan kelas 12 nanti, ya Ampun, gue nggak kebayang gue musti bareng sama Nyi Lampir selama setahun penuh-_- dan nyebelinnya lagi, adek gue malah ngakak nggak karuan pas gue curhatin masalah ini. nyebelin parah kan?

Minggu, 02 Oktober 2011

K.A.M.U

Kamu...

Kamu yang sekarang, berbeda dengan kamu yang dulu

Kamu bukan lagi sosok yang aku rindukan

Hatiku tak akan pernah salah

Tatap mata,

Bahasa tubuhmu,

Begitu jelas mengisyaratkan

Kamu...

Kamu tak menginginkan ku lagi

Kamu telah mengabaikanku

Dan kini...

Semua kata hati telah terabai

Semua ucapanmu tak sama dengan batinmu

Jika demikian,

Haruskah aku tetap mempercayaimu?

Dan jika kamu lebih memilih untuk pergi,

Maka pergilah!!

Aku tak akan memintamu untuk kembali

Terima kasih untuk semuanya...

Dariku, yang tersakiti batinnya

Tentang Kita, Aku, Kamu, dan Dia!

Pernahkah kamu merasakan panasnya api cemburu yang menjalar di sekitar hatimu?
Yang membakar harimu dan menjadikan abu semua harapanmu.
Pernahkah?!
Kurasa TIDAK dan TIDAK AKAN PERNAH!
Kamu hanya mampu membuat api itu, kamu tak kan mampu merasakan panasnya api itu.
Dan kamu, tak akan pernah mengerti perasaanku.
Kamu hanya tersenyum sembari berkata "dia hanya temanku" ketika ku menatap curiga kebersamaan kalian.
Sebuah kebersamaan yang terlalu akrab untuk hubungan 'sebatas' teman.
Sebuah kebersamaan yang menggoreskan luka di hati.
Aku mampu merasakan tatap matanya yang berharap lebih darimu.
Apakah kamu tak merasakannya?
Tatap matanya, kata yang terucap dari bibirnya, bahasa tubuhnya, tergurat dengan jelas bahwa dia menginginkanmu.
Ku harap kau segera menyadari dan melepaskan segala rasa sesak oleh api cemburu yang engkau sulut di hatiku.
Ini semua bukan tentang hatiku saja,
Ini juga tentangnya,
Tentang dia yang mengharap 'sesuatu yang lebih' darimu,
Tentangmu yang -aku yakin- masih bimbang atas hatimu.
It's not about me, you, or her, but, its about our life.
Jadi, cepatlah ambil keputusan, kau memilihku, atau... Dia,
Cepatlah!
Sebelum semuanya membuatku mati rasa dan -mungkin- bisa membuatku menutup hati atas hadirmu.

Minggu, 11 September 2011

Darimu Untukmu

Happy ending,
Mungkin kata itu adalah kata yang tepat untuk semua kisah kita. Sempat terpikirkan olehku bahwa jalinan cerita kita akan berhari dengan sebuah tragedi, namun Tuhan berkehendak lain. Terima kasih Tuhan. Maafkan semua perlakuan kasarku dulu, Kka. Aku kasar ke kamu karena semua kesalahpahaman. Maafkan aku Kka, jujur aku mencintaimu, namun aku harus membuatku meninggalkanku. Setidaknya itu lebih baik daripada aku yang meninggalkanmu. Semua itu berawal dari vonis dokter beberapa bulan lalu.

"Nona Tika, anda ditunggu di ruangan dokter sekarang." ucap sang suster setelah aku menunggu hasil labku beberapa hari yang lalu. Akupun melangkahkan kakiku menuju ruang dokter. Sang dokter menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Pertanda apa ini, Tuhan?
"Ehm, siang dok" ucapku agak kikuk setelah duduk di kursi yang berada di depan meja dokter tersebut.
"Siang, ini hasil lab anda beberapa hari yang lalu." aku menerima uluran map dari dokter tersebut dengan ragu-ragu. Aku membukanya, tulisan dalam map itu makin membuatku nervous. Aku sama sekali tidak mengerti apa isinya.
"Ehm dok, ini isinya apa ya? Saya kurang paham dok," ucapku kikuk, sang dokter menghela nafas berat. Aku menggigit bibir bawahku.
"Maaf, dari hasil lab tersebut, anda positif menderita kanker hati stadium akhir. Dan maaf, umur anda diperkirakan tinggal beberapa bulan lagi." aku tercekat, badanku mulai bergetar.Bagaimana bisa aku menderita penyakit itu?!
"Ma... Makasih dok," aku segera bergegas pulang. Sesampainya di rumah, aku segera membakar map itu .Aku tidak mau seorangpun tahu akan penyakitku. Tiba-tiba aku merasa ada yang memelukku dari belakang. Aku tak asing dengan dekapan ini, dekapan dari kekasihku sejak 1 tahun yang lalu, Akupun segera menoleh,
"Cakka..." ucapku jengah, jangan sampai 'sampah' itu masih tersisa.
"Lagi bakar apa sih?"
"Ehm.. enggak, enggak papa kok" ucapku sambil tersenyum paksa.

"Beneran? Nggak bohong kan?" tanyanya -sedikit- curiga.
"Iya, iya, nggak percayaan amat sih" sahutku sedikit kesal.
"Hehe, peace sayang, jalan yukk"
"Enggak ah, aku mau istirahat aja, see you" rasanya, aku ingin segera menghilang dari hadapannya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika dia tahu keadaanku yang sesungguhnya.


Waktu itu, saat berada di dalam kamar, aku merenungi semuanya. Apakah aku harus mengikuti chemoterapy? Bukankah itu percuma? Terlebih, semua orang akan tahu tentang penyakitku. Saat itu, tekadku sudah bulat, aku harus membuat Cakka membenciku, agar dia tidak menyesali kepergianku. Dan aku berhasil, sampai akhirnya dia benar-benar menjauhiku. Tetapi saat Cakka mulai menjauh dariku, dan aku mulai berusaha hidup tanpanya, suatu kabar mengejutkan datang kepadaku. Ternyata....

Ku dengar HPku berdering, aku segera mengangkat telephone tersebut.
"Hallo..." sapaku.
"Hallo, saudari Pangestika Fauzia?"
"Iya, saya sendiri, ini dari siapa ya?"
"Ini dari Rumah Sakit Harapan, anda diminta untuk segera kemari, ada beberapa hal yang perlu dibicarakan dokter kepada anda terkait hasil lab 2 bulan lalu."

"Ya, saya segera kesana" aku memutuskan telephone tersebut.Akupun segera menuju RS tersebut. sesampainya disana, aku dikejutkan dengan kenyataan. ternyata aku tidak mengidap penyakit kanker hati. Yang mengidap penyakit itu memang bernama TIKA, namun bukanlah PANGESTIKA melainkan KARTIKA. Apa yang harus kulakukan sekarang, Tuhan?! Cakka terlanjur membenciku sekarang. Hhhh....


Sejak saat itu, aku mulai sakit-sakitan. Dan -menurut semua saudaraku- aku sering menyebut nama Cakka. -menurut mereka- Orang tuaku bingung, dan akhirnya berbicara dengan kedua orang tua Cakka. Mereka -orang tuaku dan orang tua Cakka- sepakat untuk menjodohkanku. Aku merasa saat itu Cakka tidak suka dijodohkan denganku. Memang Cakka pernah memintaku untuk menjadi kekasihnya, namun aku rasa dia masih kecewa terhadapku. Cinta itu memang hancur karnaku, rapuh olehku, dan sirna sebabku. Namun, apakah tidak ada harapan untukku untuk menggapai cinta itu lagi? Yang aku inginkan bukan sekedar ragamu yang kembali, namun juga hatimu.

-Kka-

Maafin aku Tik, aku harus berpura-pura tidak tau semuanya. Maaf kalau aku mempermainkanmu, tapi hanya ini satu-satunya cara untuk membuatmu jujur. Aku mau menghentikan semuanya kalau kamu mau jujur atas semuanya. Jujur tentang dugaan dokter yang tertukar itu. tentang Tika yang lain, bahkan aku sempat datang ke makamnya. Aku tau semuanya Tik, please jujur sama aku. Aku sudah tak tahan harus bersikap dingin padamu. Semuanya ini hanya tergantung padamu, karena semua cintaku berasal darimu dan akan kembali untukmu. Tolong jangan bohongi aku. Buat apa kita saling berhubungan kalau diantara kita masih ada topeng. Buat apa Tik? Buat apa?! Aku tak mau kisahku sama seperti Alvin, yang menyayangi tapi dia terlambat untuk mengatakan. Aku juga tak mau kisahku sama seperti Iel, yang harus pura-pura membenci padahal ia sangat menyanyangi. Hentikan semua ini, Tik. Aku sudah tak sanggup lagi.

-Author-

Dengan sedikit keberanian, gadis itu menghampiri seorang lelaki yang tengah termenung menatap taman. Entah apa yang membuat lelaki itu termenung.
"Kka... Boleh aku bicara sebentar?" Lamunan lelaki yang dipanggil 'Kka' itu buyar begitu saja. Sorot mata lelaki itu tak mampu menyembunyikan keterkejutannya, namun sebisa mungkin ia menyembunyikannya. Dan baginya hanya butuh hitungan detik untuknya -lelaki itu- membuat raut wajahnya kembali datar. Ia hanya menggangguk. Gadis itupun mendesah melihat semuanya.
"Kka... Aku pengen jujur,"
"Hm..." gadis itu menghela nafas berat.
"Maafin aku, Kka.." gadis itu mulai terisak. Melihat isakan Tika -gadis itu-, Cakka-pemuda yang dipanggil Kka- mulai melunak direngkuhnya gadis yang mengisi hari-harinya selama ini.
"Maafin aku karena udah nggak jujur, maafin aku, Kka..." racauTika dalam pelukan Cakka. Cakka membelai rambut gadis itu dengan sayang.
"Aku udah tau semuanya, kenapa kamu bohongin aku? Bukankah kita udah janji buat saling jujur?" tanya Cakka lembut. Tika semakin mengeratkan pelukannya.
"Aku... Aku takut kamu ninggalin aku pas kamu tau kalau aku penyakitan..."
"Nggak akan Tik, nggak akan. Aku nggak sepicik itu. Aku sayang kamu apa adanya."
"Janji kalau kamu nggak akan pernah ninggalin aku?" tanya Tika sembari melonggarkan pelukannya.
"I'm promise," sahut Cakka yang meninggalkan gurat kebahagiaan di wajah Tika. Dan akhirnya semua berakhir dengan indah. Semoga tak akan ada lagi halangan untuk kisah kasih mereka.

~Fin~

Rabu, 07 September 2011

Cover Cerpen Baru

Hollaaaa... :D
Long time not see yah :D #plak
kali ini saya bawa cover dari cerpen yang rencananya bakal saya post tanggal 11 nanti,
langsung aja ini dia...
TARA....

1. Darimu Untukmu

Cerpen ini special buat yang ultah hari minggu besok, yang namanya ngembarin saya ituloh *lirik kak Tika*
couplenya TikaCakka, haha, ini dia covernya :D



2. Ada Cinta di Omelanmu


Wakaka, judulnya aneh yah? maklum, authornya juga aneh :p
couplenya IelIma, Happyend dong, haha :D
lets check this cover :D

3. About Us

Nah, yang terakhir ini kayaknya saya minta digampar Alvz nih, abisan de Alv saya bajak sih :D khusus cerpen ini saya buat sadend, saya nggak dapet feel happyend sih ya-__-
naaahhhh, ini cover cerpen narsis saya :D


Haha, udah ah, see you tanggal 11 yah all :**
Saya undur diri dulu,
bubyeee all :DD
Regards


Kartika Purnamasari

Minggu, 10 Juli 2011

Remuk Jantungku


Remuk Jantungku

-Alyssa P.O.V-

                Aku berdiri di tengah derasnya air hujan, merasakan semua sesak yang telah menyeruak dalam hati. Sesak karena ditinggal olehnya beberapa hari yang lalu. Dirinya yang selama ini terus menghiasi hatiku. Mana janjinya dulu untuk terus setia kepadaku? Mana? Semuanya hanya omong kosong. Dan kini, dia meninggalkanku demi gadis lain, dan gadis itu tak lain adalah Agni, sahabatnya. Aku benci diriku. Harusnya dari dulu aku sadar kalau diantara mereka telah tumbuh benih cinta. Aku sakit memikirkan semuanya. Semuanya terasa tak adil! Sangat tidak adil!

sulit ku kira kehilangannya
sakit terasa memikirkannya
hancur warasku kau tlah berlalu
tinggalkan aku begitu
rapuh hidupku, remuk jantungku

Aku rasa semua ini salahku. Salah diriku yang tak menjaga hatinya. Aku tau semua sifatku membuatnya jengkel. Aku yang childish, aku yang egois, aku yang manja, semua ini karena sifatku. Mengapa semuanya terjadi? Semuanya seperti mimpi buruk buatku. Aku tak sanggup menjalani semuanya. Aku takkan bisa melewati hari tanpanya. Tak kan bisa, dan tak akan pernah bisa. Aku sangat menyanginya melebihi apapun, termasuk nyawaku. God, if this a nightmare, please wake me up.


semua salahku tak jaga dirimu
untuk hatiku sungguh ku tak sanggup
semua terjadi seperti mimpi
mimpi burukku kehilanganmu

Dulu saat aku terbaring lemah di rumah sakit karena sebuah, kamu bilang sama aku kalau aku tak dapat melihat kamu akan menjadi mata untuk aku, saat aku tak dapat berbicara kamu akan menjadi mulut untukku, saat aku tak dapat mendengar kamu akan menjadi telinga untukku, dan disaat aku tak dapat berjalan, kamu akan menjadi kaki untukku. Kamu lah yang membuatku bertahan. Just for you I’m still alive, and now you’re leave me alone. Then, why should I stay alive? You’re my soul. You’re my breath. You’re my heart. Without you my life so flat.


karena kamu nyawaku
karena kamu nafasku
karena kamu jantungku
karena kamu
rapuh hidupku, remuk jantungku
rapuh hidupku, remuk jantungku

Dulu kamu pernah bilang kamu tidak akan pernah meninggalkanku. Tapi kini apa? Kamu meninggalkanku. Meninggalkan aku sendiri. Meninggalkanku dengan sejuta harapanku. Aku bisa apa tanpamu? Tak akan ada yang bisa aku lakukan. Tanpamu dalam setiapku melangkah, semuanya terasa hampa. Resah, lemah, dan gundah selalu menyapaku tanpa hadirmu.



tanpa kamu ku lemah
tanpa kamu ku resah
tanpa kamu ku gundah
tanpa kamu
remuk jantungku

-Agni P.O.V-

Aku tak penah menyangka kalau aku akan kehilangan sahabatku dari kecil secepat ini. Aku tak menyangka, dia yang begitu kuat dan tegar ternyata mengidap penyakit yang mematikan. Kanker otak telah merenggut nyawanya. Aku memang telah mengetahui penyakitnya sejak lama. Penyakit inilah yang membuatnya meninggalkan Alyssa, gadis yang sangat ia sayangi. Aku menatap nanar nisan yang bertuliskan ‘Alvin Jonathan Sindhunata’ yang basah diterpa air hujan. Selamat tinggal Vin, tenanglah di sana. Aku akan selalu mengingatmu dalam hatiku dan aku yakin Alyssa tak akan pernah membencimu, karena dia amat sangat menyayangimu. Akupun beranjak dari pemakaman. Saat akan melewati taman di kompleks perumahan Alyssa yang tidak jauh dari tempa tinggalku dan Alvin, aku melihat seorang gadis menangis ditengah derasnya air hujan. Dan aku yakin gadis itu adalah...

“Alyssa...” lirihku yang –tanpa kusadari- membuat Cakka –kekasihku- menoleh ke arahku.
“Alyssa? Kamu melihat Alyssa dimana Ag?”
“Di taman itu Kka, aku yakin dia Alyssa. Stop please, aku ingin menemuinya.” Tanpa babibu, Cakka segera memberhentikan mobilnya di taman tersebut. Aku teringat surat Alvin untuknya sebelum Alvin meninggal.

-Alyssaa P.O.V-

Aku merasakan ada yang memayungi tubuhku. Aku segera menoleh untuk mengetahui siapa yang telah berbaik hati memayung tubuhku dari derasnya air hujan.

“Agni...” Lirihku setengah terkejut. Aku tak menyangka dia ada didepanku.  Entah saat ini apa yang aku rasakan. Setengah hatiku membencinya. Aku benci dia karena dia yang telah merebut Alvin dariku.
“Ya, ini aku Lyssa, maaf sebelumnya..”
“Maaf? Buat apa? Karena Alvin lebih memilihmu? Haha, aku sudah merelakannya kok Ag,” jawabku getir. Aku tak yakin atas ucapanku sendiri.
“Bukan karena itu, tapi karena Alvin...” Alvin? Kenapa dengan Alvin? Mengapa feelingku tiba-tiba terasa tidak enak?
“Alvin kenapa Ag?”
“Alvin telah meninggal. Dia meninggalkanmu bukan karena aku, tapi karena hal lain. Surat ini akan menjelaskan semuanya.” Aku lihat air mata Agni menetes ketika menyerahkan surat untukku. Dia segera beranjak meninggalkanku. Perlahan aku membuka surat tersebut.

Dear Ify Alyssaku,
Maafnya koko udah ninggalin lyca tanpa sebab. Sebenarnya koko mengidap peyakit kanker otak. Maafin koko udah nggak jujur sama lyca. Tapi satu hal yang pasti koko akan selalu sayang sama lyca. Jaga diri yah. Tetep senyum, koko nggak mau lyca cemberut ataupun nangis. Keep smile ya lyca :)
I’m yours Alyssa Saufika

-Alvin Jonathan-

“ALVIN... JANGAN PERGI ALVIN...” teriakku di tengah derasnya hujan.

---The End---

Thanks udah nyempetin waktu buat ngeread cerpen kagak ada feelnya kayak gini u,u
Kasih saran yah :))

Jumat, 17 Juni 2011

Diantara Persahabatan, dan Cinta (part 1)

Diantara Persahabatan, dan Cinta

-Kartika P.O.V-
Ini sepenggal kisah kami, kisah antara aku, kau, dia, dan kita. Kisah diantara persahabatan, dan cinta. Aku adalah seorang gadis bodoh yang bermimpi memilikimu, gadis bodoh yang mengharap cinta darimu ALVIN JONATHAN SINDHUNATA, seorang yang begitu sempurna di mataku. Harapku yang begitu tinggi jatuh begitu saja saat engkau mengumumkan bahwa kau telah memilikinya, memiliki NUR HALIMAH, gadis yang engkau pilih sebagai tambatan hatimu, jujur, aku sangat sakit. Aku cemburu kala engkau menggenggam tangannya erat. Aku cemburu saat engkau membelai rambutnya, aku cemburu saat engkau mendekapnya erat. Aku sadar aku hanya ‘sahabat’ dimatamu, tapi apakah tidak ada kesempatan buat aku untuk menjadi kekasihmu? Ah, kurasa semua kesempatan itu sudah tertutup rapat. Semuanya terkubur dalam-dalam seiring berjalannya waktu. Entah berapa lama aku termenung merenungi semua ini hingga aku merasakan sebuah dekapan dari seseorang yang sangat aku sayangi.

“Hey, kok ngelamun sih? Mikirin Apin yah?” ucapnya narsis yang tidak kupungkiri kebenarannya.
“Apa sih Pin? Ngeganggu aja deh, lagian udah punya kak Ima juga main peluk-peluk orang sembarangan” ya, dia adalah Alvin. Lelaki yang amat kusayangi.
“Huh, nggak boleh yah? Apin kan kangen sama Titha..” ucapnya –sok- imut, tetapi mampu membuatku tersenyum.
“Dih, gombal ah, Titha bilangin kak Ima ah,”
“Eh, eh, jangan dong, ntar dipecat Apin jadi bronisnya, haha”
“Bronis? Brondong manis gitu? Yang ada kasian kak Ima, dapet brondong sepet kayak Apin”
“Hue, si Titha jahat sama Apin ah, Apin ngambek nih” ucapnya sambil –pura-pura- buang muka dan cemberut, aku terkekeh melihat ekspresinya.
“Hehe, emang ada gitu orang ngambek bilang-bilang?”
“Ini ada! Aku Alvin! Weeek..” ucapnya sambil menjulurkan lidah.
“Eh, Apin kok bisa masuk ke sini sih? Kan kamar udah Titha kunci” tanyaku keheranan, bagaimana tidak, seingatku kamarku sudah aku kunci, dan kuncinya masih ada sama aku kok.
“Hoho, Apin grasak-grusuk di rumah Titha mah biasa, Apin kan ada kunci cadangan kamar Titha, Titha juga ada kunci cadangan kamar Apin kan? Jangan bilang kalo kuncinya ilang.” Aku menepuk pelan jidatku, kenapa aku bisa lupa hal ini yah? Haha, umur emang masih muda, tapi soal pikun aku yang the best, haha.
“Jangan bilang Titha lupa lagi.” tebak Alvin tepat. Aku hanya cengegesan.
“Tuhkan bener, ckck, Titha pikunnya kapan ilang sih? Awet banget, ckck”
“Sorry Pin, bawaan lahir, hehe” ucapku sambil menggaruk belakang telingaku yang sebenarnya tidak gatal. Dia mengacak lembut rambutku, jantungku berdetak lebih cepat. Tanpa sadar sebuah senyum terukir dari bibirku.

-Ima P.O.V-

Aku tersenyum melihat kedekatan mereka –Alvin dan Kartika- dari sini, dari balkon kamarku yang kebetulan berhadapan dengan balkon kamar Tika –panggilan akrab Kartika-, entah mengapa aku ikhlas melihat mereka jalan berdua, mereka terlihat begitu akrab satu sama lain. Aku akui aku salah telah masuk ke dalam hidup Alvin, hidup lelaki yang sama sekali tidak pernah aku sayangi, aku menjadikannya kekasihku karna aku ingin membuktikan pada Gabriel, mantanku bahwa aku bisa hidup tanpanya. Tindakanku sangat jahatkah? Tanpa perlu ditanyakan jawabannya pasti iya. Sejujurnya aku tidak mengharapkan ini semua terjadi. Tetapi, perlakuan Gabriel ke aku cukup menyakitkanku. Aku masih ingat bagaimana dia menduakanku dengan Shilla, sahabatku. Aku juga masih ingat bagaimana rasa sesak itu menyeruak ke dalam batinku dan membuatku hampir mengakhiri hidupku.
Tak kusangka sore itu menjadi sore kelam dalam hidupku. Waktu dimana aku harus merelakan kisahku bersamanya, hanya demi sahabatku. Kisah klasik yang amat sangat menyesakkan aku. Meluluhlantahkan harapanku seketika. Mengapa harus Shilla? Mengapa harus sahabatku? Mengapa Tuhan? Aku bodoh! Harusnya aku sadar bahwa Iel –panggilan akrab Gabriel- lebih mengharapkan Shilla, bukannya aku. Aku berlari tanpa arah, hingga sampailah aku di sebuah jembatan. Entah setan apa yang terlintas dalam hatiku, aku berniat mengakhiri hidupku. Aku mulai memejamkan mata, dalam hati aku menghitung mundur.
3... 2...
Tepat saat aku hampir merelakan nyawaku melayang begitu saja, aku merasa ada yang menarik tubuhku. Refleks, aku membuka mata. Dari sudut mataku, ku lihat Alvin, tetanggaku. Hatiku berdegub kencang saat matanya dan mataku bertemu. Apakah aku jatuh cinta kepadanya? Secepat inikah?
“Eh, maaf kak, aku main narik tubuh kakak sembarangan, hehe” ucap Alvin gelagapan sambil melepaskan tangannya.
“Nggak papa kok, makasih ya udah mau nyelametin cewek bodoh kayak aku.” Jawabku sambil tersenyum manis, diapun membalas senyumku. Senyumnya amat sangat manis, aku suka melihat senyumnya. Namun, aku merasakan tatapan tidak suka dari arah kanannya, tepat dimana Tika, sahabat sekaligus tetangga kami berdiri. Mengapa dia menatap kami seperti itu? Apakah dia memiliki perasaan lebih kepada Alvin. Ah, sudahlah, bukan urusanku juga. Sejak saat itu, aku dan Alvin mulai akrab. Hingga suatu ketika Alvin menyatakan rasa suknya kepadaku. Akupun menerimanya, entah karena sayang yang tulus, atau hanya karena emosi sesaat. Yang jelas, aku nyaman medapat kekasih baik seperti Alvin, walaupun secara usia dia lebih muda dari aku, tetapi cara berfikirnya membuatku kagum kepadanya. Entahlah, biarkan semua ini mengalir seperti air.

+++

Lalalala,
Saya hadir dengan cerpen special khusus buat yang saya tag :p
Couplenya jangan pada protes yah?
Sesuai ketetapan (?) saya dan kak Ima, couplenya KartikaAlvin dan IelIma :p
oh ya, nama Titha itu nama cadel ala adek saya #nggaknanya
Haha, bagi yang nggak suka nggak usah baca,
Cerpen ini just for fun kok :-)

Senin, 30 Mei 2011

Dan Lagi by Lyla Band

dan lagi terjadi peristiwa terperih
yang selalu kau beri
seakan tak berarti untuk kesekian kalinya
ku tak bisa berbuat apa lagi

reff:
haruskah kita berakhir cukup sampai di sini
meski hati berkata tak mampu
tak ingin terlambat menyudahi keadaan ini
mungkin ini jalan kita

dan lagi terjadi peristiwa terperih
yang selalu kau beri
seakan aku tak berarti untuk kesekian kalinya
ku tak bisa berbuat apa lagi ooh

repeat reff [3x]

dan lagi terjadi peristiwa terperih
yang selalu kau beri

Berteman Saja by Alvin Jonathan



Seringkali kumelihat
Kau curi-curi pandang ke arah diriku
Menggodaku bikin ku malu
Titip salam lewat teman-temanku
Kau bilang kau bilang suka padaku
Aku hargai itu
Kita masih sangat muda belum waktunya
Sekolah saja dulu raih cita-cita
Urusan pacaran tak usah sekarang
Kita berteman saja
Kita masih sangat muda
Sekolah raih cita-cita
Urusan pacaran tak usah sekarang
Kita berteman saja

ini link youtubenya : http://youtu.be/i7cgH9_oFxU

Akulah Dia by Alvin Jonathan Sindhunata :)


Tak pernah berhenti
Mencari cinta
Selalu saja ada
Yang tak kamu suka

Terlalu jauh
Engkau melihat
Coba rasakan yang ada di sekitarmu

Sesungguhnya dia ada di dekatmu
Tapi kau tak pernah menyadari itu
Dia s'lalu menunggumu
Untuk menyebar cinta
Sesungguhnya dia adalah diriku
Lebih dari sekedar teman dekatmu
Berhentilah mencari
Karna kau t'lah menemukannya

Dia mungkin bukan
Manusia sempurna
Tapi dia selalu ada untukmu

Hanya dia yang slalu ada
dia hanya dia...

Sesungguhnya dia ada di dekatmu
Tapi kau tak pernah menyadari itu
Dia s'lalu menunggumu
Untuk menyebar cinta
Sesungguhnya dia adalah diriku
Lebih dari sekedar teman dekatmu
Berhentilah mencari
Karna kau t'lah menemukannya

ini dia link youtubenya : http://youtu.be/RYuKskXzpmI

Merindukanmu by Alvin Jonathan Sindhunata


Saat aku tertawa diatas semua
Saat aku menangisi kesedihanku

Aku ingin engkau selalu ada
Aku ingin engkau aku kenang

Reff :
Selama aku masih bisa bernafas
Masih sanggup berjalan kukan slalu memujamu
Meski ku tak tahu lagi engkau ada dimana
Dengarkan aku kumerindukanmu

Saat aku mencoba merubah segalanya
Saat aku meratapi kekalahanku

Aku ingin engkau selalu ada
Aku ingin engkau aku kenang

Pray by Justin Bieber


(oh oh oooh, oh oh ooh, oh oh oooh)
(And I pray)
I just can't sleep tonight,
knowing that things ain't right.
It's in the papers, it's on the TV,
it's everywhere that I go.
Children are crying, soldiers are dying,
some people don't have a home.

Pre Chorus:
But I know there's sunshine beyond that rain,
I know there's good times behind that pain, (hey)
Can you tell me how I can make a change?

Chorus:
I close my eyes, and I can see a better day,
I close my eyes and pray.
I close my eyes and I can see a better day,
I close my eyes and pray.

I lose my appetite, knowing kids starve tonight
Am I a sinner? Cause half my dinner,
Is still there on my plate.
Ooh I got a vision, to make a difference,
and it's starting today.

Cause I know there's sunshine beyond that rain,
I know there's good times beyond that pain
Heaven tell me I can make a change.

Chorus:
I close my eyes, and I can see a better day,
I close my eyes and pray. (yeaah)
I close my eyes and I can see a better day,
I close my eyes and,

Bridge:
I pray for the broken-hearted,
I pray for the life not started.
I pray for all the lungs not breathing,
I pray for all the souls that need a break,
Can you give 'em one today?


I just can't sleep tonight,
Can someone tell me how to make a change?

End Chorus:
I close my eyes, and I can see a better day,
I close my eyes and pray, (Ooh)
I close my eyes and I can see a better day,
I close my eyes and I pray, (ooh)
I pray, I pray
I close my eyes and pray.

Sabtu, 30 April 2011

Antara Kita

Dapatkah kita bersatu?
Walau perbedaan itu ada,
Walau ku tahu kita tak mungkin bersama,
Jurang perbedaan itu  terlampau jauh,
Dan kini,
Biarlah air mata itu jatuh dan mengalir,
Membasahi pipi dan memenuhi ruang dalam hatiku yang kosong,
Salahkah aku mencintaimu?
Salahkah aku memendam rasa ini?
Entahlah…
Hanya kita dan Tuhan yang mengetahuinya.
+++
Air mataku kembali jatuh, entah untuk keberapa kalinya. Aku tak kuasa membendungnya. Pedih. Itulah yang kini kurasakan. Mengapa ini terjadi kepadaku? Apa memang seorang gadis desa sepertiku tidak pantas mendapatkan cinta? Ah, berfikir apa aku ini? Sudahlah Ag, lupakan dia. Dia berbeda denganmu. Sangat beda. Masih teringat dalam benakku saat pertama kali mengenal dirinya.

“Pernah ada rasa cinta antara kita kini tinggal kenangan…” aku besenandung kecil sembari menaiki sepeda miniku. Hembusan semilir angin membelai wajahku serta menerbangkan rambutku yang tak ku ikat. Aku bersiul-siul kecil, menikmati indahnya alam. Ku lihat ada seorang pemuda yang tinggi putih berlari dari arah yang berlawanan denganku.
CIITT… Aku mengerem sepedaku tepat didepan kakinya. Aku menutup mataku, takut. Tiba-tiba aku merasa ada yang menaki boncengan sepedaku. Aku menoleh,
“Eh,, siapa kamu? Kok main naik aja sih? Apa kita kenal?”
“Ssstt… Gue bonceng lo ya? Tadi gue dikejar-kejar sama orang suruhan bonyok gue. Sekarang jalanin sepedanya sebelum gue dipaksa balik,” perintahnya, aku mengangkat bahu kemudian menjalankan kembali sepedaku. Tak butuh waktu lama, aku dan pemuda itu sampai pada tempat rahasiaku.
“Huah… Seger!” Teriaknya begitu turun dari sepedaku. Aku tersenyum kecil. Ku amati wajahnya, setiap lekukan dari wajahnya sangat mempesona. Dia begitu tampan. Caranya berbicara, tatapan matanya, dan caranya tersenyum benar-benar mempesona. Aku yakin, dia berasal dari kota. Eh, tunggu… Dia berasal dari kota? Kok bisa nyampe sini? Aku berjalan mendekatinya yang telah lebih dulu meninggalkanku.
“Hm… Nama kamu siapa?” Tanyaku membuka keheningan antara kami.
“Gue? Gue Alvin. Alvin Jonathan. Kalau lo?” Alvin, hm… nama yang bagus.
“Agni, Agni Tri Nubuwati.”
“Oh, Agni. Eh, makasih ya boncengannya? Oh ya, mulai sekarang kita berteman ya?” Aku mengangguk.

Begitulah awal mula pertemuan kami, sejak saat itu aku semakin dekat dengannya. Bahkan, orang tuaku bekerja pada orang tua Alvin. Orang tua Alvin begitu baik kepadaku. Entah darimana asalnya, perasaan itu tumbuh. Ada getaran-getaran halus yang melewati hatiku saat bertatapan dengannya. Dan tak kusangka, dia menyatakan cinta padaku. Aku tak menolaknya karena aku juga mencintainya. Walaupun kami harus pacaran secara sembunyi-sembunyi. Mengingat latar belakang kami yang berbeda 180 derajat. Dan belum lagi keyakinan kami yang berbeda. Aku rasa itu ujian bagi cinta kami. Namun ternyata? Aku salah! Ujian terhadap cinta kami tak hanya berhenti sampai disitu. Semuanya datang dan berlalu begitu saja menerpa perjalanan cinta kami, mulai dari : perbedaan keyakinan, perbedaan status social, Alvin yang dijodohkan, dan masih banyak lagi. Apakah cinta kami salah? Aku tahu, aku hanya seorang gadis desa biasa. Tapi, apakah aku tak pantas mendapatkan cinta itu? Hari terus berganti dengan hari lagi. Tibalah saat yang paling aku takutkan. Ya, hari ini adalah hari pertunangan Alvin dengan Nova, Nova Chintya Sinaga. Seorang gadis ayu yang merupakan calon dari orang tua Alvin. Aku ikut membantu dalam acara pertunangan itu. Ya, karena bu Angel, ibunya Alvin begitu mempercayakan hal ini kepadaku. Sekarang, yang bisa kulakukan hanya termenung. Menyesali nasibku yang buruk. Aku menatap langit malam dari jendela kamarku. Aku sengaja tidak ikut merayakan pesta tersebut. Toh, ikut dalam pesta tersebut hanya membuat hatiku semakin sakit. Air mataku kembai mengalir deras. Aku menyekanya perlahan. Aku begitu cengeng, yang sangat bertolak belakang dengan penampilanku yang cuek dan terkesan tomboy. Kutatap langit, aku melihat ada sebuah bintang jatuh. Aku memejamkan mataku, mengucapkan harapanku. Konyol memang.
Semoga aku dan Alvin dapat bersama, itulah harapanku. Aku kembali membuka mata. Menatap cincin yang Alvin berikan kepadaku. Lagi-lagi, air mataku jatuh. Aku memejamkan mataku. Perlahan, kuarasakan sebuah tangan melingkar diperutku. Aku membuka mata dan berbalik.
“Alvin,” Pekikku, bukannya menjawab dia malah meletakkan dagunya ke bahuku. Aku kembali memejamkan mataku. Merasakan sensasi saat Alvin memelukku. Hening, beberapa saat kemudian.
“Ag, aku mau kamu. Bukannya Nova.” Ucapnya lirih.
“Tapi Vin, Nova pilihan orang tua kamu. Itu berarti dia yang terbaik buat kamu, bukan aku.” Dia melepas pelukannya dan menatapku tajam.
“Ini hidup aku, aku yang berhak menentukan. Bukannya mereka.”
“Vin, Pak Mario dan Bu Angel pasti memilih pasangan yang terbaik buat kamu. Lagipula kita berbeda. Aku beribadah di masjid, sedangkan kamu? Kamu beribadah di gereja. Jika ummat agamaku menikah, menggunakan penghulu. Namun agamamu? Melalui seorang pastur. Kita berbeda Vin. Berbeda jauh,”
“Kalau itu masalahnya, okey. Aku bakalan pindah keyakinan. Apapun akan kelakukan demi kamu,” Aku tersentak. Tidak, aku tidak boleh membiarkan Alvin.
“Jangan Vin, agama itu bukan mainan yang dapat dengan seenaknya berpindah-pindah.”
“Tapi aku mau kamu, aku mau kamu Agni. Bukan yang lain…” Aku menempelkan jari telunjukku ke bibir Alvin.
“Ssstt… Walaupun kita tidak bisa bersama, toh kamu tahu kalau hati ini milik kamu.” Dia tersenyum, diraihnya tanganku. Aku merasakan genggamannya begitu erat. Diangkatnya tanganku, kemudian dia mengecup punggung tanganku.
Tok… Tok… Tok…
“Ag… Agni…” Panggil seseorang, yang kuyakini itu ibuku, Ify. Aku segera menyuruh Alvin bersembunyi di balik gorden jendela kamarku. Aku segera merapikan diri. Dengan perlahan aku membuka pintu kamarku. Saat aku membuka pintu kamarku, aku melihat ibuku telah berdiri dengan sebuah senyuman.
“Ada apa bu?”
“Gini loh Ag, ada anaknya teman bapak kamu yang melamar kamu. Dan nggak ada salahnya kita terima. Jadi kami sepakat buat menikahkanmu dengan anak teman bapakmu itu.” Ya Tuhan, apa lagi ini? belum habis masalah yang muncul akibat pertunangan Nova dan Alvin, kini aku kembali dikejutkan dengan adanya rencana pernikahanku dengan orang lain.
“Si… Siapa orangnya bu?”
“Cakka. Cakka Kawekas Nuraga dia anak yang baik lho, makanya bapak dan ibu nerima lamarannya. Yo wis tha nduk, kamu ndang tidur. Besok kita mbalik mara kampung.” Aku kembali menutup pintu kamarku setelah ibu pergi meninggalkanku.Lututku terasa lemas, aku tak sanggup menahan beban tubuhku. Gejolak di hatiku kembali muncul. Apakah ini pertanda kalau aku dan Alvin memang tidak ditakdirkan untuk bersatu?
“Ag... Ag... Ni... ka...mu... NGGAK! AKU NGGAK RELA KAMU NIKAH SAMA ORANG LAIN SELAIN AKU! NGGAK! NGGAK AKAN RELA!” ucap Alvin histeris. Ya Tuhan, aku lupa kalau Alvin masih berada di kamarku.
“Vin, aku juga nggak mau ini terjadi. Tapi inilah takdir kita Vin, kita nggak mungkin bersama.” Munafik, itulah yang menggambarkan aku sekarang ini. Aku mencoba menenangkan Alvin, padahal aku sendiri...
“Nggak Ag! Bagaimanapun caranya aku bakal tetep nikahin kamu! Bagaimanapun caranya!” Air mataku kembali jatuh. Tuhan, mengapa cobaan yang kau berikan begitu besar? Dan mengapa cobaan tersebut seolah tiada habisnya? Mengapa Tuhan? Mengapa?
Kurasakan kembali hangatnya dekapan Alvin, ku pejamkan kembali mataku. Air mataku terus saja mengalir. Tanpa kusangka, Alvin menyeka air mataku.
“Jangan nangis Ag, aku sayang kamu. Aku nggak mau kamu nangis.” Ucapnya tepat di telingaku.

Dapatkah kita bersatu?
Walau perbedaan itu ada,
Walau ku tahu kita tak mungkin bersama,
Jurang perbedaan itu  terlampau jauh,
Dan kini,
Biarlah air mata itu jatuh dan mengalir,
Membasahi pipi dan memenuhi ruang dalam hatiku yang kosong,
Salahkah aku mencintaimu?
Salahkah aku memendam rasa ini?
Entahlah…
Hanya kita dan Tuhan yang mengetahuinya.
+++
Air mataku kembali jatuh, entah untuk keberapa kalinya. Aku tak kuasa membendungnya. Pedih. Itulah yang kini kurasakan. Mengapa ini terjadi kepadaku? Apa memang seorang gadis desa sepertiku tidak pantas mendapatkan cinta? Ah, berfikir apa aku ini? Sudahlah Ag, lupakan dia. Dia berbeda denganmu. Sangat beda. Masih teringat dalam benakku saat pertama kali mengenal dirinya.

“Pernah ada rasa cinta antara kita kini tinggal kenangan…” aku besenandung kecil sembari menaiki sepeda miniku. Hembusan semilir angin membelai wajahku serta menerbangkan rambutku yang tak ku ikat. Aku bersiul-siul kecil, menikmati indahnya alam. Ku lihat ada seorang pemuda yang tinggi putih berlari dari arah yang berlawanan denganku.
CIITT… Aku mengerem sepedaku tepat didepan kakinya. Aku menutup mataku, takut. Tiba-tiba aku merasa ada yang menaki boncengan sepedaku. Aku menoleh,
“Eh,, siapa kamu? Kok main naik aja sih? Apa kita kenal?”
“Ssstt… Gue bonceng lo ya? Tadi gue dikejar-kejar sama orang suruhan bonyok gue. Sekarang jalanin sepedanya sebelum gue dipaksa balik,” perintahnya, aku mengangkat bahu kemudian menjalankan kembali sepedaku. Tak butuh waktu lama, aku dan pemuda itu sampai pada tempat rahasiaku.
“Huah… Seger!” Teriaknya begitu turun dari sepedaku. Aku tersenyum kecil. Ku amati wajahnya, setiap lekukan dari wajahnya sangat mempesona. Dia begitu tampan. Caranya berbicara, tatapan matanya, dan caranya tersenyum benar-benar mempesona. Aku yakin, dia berasal dari kota. Eh, tunggu… Dia berasal dari kota? Kok bisa nyampe sini? Aku berjalan mendekatinya yang telah lebih dulu meninggalkanku.
“Hm… Nama kamu siapa?” Tanyaku membuka keheningan antara kami.
“Gue? Gue Alvin. Alvin Jonathan. Kalau lo?” Alvin, hm… nama yang bagus.
“Agni, Agni Tri Nubuwati.”
“Oh, Agni. Eh, makasih ya boncengannya? Oh ya, mulai sekarang kita berteman ya?” Aku mengangguk.

Begitulah awal mula pertemuan kami, sejak saat itu aku semakin dekat dengannya. Bahkan, orang tuaku bekerja pada orang tua Alvin. Orang tua Alvin begitu baik kepadaku. Entah darimana asalnya, perasaan itu tumbuh. Ada getaran-getaran halus yang melewati hatiku saat bertatapan dengannya. Dan tak kusangka, dia menyatakan cinta padaku. Aku tak menolaknya karena aku juga mencintainya. Walaupun kami harus pacaran secara sembunyi-sembunyi. Mengingat latar belakang kami yang berbeda 180 derajat. Dan belum lagi keyakinan kami yang berbeda. Aku rasa itu ujian bagi cinta kami. Namun ternyata? Aku salah! Ujian terhadap cinta kami tak hanya berhenti sampai disitu. Semuanya datang dan berlalu begitu saja menerpa perjalanan cinta kami, mulai dari : perbedaan keyakinan, perbedaan status social, Alvin yang dijodohkan, dan masih banyak lagi. Apakah cinta kami salah? Aku tahu, aku hanya seorang gadis desa biasa. Tapi, apakah aku tak pantas mendapatkan cinta itu? Hari terus berganti dengan hari lagi. Tibalah saat yang paling aku takutkan. Ya, hari ini adalah hari pertunangan Alvin dengan Nova, Nova Chintya Sinaga. Seorang gadis ayu yang merupakan calon dari orang tua Alvin. Aku ikut membantu dalam acara pertunangan itu. Ya, karena bu Angel, ibunya Alvin begitu mempercayakan hal ini kepadaku. Sekarang, yang bisa kulakukan hanya termenung. Menyesali nasibku yang buruk. Aku menatap langit malam dari jendela kamarku. Aku sengaja tidak ikut merayakan pesta tersebut. Toh, ikut dalam pesta tersebut hanya membuat hatiku semakin sakit. Air mataku kembai mengalir deras. Aku menyekanya perlahan. Aku begitu cengeng, yang sangat bertolak belakang dengan penampilanku yang cuek dan terkesan tomboy. Kutatap langit, aku melihat ada sebuah bintang jatuh. Aku memejamkan mataku, mengucapkan harapanku. Konyol memang.
Semoga aku dan Alvin dapat bersama, itulah harapanku. Aku kembali membuka mata. Menatap cincin yang Alvin berikan kepadaku. Lagi-lagi, air mataku jatuh. Aku memejamkan mataku. Perlahan, kuarasakan sebuah tangan melingkar diperutku. Aku membuka mata dan berbalik.
“Alvin,” Pekikku, bukannya menjawab dia malah meletakkan dagunya ke bahuku. Aku kembali memejamkan mataku. Merasakan sensasi saat Alvin memelukku. Hening, beberapa saat kemudian.
“Ag, aku mau kamu. Bukannya Nova.” Ucapnya lirih.
“Tapi Vin, Nova pilihan orang tua kamu. Itu berarti dia yang terbaik buat kamu, bukan aku.” Dia melepas pelukannya dan menatapku tajam.
“Ini hidup aku, aku yang berhak menentukan. Bukannya mereka.”
“Vin, Pak Mario dan Bu Angel pasti memilih pasangan yang terbaik buat kamu. Lagipula kita berbeda. Aku beribadah di masjid, sedangkan kamu? Kamu beribadah di gereja. Jika ummat agamaku menikah, menggunakan penghulu. Namun agamamu? Melalui seorang pastur. Kita berbeda Vin. Berbeda jauh,”
“Kalau itu masalahnya, okey. Aku bakalan pindah keyakinan. Apapun akan kelakukan demi kamu,” Aku tersentak. Tidak, aku tidak boleh membiarkan Alvin.
“Jangan Vin, agama itu bukan mainan yang dapat dengan seenaknya berpindah-pindah.”
“Tapi aku mau kamu, aku mau kamu Agni. Bukan yang lain…” Aku menempelkan jari telunjukku ke bibir Alvin.
“Ssstt… Walaupun kita tidak bisa bersama, toh kamu tahu kalau hati ini milik kamu.” Dia tersenyum, diraihnya tanganku. Aku merasakan genggamannya begitu erat. Diangkatnya tanganku, kemudian dia mengecup punggung tanganku.
Tok… Tok… Tok…
“Ag… Agni…” Panggil seseorang, yang kuyakini itu ibuku, Ify. Aku segera menyuruh Alvin bersembunyi di balik gorden jendela kamarku. Aku segera merapikan diri. Dengan perlahan aku membuka pintu kamarku. Saat aku membuka pintu kamarku, aku melihat ibuku telah berdiri dengan sebuah senyuman.
“Ada apa bu?”
“Gini loh Ag, ada anaknya teman bapak kamu yang melamar kamu. Dan nggak ada salahnya kita terima. Jadi kami sepakat buat menikahkanmu dengan anak teman bapakmu itu.” Ya Tuhan, apa lagi ini? belum habis masalah yang muncul akibat pertunangan Nova dan Alvin, kini aku kembali dikejutkan dengan adanya rencana pernikahanku dengan orang lain.
“Si… Siapa orangnya bu?”
“Cakka. Cakka Kawekas Nuraga dia anak yang baik lho, makanya bapak dan ibu nerima lamarannya. Yo wis tha nduk, kamu ndang tidur. Besok kita mbalik mara kampung.” Aku kembali menutup pintu kamarku setelah ibu pergi meninggalkanku.Lututku terasa lemas, aku tak sanggup menahan beban tubuhku. Gejolak di hatiku kembali muncul. Apakah ini pertanda kalau aku dan Alvin memang tidak ditakdirkan untuk bersatu?
“Ag... Ag... Ni... ka...mu... NGGAK! AKU NGGAK RELA KAMU NIKAH SAMA ORANG LAIN SELAIN AKU! NGGAK! NGGAK AKAN RELA!” ucap Alvin histeris. Ya Tuhan, aku lupa kalau Alvin masih berada di kamarku.
“Vin, aku juga nggak mau ini terjadi. Tapi inilah takdir kita Vin, kita nggak mungkin bersama.” Munafik, itulah yang menggambarkan aku sekarang ini. Aku mencoba menenangkan Alvin, padahal aku sendiri...
“Nggak Ag! Bagaimanapun caranya aku bakal tetep nikahin kamu! Bagaimanapun caranya!” Air mataku kembali jatuh. Tuhan, mengapa cobaan yang kau berikan begitu besar? Dan mengapa cobaan tersebut seolah tiada habisnya? Mengapa Tuhan? Mengapa?
Kurasakan kembali hangatnya dekapan Alvin, ku pejamkan kembali mataku. Air mataku terus saja mengalir. Tanpa kusangka, Alvin menyeka air mataku.
“Jangan nangis Ag, aku sayang kamu. Aku nggak mau kamu nangis.” Ucapnya tepat di telingaku.

+++
Maafkan aku,
Maafkan aku yang telah membiarkanmu menitikan air mata,
Janganlah menangis,
Aku tak kuasa melihatmu menitikan air mata,
Tidak tahukah kamu seberapa berharganya kamu dimataku?
Aku tersenyum karenamu,
Tertawa karenamu,
Bahkan, menangispun karenamu,
Isakanmu begitu menggetarkan jiwaku,
Menusuk hatiku,
Hanya satu pintaku,
Berhentilah menangis.
+++

“Jangan nangis Ag, aku sayang kamu. Aku nggak mau kamu nangis.” Bisikku ke Agni. Jujur, aku tak kuasa melihat air matanya jatuh. Aku bodoh! Aku memang bodoh! Sebagai lelaki, aku tidak mampu mencegah air mata yang telah Agni keluarkan untukku. Aku memang pantas disebut ‘pecundang’.
“Vin… Aku…”
“Ssst… Aku nggak mau denger kamu nangis lagi Ag, aku nggak mau denger kamu nangis lagi Ag. Nggak mau lagi.” Apakah ada yang salah dengan ucapanku? Bukannya berhenti menangis, air mata Agni malah semakin deras mengalir. Dengan segera kuhapus air mata itu.
“Ag, please berhenti nangis. Aku nggak sanggup liat kamu nangis. Kamu tahu alasannya kan?” Dia menggeleng lemah. Aku tersenyum kecil.
“Karena kamu adalah separuh jiwaku. Jika kamu menangis, aku juga akan memangis. Karena…” Aku kembali meraih tubuhnya, ku dekap dia. “…aku menangis karenamu, aku tersenyum karenamu, aku tertawa karenamu, dan aku bersedih juga karenamu.” Ku regangkan pelukanku. Kulihat dia tersenyum. Entah mengapa, aku ikut menarik 2 sudut bibirku membentuk sebuah senyuman.
“Tuh kan, kamu senyum aku jadi ikutan senyum.” Tanpa sadar, aku mengecup pipinya. Ah, bukannya itu sudah biasa? Tidak! Ini tidak biasa! Kali ini aku mengecupnya cukup lama. Mungkin, aku mencoba menyalurkan semua perasaanku melalui kecupan itu. Memang bukan ciuman bibir. Tapi, tidak semua rasa sayang disalurkan dengan sebuah ciuman bibir bukan?
“Aku sayang kamu, Vin.” ucapnya. Kurasakan semakin memelukku erat, akupun membalas pelukan tersebut.
“Aku juga sayang kamu, Ag.”

Aku mengerjapkan mataku, perlahan mataku terbuka. Cahaya matahari masuk melalui celah jendela. Akupun bangkit dan menuju kamar mandi. Seusai mandi aku teringat tentang Agni.
“Gini loh Ag, ada anaknya teman bapak kamu yang melamar kamu. Dan nggak ada salahnya kita terima. Jadi kami sepakat buat menikahkanmu dengan anak teman bapakmu itu.”
“Si… Siapa orangnya bu?”
“Cakka. Cakka Kawekas Nuraga dia anak yang baik lho, makanya bapak dan ibu nerima lamarannya. Yo wis tha nduk, kamu ndang tidur. Besok kita mbalik mara kampung.”
Siluet-siluet kejadian semalam muncul lagi dikepalaku. Tubuhku bergetar, aku menggigit bibir bawahku, mencoba menahan semua rasa sakit hatiku. Cengeng, tetapi itulah aku. Aku hanya seorang pemuda bodoh yang membiarkan gadisnya menikah dengan orang lain. Pemuda bodoh yang menjalin hubungan dengan gadis yang sama sekali ia cintai. Apakah aku harus membiarkan gadisku menikah dengan orang lain? Tidak! Agni harus menikah denganku! Segera aku menuju kamar Agni yang terletak di lantai bawah.

Ceklek,
“Agni… Ka…” kalimatku terhenti begitu saja saat aku melihat kamar Agni kosong. Jangan-jangan…
“Ma… Mamah…”
“Ada apa sih sayang? Emang kamu kira ini hutan apa? Teriak-teriak segala?” Ucap mamaku, Angel sembari menuruni tangga rumah kami.
“Agni mana ma?”
“Loh? Kamu nggak tahu ya?” Aku mengernyitkan kening, bingung. Agni menghilang? Ada berita yang tidak aku ketahui? Jangan-jangan Agni… Segera saja aku mengambil kunci motorku menuju rumah lama Agni.
“Loh? Alvin, kamu mau kemana? Alvin, Alvin,” Ucapan mamaku tak begitu aku hiraukan, yang ada difikiranku sekarang ini adalah : mencegah dan membatalkan pernikahan Agni.

Butuh waktu cukup lama untuk mencapai rumah lama Agni. aku harap Agni belum terikat pernikahan dengan siapapun. Di ujung gang rumah Agni, menjulang sebuah janur kuning yang melengkung. Aku segera mencari Agni.
“Eh, den Alvin toh. Mari masuk.” Tawar bik Ify. Aku hanya menggeleng.
“Em… Alvin mau ketemu Agni bik, Agninya ada?”
“Ada den, dia ada di kamar. Silahkan kalau mau ketemu.” Bik ify berjalan terlebih dahulu. Aku terpaku didepan kamar Agni. Sekelebat bayangan masa lalu kembali muncul dalam otakku.

“Alvin?! Ngapain kamu disini?”
“Ssst… Jalan-jalan yuk,”
“Tapi aku…”
“Nggak ada kata nolak! Pokoknya lo harus ikut gue!” Aku membawa Agni ke tempat rahasia kami. Tempat dimana kami berkenalan, tempat kami menghabiskan waktu berdua.
“Lho Vin, kok kamu bawaaku kesini?” Aku tak menjawab. Ku tatap matanya dalam, akupun berlutut dihadapannya. Ku genggam erat jemarinya. Aku menarik nafas.
“Ag, aku sayang sama kamu. Entah mengapa perasaan itu begitu dalam. Maukah kamu menjadi kekasihku?” Dia menjawab dengan anggukan. Aku refleks memeluknya.

“Alvin?!” Pekikan Agni cukup mengagetkanku.
“Nah, Ag, ibu tinggal dulu. Kamu ngobrol dululah sama den Alvin.” Bik Ifypun meninggalkan kami berdua. Ku pandangi wajah Agni, rasanya aku tak pernah bosan menatapnya. Dia adalah anugrah Tuhan yang terindah. Sungguh beruntung lelaki yang bisa memilikinya seutuhnya. Dan sayangnya lelaki itu bukan aku.
“Vin, Alvin...”
“Eh, iya Ag,”
“Kamu mau apa kesini?”
“Kamu cantik Ag, cantik banget.” Pujiku, ku lihat dia menunduk, entah malu atau…
“Ma… Makasih ya Vin,” Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain.
“Sayang ya Ag, pengantin prianya bukan aku.” Ucapku getir.
“Vin, aku…”
“Ag, izinin aku meluk kamu Ag. Aku janji ini yang terakhir.” Tanpa meminta persetujuannya aku memeluknya, merasakan lagi aroma tubuhnya yang sangat ku rindukan setiap saat.
“Ag, entah kenapa aku pengen waktu berhenti sekarang juga. Aku nggak mau pisah sama kamu.”
“Agni, ayo keluar nduk, Cakka sudah nunggu. Wis mau ijab ini.” Suara bik Ify menggema memenuhi ruangan. Agni keluar denganku. Sungguh, aku tidak sanggup melihat gadisku menjadi istri orang lain.

“Baiklah nak Cakka, ikuti saya.” Perintah mang Debo, ayah Agni.
“Baik pak,”
“Saya nikahkan dan kawinkan kau Cakka Kawekas Nuraga bin Hidayat dengan anakku Agni Tri Nubuwati bin Andryos dengan mas kawin seperangkat alat shalat dibayar tunai,”
“Saya teri…”
BRUK,,
Tubuh Agni ambruk ketika Cakka mulai mengucapkan ijab, aku menghembuskan nafas lega. Setidaknya, Agni belum resmi menjadi istri Cakka. Dengan sigap aku membawa Agni ke kamarnya. Aku menekan beberapa digit nomor diHPku untuk menghubungi Iel, dokter pribadiku.

Seusai Iel keluar dari kamar Agni, aku langsung menghujaninya dengan berbagai pertanyaan.
“Yel, gimana keadaan Agni? dia baik-baik aja kan? Kenapa dia bisa pingsan? Apakah dia perlu dibawa ke rumah sakit?” Aku dan Iel hanya berbeda beberapa bulan saja, sehingga kami tidak perlu menggunakan beberapa sapaan formal. Lagipula Iel  kurang suka dipanggil ‘dok’ atau ‘dokter’.
“Agni nggak papa kok Vin, dia cuma kecapekan aja.”
“Thanks Yel,”
“Oh ya, gue pamit dulu Vin,” Aku hanya mengangguk. Dengan gerakan kilat aku menuju kamar Agni. Ternyata, di kamar Agni sudah ada Cakka. Ku lihat Cakka menggenggam erat jemari Agni. Tuhan, apakah ku sanggup melihat semua ini? Seperti ada tubrukan benda tumpul dihatiku saat Cakka mengecup punggung tangannya. Seharusnya itu aku! Bukan Cakka!
“Aku sayang banget sama kamu Ag, sejak dulu malah. Cepat sadar ya Ag,” Dia mengakhiri ucapannya dengan mengecup pipi Agni. Sedalam itukah perasaannya? Apakah aku pantas bersama Agni?

Dengan berat hati aku merelakan Agni untuk menikah dengan Cakka.

“Baiklah nak Cakka, ikuti saya.”
“Baik pak,” kata Cakka sembari melirik Agni dan aku secara bergantian. Agni selalu menundukkan kepala menahan tangisnya. Sayang, aku tidak bisa lagi menyeka air matanya. Agni, tolong hentikan air matamu.
“Saya nikahkan dan kawinkan kau Cakka Kawekas Nuraga bin Hidayat dengan anakku Agni Tri Nubuwati bin Andryos dengan mas kawin seperangkat alat shalat dibayar tunai,”
“Tunggu!” Tiba-tiba Cakka menghentikan acara pernikahan mereka. Dia menarik Agni kearahku.
“Ag, kamu menikahlah sama Alvin. Aku rela kok,” Aku dan Agni terkejut mendengar ucapan Cakka.
“Cak… Cakka…”
“Aku tahu Ag,  cinta kamu cuma buat Alvin. Bukan aku, jadi aku harap kalian bisa bersatu.” Cakka melangkah untuk pergi, namun baru beberapa langkah ia berbalik dan mengecup kening Agni.

Tahun demi tahun ku lalui sebagai suami dari seorang Agni Tri Nubuwati. Kini, aku dan Agni telah memiliki seorang anak, yaitu Nuna. Aku sangat menyayangi mereka. Bagiku mereka adalah hartaku yang paling berharga. Agni dan Nuna serta mamaku adalah perempuan yang berarti bagiku sekarang, esok dan selamanya. Aku bersyukur, karena Cakka telah menyerahkan posisinya sebagai pengantin pria kepadaku. Apabila tidak? Entahlah. Aku tidak dapat membayangkannya. Bagaimanapun keadaanmu, I will stay loved you Agni.
+++
Dan jika dulu cinta yang memisahkan kita,
Pada akhirnya, cinta juga yang menyatukan kita,
Kamu dan aku telah bersatu untuk selamanya,
Benar kata orang,
Cinta sejati tidak akan pernah lekang oleh dan waktu,
Aku akan selalu mencintaimu.
+++
Haish, jelek yah?
Maaf, penulis masih amatiran.
Dibaca, and coment aja yah? #Ngarep
Sankyu…


Author

Magic

Hallo… Aloha… Halah GJ dah, yasudahlah perkenalkan nama saya Cakka Kawekas Nuraga. Kalian bisa panggil saya Cakka, Eka, Raga, Aga, asalkan bukan ‘cicak’ saja. Wkwkwk… Just kidding pembaca. Kalian panggil saya Cakka saja yah… Weleh, formal banget dah! Hari ini gue resmi jadi anak SMA Persada. SMA Persada cuy… SMA RSBI terkenal seantero dunia. Hari ini menyebalkan pembaca, bayangkan saja yah. Pertama, gue harus pake topi Koran ala mr.Bean, pake kaos kaki belang black and white, tag name bentuk koala *PLETAKS* hehe… kagak ding, bentuk melati. Melati pembaca! Melati kan khusus cewek! Masak seorang Cakka Kawekas Nuraga memakai name tag bentuk melati! OH NO!!! APA KATA DUNIA NANTI?!? Oh ya, name tag yang bentuk melati cuma dipakai sama gue dan seorang cewek. Kagak tahu dah siapa! Emang sih, disini kalau mos bentuk name tagnya buah, bunga, dan hewan. Dan setiap satu bentuk name tag, hanya untuk satu cowok dan cewek. Tapi, beruntunglah Iel, sohib gue karena dia bisa satu bentuk name tag dengan Sivia, ceweknya. Lain Iel, lain pula gue! Gue kena apes! Mana setiap cowok dan cewek dengan bentuk name tag yang sama harus pasangan, duduk bareng, makan sepiring berdua saat MOS berlangsung. God help me… Semoga cewek itu nggak jadi C~Luvers yang rada buas itu… *Pletaks* ditimpukin dah gue!

“AGNI!!!” Setdah, apa-apaan nih?! Kenceng banget manggilnya! Gue noleh dah, ebuseet… Cewek itu bikin gue cengo’ dah! Eit, bukan cewek yang manggil loh, yang dipanggil baru iya. Manis banget deh! Senyumnya bikin gue terpikat banget! Saat dia berkedip, gue tersepona rasanya, eh terpesona.
“Ya Ra, ada apa?” Ya Allah, waktu denger suaranya serasa melayang deh! Nggak kuat gue denger suaranya. Sst… Jangan bilang ke Iel yah? Ntar gue dikecengin. Hehe…  Gue liatin name tagnya, kebetulan banget… name tagnya melati, sama kayak gue. Gue liat namanya, Agni. Hm… An unique name. Hahay… :D

“Kau hanya tersenyum, aku terpikat
Kau hanya berkedip, aku terpesona
Saat kau bicara, aku tak kuasa
Mendengar… suaramu…”

Teet… Teet… Teet…
Bel penyiksaan dimulai. Eh, ralat bel kebahagiaan dimulai! Karena gue bakal sebangku sama dia, dihukum sama dia, sepiring berdua sama dia. Senangnya hatiku dekat sama dia. Kini aku tersenyum dengan riang! Weleh, GJ dah! Wkwkwk… sabodo teuing ah. Agni… Agni… Belum kenal kamu lama aja bikin gue gila! Apalagi udah kenal kamu, Bisa masuk RSJ gue!
“Hey… Name tag kamu bentuknya melati yah? Aku duduk disamping kamu yah? Name tag aku juga bentuknya melati kok.”  Ya Allah, asli dah pengen pingsan gue. Anaknya kalem banget, suaranya itu loh! Mirip bidadari euy… Mana sopan lagi! Liat aja ngomongnya, pake aku-kamu.
“E… Eh, iya. Silahkan…” Ucapku sambil bergeser dan…

BRAK… Aduduh… sakit! Shit! Pake acara jatoh segala, bikin tengsin aja sih!
“E… Eh…” si Agni ngulurin tangannya, guepun nerima uluran itu. Dia mendekati wajah gue, gue kaget. Jangan-jangan…
“Lain kali hati-hati yah? Kan kalau jatoh sakit. Mana bahaya buat tulang ekormu lagi. Kamu nggak perlu geser lagi, kan yang tadi aku tunjuk udah kosong.” Bisiknya tepat ditelinga gue. Asli, gue kira dia mau nyium gue, eh taunya… Tapi tetep deg-degan banget gue!
“M… M… Iya. Makasih ya udah bantu aku.” Ah, bego! Bego! Bego! Kok gue ikutan pake aku-kamu sih?! Argh... Mos pun dilanjutkan, saat tengah mencatat pulpen gue tintanya abis.
“Shit! Pake acara tinta abis lagi! Bisa dipenggal nih gue! Mana pulpen cadangan gue ketinggalan lagi! ” Gue bergumam kesel. Bikin gondok aja deh! Mana nggak bawa pulpen cadangan lagi!
“Nih, pake! Lain kali jangan lupa bawa pulpen cadangan yah…” Ucap Agni sambil nyodorin pulpennya ke gue, gue hanya ngangguk dan nerusin nyatet.

Teet…Teet…
Bel istirahat berbunyi, pengennya sih ke ruang musik buat maen gitar. Tapi, panggilan alam berbunyi. Cacing cacing diperut gue udah pada demo buat minta makan. Jadilah gue kekantin. Eh, sampenya disana gue keabisan makan. Gue balik dah kekelas.
“Nih, makan! Laper kan?” sebuah pop mie ada dihadapan gue, gue ngengok aja tuh. Hwa…
“AGNI?!” pekik gue, sumpah kaget.
“Nih makan, jangan cuma ngelus perut.” Katanya sambil senyum, manis.......... banget gula aja lewat #oke,lebehsayakumat. Gue nerima tuh sodoran pop mie, lumayan.
Teet… Teet... Teet…
Bel masuk berkumandang, Tobat Cak… Tobat… Sepanjang pelajaran gue cuma mandang wajah cewek yang bernama AGNI.
Teet... Teet... Teet...
BEL PULANG BERBUNYI, HORE!!!! Gue langsung tancap gas ke parkiran ngambil ninja gue. Gue cengo’ saudara, kalian tahu apa yang gue liat? AGNI cuy! AGNI! AGNI NAEK MOTOR! MANA CAGIVA PULA! Beh, keren tuh anak... J
Ditengah perjalanan pulang, gue tertegun saat melewati taman kompleks HSH alias home sweet home gue. Soalnya, Agni ada disana. EH?!
CIIITTT.....
Ah elah, penulisnya amatiran nih. Masak gue ngeremnya dideket comberan. Penulis tega... T.T
*Penulis : ah elah, bawel lu! Udah mending lu gue selametin dari comberan, brisik aje lu!
Cakka : Nyelametin apa nyelametin, bilang aje amatiran lu!
Penulis : emang gue amatiran, mau apa lu?! cepetan balik kecerita!
Cakka : dasar bawel
Penulis : CEPETAN BALIK!!*
Hwa... Saudara sekalian baca kan seberapa kejemnya penulis sama gue. Sabodo teuing sama penulis, gue mau liat ngapain Agni dulu.
“Adek-adek udah pada kebagian?” tanya sebuah suara, yap dia Agni.
“Udah kak...” jawab anak-anak kecil yang bersama Agni kompakan.
“Nah, kakak pulang dulu yah?”
“Jangan kak, nggak boleh! Osa masih mau main sama kak Agni.”
“Iya, Netha juga!”
“Silvia juga!”
“Gandhi juga!”
“Ourel juga!”
“Oliv juga!”
“Tian juga!” Agni tesenyum.
“Iya, iya. Kalian lucu banget sih?! Adeknya siapa sih?”
“Adeknya kak Agni dong!” jawab semuanya kompak, lagi. Agni terkekeh.
“Hehe… yaudah yuk main. Mau main apa?”
“Petak umpet,”
“Cublak-cublak suwung,”
“Gini aja, siapa yang milih petak umpet angkat tangan,” 5 anak ngacungin tangannya. “Kalau cublak-cublak suwung?” atu, dua, tiga, ...sepuluh anak ngangkat tangan tuh!
“Nah, main cublak-cublak suwung dulu, baru petak umpet.” Merekapun main dengan riangnya, guepun menghayal kalau punya anak sama Agni.
Khayalan mode : on
“Aduh, Acha... nggak boleh nakal sama Ozy ah,” Ucap Agni dengan perut membesar, yap dia hamil. Sekedar informasi, anak gue namanya Larissa Safanah Arif biasa dipanggil Acha. Kalau Ozy itu anaknya Sivia-Gabriel. Mereka seumuran, nah ada rencana tuh gue jodohin. Hehe... :D
“Iya, iya mah...”
“Jangan iya doang, cepet minta maaf.”
“Oji, Acha minta maaf yah?”
“Sip Achantik, ayo main lagi.” Agni tersenyum melihat keakuran 2 bocah lucu itu. Tak lama kemudian,
“Argh... Argh...” si Agni merintih, nah sebagai suami yang baik gue langsung bawa dia ke kamar and panggilin dokter. Kali aja anak yang ada dikandungannya brojol. Selama Agni ada didalem gue mondar-mandir gitu, ala sinetron. Tak lama kemudian,
“Oek… Oek... Oek…” Ck, lagi-lagi penulisnya nggak handal nyamarin suara. Bodo amat dah, yang penting anak gue lahir.
Khayalan mode : off
Ah, penulisnya gangguin gue aja nih. :( padahal lagi asyik tuh anak gue udah brojol. Gue senyam senyum dah bayangin punya anak sama… Hm… Hm… Agniku tersayang Agniku tercinta. Hahay… Niatnya gue mau langsung pulang, taunya pas gue mundur…
GUBRAK…
Nah tuh kan, penulisnya nggak handal nyamarin suara. But, kalian tau nggak?! Gue jatuh woy! Lutut gue atit… Agniku tersayang, eh bukan waktunya nyanyi Cak. Mamah… Agni… Lutut gue sakit… Huhuhu… :’(
“Loh?! Kamu?! Kok bisa jatuh sih?! Sini aku obtain, lututmu berdarah tuh.” Suara itu, gue noleh.
“Agni?!” Pekik gue kenceng, sampe-sampe tuh 15 bocah yang tadi main sama Agni nutup telinga semua.
“Aduh Cakka Kawekas Nuraga, kalau kaget kira-kira donk. Bisa pecah nih telinga,” Omel Agni. Gue nyengir. Guepun dibantu Agni sampe tuntas, sampe kagak ada luka yang nutupin tubuh sexy gue *ditoyor penulis*. Ngeh, penulis oon! Sakit dodol! Gue sekarang lagi dikamar, lagi ngelamun.
*penulis : Ngeh, ngelamun jorok pasti itu…
Cakka : BERISIK!! Balikin gue ke cerita!
Penulis : Lah kok gue yang dimarahin?!
Cakka : Balikin kagak?!
Penulis : iya dah, BALIK KE CERITA*
Penulisnya selalu gangguin aye. Gedeg saya. Agni... Agni... Semua yang kau lakukan bikin gue terpesona, It's magic.
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Bagiku kau yang teridah…

+++


Hola… Hola.., balik lagi sama gue, Cakka Kawekas Nur..*radagendut* Ish… Penulis tukang nyaut! Salah tuh nama gue! Ralat dulu ya para pembaca? Nama saya Cakka Kawekas Nur..*radagendut* BERISIK nih penulis! Bisa diem kagak lu! *kagak* Okeh, gue mau bilang Apin dulu… Biar lu dipecat jadi anggota Alvz, *yah, jangan dong Cak…* makanya diem! Okeh, balik lagi sama gue, CakkaKawekasNuragaanakpalingcakepsejogja.

*Penulis : Cak, lu ngomong apa kumur-kumur?!
Cakka : Ya ngomonglah! Abisnya kalau nggak cepet keburu lo motong omongan gue,
Penulis : Oh, yasudahlah! BALIK KE CERITA!!”

Hehe, pada bingung yah?! Gue ulang yah, berhubung saya baik hati dan tidak sombong, patuh terhadap orang tua, serta rajin menabung (?) saya ulang deh, nama saya Cakka Kawekas Nuraga anak paling cakep seJogja.
Nah, sekarang saya lagi ada disekolah, lagi mandang wajahnya Agni yang super.......duper........ manis itu :D #lebehsayakumatagain. -_-“

“Cak. Cakka. Cakka!” gue kayak ngedenger suara Agniku tersayang Agniku tercinta. Beneran kagak yah?!
“CAKKA KAWEKAS NURADAGENDUT!”
“Dasarpenulissedengmauapalo?!ganggugueajalo!” Teriak gue refleks, gue langsung tutup mulut donk. Malu euy, gue yakin muka gue pasti meraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh banget kayak kepiting! #Lebehsayakumatagain. Gue liat Agni sudut mata gue, dia cengo banget.
“Eh, eh, Ag... Ag… Sorry, gue nggak…”
“Nggak papa kok, kamu ngelamunin apa?”
“Nggak papa kok,”
“Oh, tapi kok kamu teriak penulis-penulis gitu?! Penulis apa sih?” Mati gue! Emak... *Lah, katanya kalau manggil mamah?!* dasar penulis tukang nyaut, brisik banget sih lu! okeh, gue ralat dulu yak?! Mama... tolongin anakmu. Ini gara-gara penulisnya nih, pake manggil gue Cakka Kawekas Nuradagendut. Eh, tapi Agni kok manggil gue sama kayak penulis sedengnya sih?! Jangan-jangan... o.O
“CAKKA KAWEKAS NURADAGENDUT!!” teriak Agni pas kuping gue. Haduh, bisa budek nih gue. Eh, tapi kagak lah. Kalau Agni kan suaranya lembut daripada penulis yang teriak, bisa pecah gendang telinga gue. Gue lirik Agni, ngek~ dia manyun. Ish, gemes gue. Pengen gue cubit dan gue ciumin deh. *Ngek, ngeres amat tuh pikiran.* bodo! Cuma nyium doang sih, santai wae penulis... *sedeng lu* BODO! Akhirnya gue cubit deh tuh pipi chubbynya Agni.
“Apa sih Agni?” Tanya gue sambil masih terus nyubit pipinya dia. Dia makin gembungin pipinya dan manyun. Tambah gemes dah gue. Unyu… unyu… :D :D
“Kamu nggak kekantin? Udah istirahat loh.” Refleks gue berhenti nyubitin pipinya Agni. beneran udah istirahat nih?! Alhamdulillah… *peace yang non, kan Cakka agamanya Islam. ^^v* Ngek, udah istirahat?! Kok gue nggak denger belnya.
*Penulis : Ye... mana lu denger?! Daritadi kerjaan lo ngelamun mulu. Ya jangan salahin gue dong.
Cakka : Dasar penulis amatir,
Penulis : Suka-suka lu deh Cak,
Cakka : dasar penulis sedeng, oon, amatiran, resek, selalu saja bikin gue apes. Kok bisa ituloh dia ikutan CGL?! Jelek-jelekin tim aja.
Penulis : Eit, dasar Cakka Kawekas Nuradagendut! BALIK KE CERITA now!*
Huh, dasar penulis sedeng. Eh, eh, kok gue ngerasa kaya dicubit orang ya?
“Agni?!” Pekik gue kaget. “ngapain lu nyubit gue?! Naksir yah?” lanjut gue.
“Ish, PD bener! Dasar CakDut!” Gue ngangkat sebelah alis gue.
“Nyeh, Cakdut?! Apaan tuh?!”
“CakDut adalah...” Dia ngegantungin kalimatnya, gue makin penasaran
“Adalah apaan?!”
“CAKKA GENDUT!! Hahaha, dadah Cakka.” Ucapnya sambil tertawa kecil dan menurut gue itu maniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiisssssssssssssssssssssssss bbbaaaaaaaaaaaannnnnnngggggggggeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeettttttttt #lebehsayasukakumatkalauudahngomonginAgni
Teet... Teet... Teet...
YES!! BEL PULANG HORE!! Eh, tapi ntaran aja dah pulangnya. Malu euy, gue hari ini bawa scoopynya si Apin, gara-gara ninja gue dipake buat ngecengin pacarnya. Hadeh, Apin... Coba lu kagak kakak gue, kagak bakalan gue mau tukeran motor sama lu! salah sendiri, dulu dikasih ninja item ditukar sama scoopy. :p *jahat lu Cak, sama adek sendiri juga.* bodo! Salah siapa, udah punya pacar masih suka ngresein gue. *Ngek, Apin punya pacar?! Oh no!! Pupus dah harapan gue!! :’(* Sukurin. Eh, lu kan yang nulis, pasti lu tahu kan? *Hehe, ada deh Cak* ah elah, dari cara lu nyengir ketauan kalo lu ada niat busuk sama gue. Yo wes lah. Gue celingak- celinguk.  Hhh... Untung sepi. Gue langsung ngacir ke parkiran. Begitu gue mau pulang, begitu kagetnya gue waktu ada yang nepuk pundak gue dari belakang. Gue nengok, dan alhasil gue cengo’ liat orang yang nepuk pundak gue dia adalah… *Agni* kagak.
“ALVIN?!”
“Heh, yang sopan! Pake kakak! KAK Alvin,” Ucapnya dengan penuh penekanan pada kata ‘kak’.
“iya… Iya… Kak Apinupinipin.”
“Suka-suka lu deh Cak.” Dia malah cengengesan, bikin gue empet aja sih, “Eh, gue pulang dulu yah?” Dia ngacir, tapi gue liat dia ngedipin matanya sambil monyongin mulutnya sama seseorang yang bikin gue penasaran setengah mati. Gue dalam hati berdoa, semoga orangnya bukan AGNI TRI NUBURAGA *Eh, kok Nuburaga?* Nubuwati-Nuraga. *Ngeh, dasar CAKKA KAWEKAS NURADAGENDUT* seterah lo deh -_-“

WUSH...
Sebenarnya gue rada ilfeel sama yang nulis ini, bego’ banget dalam urusan nyamarin suara *ditoyor penulis* okelah. Angin berhembus dengan kenceng, gue malingin muka ke kanan, soalnya arah anginnya ke kanan sih. Gue liat Agni. eh, Agni?! Ya Allah, cantik bener dah. Rambutnya beterbangan ditiup angin. Beh… Kayak iklan sampo deh. Makin cinta deh. Bener-bener mahkluk yang paling indah, selain nyokab gue pastinya.

Mahakarya Tuhan menciptakanmu,
begitu indahnya, mahkluk sepertimu,
saat kau bicara, aku tak kuasa,
mendengar... suaramu...

Malam ini, gue lagi termenung ngeliatin bintang yang bikin symbol huruf ‘A’ dan bulan sabit yang nyimbolin huruf ‘C’. Yang menurut gue, ‘A’ itu Agni dan ‘C’ itu Cakka. Pokoknya semua yang AGNI TRI NUBUWATI lakukan baik itu hal-hal kecil bikin gue selalu tersepona, eh terpesona. Pokoknya gue harus nembak dia, HARUS. Akhirnya gue mutusin buat tidur.
Dream : : On
“Saya terima nikah dan kawinnya Agni Tri Nubuwati bin Gabriel Stevent Damanik*kagakkepikirananakICyanglainlagi,hehe* dengan mas kawin tersebut tunai,”
“Sah?!”
“Sah!”
“Alhamdulillah…”
Hehe, para pembaca… sekarang gue sama Agniku tersayang Agniku tercinta udah nikah loh, *nggak nanya*. Okeh, kali ini gue kagak bakalan ngegubris penulis yang ngegerecokin gue. Legaaaaaaaaaaaaaaaaaaa banget! Gue udah nikah sama Agni. Nggak kerasa udah malem pembaca. Sekarang gue udah ganti baju tidur dan nungguin Agni keluar kamar mandi.
CEKLEK... Pintu kamar mandi kebuka, hahasek... Eit, pembaca jangan omes dulu yak? Agni berjalan kearah gue, dia senyum maaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnnnniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiissssssssssssssssssss bbbbbbaaaaaaaaaaannnnnnnnnnggggggggggggeeeeeeettttttt #Lebehkumatmendadak
Gue meluk pinnggangnya, diapun meluk leher gue. Gue miringin kepala,
Jarak kita deket...
Semakin deket…
Dan...
Dream mode : : off

PLUK… Sebuah bantal mendarat dimuka gue. Gue nyoba melekin mata gue. Gue liat kak Apin ngomel-ngomel,
“Ah elah, lu mimpi apaan sih Cak? Peluk-peluk gue, pake monyongin bibir lagi. Jangan bilang lu MAHO!” gue geplak tuh kepalanya. Dia meringis. Gue balik tidur lagi ah, sumpah tadi gue lupa kalau kak Apin tidur dikamar gue.

Hari ini gue nggak niat sekolah sama sekali, yang ada dipikiran gue cuma Agni, Agni, dan Agni
Teet…Teet… Teet…
Bel pulang berbunyi, gue langsung bawa Agni ke taman kompleks gue. Disana, gue mangku gitar dan mulai nyanyi…

“Kau hanya tersenyum, aku terpikat
Kau hanya berkedip, aku terpesona
Saat kau bicara, aku tak kuasa
Mendengar… suaramu…
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Bagiku kau yang teridah…
Mahakarya Tuhan menciptakanmu,
begitu indahnya, mahkluk sepertimu,
saat kau bicara, aku tak kuasa,
mendengar... suaramu...
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic”

Gue berlutut didepannya, gue genggam tangannya dan letakin tangannya itu ke dada gue. Gue tatap matanya dalam,
“Ag, sejak pertama kali gue ngeliat lo, gue suka sama lo. Mungkin jatuh cinta. Senyum lo, cara lo ketawa, semuanya dari lo gue suka. Would you be mine?” Tanya gue.
“Dia nggak bakalan nerima lo, karena dia gebetan gue Cak,” Sahut kak Alvin yang ternyata ada dibelakang gue.
“Nyeh…” Gue pasang tampang madesu. Kak Alvin nyamperin gue dan Agni. dengan gerakan kilat dia ngecup pipinya Agni. Hue mamah… Gue pengen… -_-“
“Tapi tenang Cak, baru gebetan. Biar dia yang milih, gue apa lo. Ag, lo pilih gue atau dia?”
“Gue bingung, jalanin dulu ajah yak?” Gue dan kak Apin cengo’ tapi tangan gue digandeng tangan kiri Agni, tangan Agni yang satunya gandeng kak Apin. Gue dan kak Apin tersenyum jail,

1…

2…

3…

CUPP…
Pipi kiri Agni dikecup gue, Pipi Agni yang kanan dikecup kak Alvin.
“Kita sayang lo Ag…” Teriak gue dan kak Alvin bareng. Kita bertigapun tertawa bersama.

__THE END__

Gimana? GJ yah?
Haha, coment aja yah...

_Kartika_