Sabtu, 30 April 2011

Cinta dan Kasta

Cinta dan Kasta



 BUGH… BUGH….
Suara hentaman terdengar amat sangat keras. Memantul seiring dengan desisan angin malam yang menusuk tulang. Rasa ngilu menyerang sekujur tubuh. Darah yang mengalir dari ujung bibir perlahan mulai mongering. Tak peduli seberapa keras hentaman itu mengenai tubuhnya, ia terus meronta meminta ampun. Sungguh tega! Lelaki bertubuh kurus yang sepertinya tinggal tulang dan kulit dipukuli oleh beberapa orang lelaki bertubuh tinggi besar yang dipenuhi tatto dilengan dan dadanya, rambut mereka gondrong ditambah dengan otot lengan yang terbentuk serta perut sispack. Lelaki kecil itu terus meminta ampun. Apakah yang dipikirkan oleh para lelaki besar yang sepertinya lebih tepat disebut lelaki bengis itu? Mengapa mereka sungguh tega? Jika jumlah mereka hanya 1 tak begitu masalah. Namun ini… jumlah mereka amat banyak. Satu? Lebih pastinya! Lima? Lebih dari itu! Tepatnya 7 orang. Ck… Apakah yang mereka fikirkan? Tega sekali mereka!
“Heh! Lo udah gue bilangin supaya nggak macem-macem sama boss gue, tapi apa yang lo lakuin? Lo budek ya?!” Ucap seorang dari kawanan lelaki bertubuh besar tersebut.
“Am…pun…bang… bu…kan… itu… maksud…”
“Ah! ALASAN! NIH RASAIN!”
BUGH… Belum sempat lelaki yang menjadi korban amukan para kawanan lelaki bengis itu menyelesaikan omongannya, para lelaki itu kembali memukulinya.
“AW!!!” Pekik lelaki kecil itu yang bernama Cakka
“NGRASAIN SAKIT KAN LO?! NIH RASAIN!”
BUGH… Kepalan tangan itu kembali menerjang perut Cakka, kepalan itu tidak sekedar sakit, namun juga mampu mengaduk-aduk isi perut Cakka.
BUGH… Hantaman itu kembali menerjang muka Cakka, tepatnya dipipi sebelah kanan. Darah segar mengalir dari sudut bibir kanan Cakka.
“Hahaha… Rasain! Ayo cabut!” Tawa itu menggelegar, memecah keheningan malam. Cakka terduduk sambil merasakan perih diseluruh tubuhnya. Lututnya terasa lemas, ia meringis menahan sakitnya tak membiarkan air mata jatuh dari pelupuk matanya. Sayang, usahanya sia-sia. Air matanya tak mampu lagi terbendung, titik-titik air yang sangat dibencinya itu jatuh satu persatu mengalir melewati pipinya. Akhirnya, ia pulang dengan langkah gontai.
Cakka, lelaki kurus yang tinggal sebatang kara setiap harinya harus dikejar-kejar preman karena hutang yang dia miliki. Belum lagi gerombolan preman lain yang tak menginginkan dirinya mengganggu ‘boss’ mereka. Sebenarnya bukan Cakka yang mengganggu ‘boss’ mereka, tetapi ‘boss’ merekalah yang tidak ingin Cakka bersanding dengan pujaan hatinya, Agni. Ya, nasib sial selalu menghampiri Cakka. Namun, tidak dengan kisah asmaranya. Dia memiliki seorang kekasih yang bernama Agni. Tak lengkap namanya kalau kisah asmara tidak diselingi dengan adanya ‘orang ketiga’, dan ‘orang ketiga’ itulah yang kini membahayakan nyawa Cakka. Terlebih perbedaan kasta yang menjulang menjadi intrik tersendiri bagi kisah cinta mereka. Dan ‘boss’ dari preman itu merupakan calon suami dari Agni yang tak lain adalah Alvin. Alvin memanglah pemuda yang tampan dan terhormat, namun sikapnya yang ambisius dan posesif tidaklah mencerminkan seberapa ‘terhormat’nya dirinya itu. Dia rela melakukan apa saja untuk mendapatkan Agni, termasuk melenyapkan nyawa Cakka. Walaupun dia mengetahuinya Agni menerimanya karena paksaan dari kedua orang tua Agni.
***
Cakka tengah bersandar pada balai bamboo diteras rumahnya sambil memegangi wajahnya yang memar akibat ulah preman-preman itu.
“Argh…” Rintihnya.
“CAKKA!!!” Seru seseorang, Cakka menoleh. Sebuah senyuman mengembang dari bibirnya.
“Agni?!” Pekiknya senang, segera saja Agni duduk disampingnya.
“Aduh Cakka… Kamu kenapa? Pasti ini ulah Alvin! Ya kan?!”
“Ng… Nggak kok!”
“CAKKA! Please, jangan bohongin aku! Aku nggak suka!”
“Maaf…” Maaf? Hanya kata itu yang keluar dari bibir Cakka? Hanya itu? Cakka! Come on… Kamu udah dianiaya Cakka! fikir Agni.
“Come on… Cakka! Ini bukan yang pertama kalinya Cakka! Ini udah sering banget terjadi!!”
“Nggak papa kok Ag!”
“AGNI!!!” Teriak seseorang lagi, sontak Cakka dan Agni menoleh ke sumber suara.
“Alvin?!” Pekik Cakka dan Agni bersamaan. Mereka melihat aura neraka terpancar dari diri Alvin.
“Agni! Sudah berapa kali aku bilang jangan dekat-dekat dia!”
“Apa hak lo Vin?! Gue bukan siapa-siapa lo!” Ucap Agni sambil memberi penekanan pada kata ‘bukan siapa-siapa’.
“Kamu lupa ya? Aku calon suami kamu! Remember that?! And I hope you don’t near with this poor male again! Understand?”
“Hello! Alvin! I don’t love you! I just love him! Just Cakka! Just Cakka Kawekas Nuraga! Not you Alvin Jonathan Sindhunata! I hope you know it!”
“NGGAK! KAMU MILIK AKU! KAMU JUGA CINTA AKU!” Teriak Alvin histeris. Ya, dia memang seorang yang mudah sekali emosi.
“Sayangnya ini kenyataan Vin, kamu harus bisa terima itu!”
“Nggak! Kamu harus pulang sama aku!” Alvinpun menyeret Agni dari rumah Cakka yang menurutnya lebih pantas disebut ’gubuk’ itu.
***
PLAKK…
Sebuah tamparan mendarat dipipi kiri Agni. Panas, marah, kecewa, sedih, ah… semuanya menjadi satu! Ia marah karena Alvin selalu berlaku kasar kepadanya. Kecewa karena dia tidak bisa bersama dengan orang yang ia cintai. Sedih karena dirinya mungkin harus hidup dengan orang yang sepertinya lebih pantas disebut sebagai monster tersebut.
“Apa hak lo nampar gue Vin?! APA?!” Nadanya terdengar tinggi sekali, tangannya masih memegangi pipi kirinya yang bekas ditampar Alvin.
“HAK GUE?! GUE CALON SUAMI LO! GUE CALON SUAMI LO AGNI TRI NUBUWATI!!”
“Calon suami?! Calon suami apaan yang tega nampar calon istrinya sendiri?! Calon suami apaan yang suka memaksakan kehendaknya?! CALON SUAMI APAAN YANG TEGA NYAKITIN ISTRINYA SENDIRI! DAN CALON SUAMI APAAN YANG MENIKAHI CALON ISTRINYA NAMUN CALON ISTRINYA TIDAK PERNAH MENYUKAINYA APALAGI MENCINTAINYA!” Nada suara Agni semakin tidak teratur dari yang semula rendah, perlahan meninggi.
PLAKK…
“Baru ditinggal bonyok kita aja lo udah berani nampar gue! Apalagi nanti gue udah jadi istri lo! Bisa mati gue sama lo!”
“Hey, apa yang tadi kamu bilang? Mati?! Nggak bakalan sayang! Karena apa? Gue sayang banget sama lo!” Ucap Alvin sambil mengelus-elus pipi Agni. Agni hanya diam, tubuhnya bergetar ketakutan saat Alvin mulai mendekatkan diri dengannya. Alvin memeluk Agni.
“Udah tahu seberapa besar rasa sayang gue ke lo!” Alvin melepaskan pelukannya, dia memiringkan tubuhnya, jarak mereka makin tipis, Agni segera memalingkan wajahnya. Alvin tampak geram
PLAKK…
“Udah berapa kali gue bilang, JANGAN PERNAH NOLAK APA YANG GUE INGINKAN!”
“Gila lo Vin! Bener-bener GILA! Emang lo bisa milikin tubuh gue! Tapi NGGAK sama HATI gue!”
PLAKK…
“TAMPAR LAGI VIN! TAMPAR GUE TERUS KALO ITU BISA BIKIN LO BAHAGIA!”
PLAK…PLAK…
“TAMPAR TERUS VIN!”
Alvin sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi, namun tangannya terhenti. Dia menurunkan tangannya dan meninju tembok disebelah kirinya.
“Argh…” Alvin mengeluarkan ponselnya, nampaknya dia hendak menelpon seseorang.
“Lenyapin dia sekarang!!” Alvin memutuskan koneksi via teleponnya. Senyum miring terbentuk dari bibirnya. Agni tidak mengerti dengan sikap Alvin. Dia lebih memilih untuk kembali kekamarnya dan meninggalkan Alvin.
***
Seminggu sudah, Agni tak bertemu dengan Cakka. Kegelisahan mulai menghampiri dirinya. Apa yang terjadi sama dia? Apakah nekat lagi? Jangan! Itu nggak boleh terjadi.

“Nyanyikan lagu indah…
Tuk melepasku pergi
dan mungkin tak kembali…
nyanyikan lagu indah…”

“Hallo…”
“Hallo… Nak Agni…”
”Ibu Rasya?!”
“Ya nak… Ini ibu Rasya…”
“Ada apa bu?”
“Em… Saya mau ngabarin kalau nak Cakka meninggal karena dikeroyok preman-preman itu lagi!”
“APA?!”
BRAK…. HP Agni terjatuh dan ia pingsan seketika.
***

“Cakka… Kenapa kamu tinggalin aku?! Kenapa Cakka?! Kenapa?!” Isak Agni di makam Cakka. Air matanya menetesi tanah makam Cakka.
“Kamu tahu Cakka… Aku nggak bakalan bisa hidup tanpa kamu! Aku nyusul kamu ya Cakka?” Miris... Itulah keadaan yang tergambar sekarang. Agni mengeluarkan sebilah pisau lipat dari sakunya. Ia membuka lipatan pisau tersebut dan mengelus ujung pisaunya menggunakan jari telunjuknya.
“Cakka… Tunggu aku disurga ya…” Dengan tubuh yang bergetar ia mengarahkan pisau itu ke nadinya. Darahpun mengucur dari pergelangan tangannya. Dan tak lama kemudian, ia tergeletak dengan bersimbah darah disebelah makam Cakka. Hm… Rupanya kedua sejoli ini memang tidak ditakdirkan untuk mersatu di dunia, namun mereka mungkin saja ditakdirkan bersatu di akhirat. Memang tak selamanya perjalanan hidup berjalan mulus, terkadang ada batu ganjalan yang harus dilewati. Dan apakah selamanya jalinan cinta harus terganjal oleh adanya perbedaan kasta? Entahlah! Hanya Tuhan yang tahu.
+++

Yak, endingnya aja nggak tau ini CAGNI atau ALNI.
Hahay… Gimana? Gimana?
GJ yah…
- Alasan pemilihan karakter : :
Cakka : : Sempet kepikiran buat cerpen ini jadi ALNI, karena kecewa berat sama gossip itu. Malah, mau jadiin Cakka yang peran Phsyco. Haha… Saking kecewanya saya, tapi yasudahlah! Sekarang cerpen ini tetap CAGNI!
Agni : : Karena saya Agniaza, jadi saya pilih dia! Chayo Agniaza! Chayo CakkAgni Lovers! *weleh, nggak nyambung*
Alvin : : Yak, karena saya Alvz, berhubung bikin cerpen tentang saya dan Alvin dapat menyebabkan saya bonyok digebukin Alvz lainnya jadilah saya selipin Alvin diantara CAGNI. Jadilah cerpen dengan main chara CAGVIN!
-      Maaf yak jika frontal+GJ banget!
*kabur dulu ah, sebelum digebukin CL karena udah nyiksa Cakka


1 komentar: