Selasa, 02 April 2013

Just Dialogue

ps : kalo mau tau konfliknya baca dan cermati tiap kalimatnya baik-baik, karena cerpen ini cuma terdiri atas dialog dan 2 buah surat


            “Alvin, kamu mau kemana?”
                “Bukan urusan lo! Udah cukup elo  hancurin gue DULU!”
                “Tapi Alv...”
                “Jangan panggil gue dengan sebutan itu lagi. Alv udah mati seiring dengan pilihan Ni 5 tahun yang lalu,”
                “Alv...”
                “Hentiin air mata lo! Gue bukan Alv yang bakal luluh sama air mata lo.”
                “Alv, jangan pergi...”
                “Andai aja kamu tau yang sebenernya...”
                “Kalo kamu nggak mau dia lahir...”
                “Gue emang nggak menginginkannya. Sama sekali tidak, baik elo maupun dia.”
+++
                “Gue nggak bisa kayak gini terus, Chels. Gue capek.”
                “Elo musti berdamai dengan ego lo, Vin.”
                “Nggak bisa Chels, setiap gue liat dia pasti gue inget keputusannya 5 tahun lalu. Gue nggak pernah bisa terima ini, dia dulu  yang memaksa untuk pergi dan merubah statusnya menjadi ipar gue, dan sekarang apa? Dia kembali lagi dan kini dengan status istri gue. Gue bukan boneka Chels, gue capek.”
                “Kenapa, Vin? Bukannya dulu elo yang seneng kalo dia menjadi istri elo”
                “Nggak Chels, cukup semua luka ini.”
                “Vin, dia nggak salah, dia nggak pernah salah. Ini semua sudah takdir kalian.”
                “Takdir macam apa? Kenapa saat gue mulai sayang sama elo hal ini terjadi? Kenapa saat gue mulai move on dari semua keterpurukan gue dia harus kembali? Kenapa dia harus kembali dengan kondisi yang berbeda.”
                “Kondisi yang berbeda? Elo nggak mempermasalahkan kandungannya kan?”
                “Nggak, sama sekali bukan karena kandungannya tapi karena posisinya sebagai istrinya kak Cakka. Gue selalu sakit pas inget dia lebih milih kak Cakka daripada gue.”
                “Pikirin lagi, Vin. Jangan sampe elo nyesel nantinya.”
                “Kenapa elo baik banget, Chels? Kenapa elo masih baik ke gue, padahal elo tahu gue belum bisa bales perasaan elo?”
                “Buat gue, ngeliat elo selalu tersenyum itu udah lebih dari cukup, Vin.”
                “Makasih Chels, gue nggak tau apa jadinya gue apabila elo nggak pernah disamping gue saat ini.”
+++
                “Tuhan, apakah dosaku di masa lalu tak akan pernah termaafkan? Cakka, izinkan aku dan anak kita pergi untuk menyusul kamu. Maafin Agni, Yah, Bun, Pah, Mah, Ray, ini yang terbaik buat semua.  Maafkan aku, Vin hanya surat ini yang menjelaskan semuanya, karena kondisi kita saat ini nggak memungkinkan kita untuk berbicara.”
+++
“Aku tahu ini beresiko, tapi inilah yang terbaik,”
“Ibu Agni, silahkan masuk”
“Siang dok,”
“Siang, apakah yang membuat ibu yakin dan kembali lagi?”
“Kami tidak pernah diinginkan olehnya,”
“Tapi 3 bulan  lagi mereka akan lahir, apakah ibu tidak ingin memberinya kesempatan untuk hidup, siapa tahu kehadirannya mengubah jalan pikiran dia,”
“Tidak dok, lakukan saja sesuai yang saya minta kemarin.”
“Baiklah, semoga ini memang yang terbaik.”
+++
“Apa?! Agni menggugurkan kandungannya?... Dia juga meninggal?... Ba, baiklah kami akan datang  untuk mengambil jenazahnya.”
“Ada apa, mah?”
“Antar mama ke rumah sakit harapan, Ray.”
“Ada apa sih, mah?”
“Beri tahu kakakmu,  Alvin untuk pulang ke  rumah sekarang juga”
“Mah, mah...”
+++
“Kak, elo disuruh Mama pulang ke rumah sekarang juga... nggak tau, tadi gue nanya dicuekin... kayaknya ada hubungannya sama kak  Agni deh... iya, soalnya tadi Mama mukanya kayak orang bingung gitu, kayak pas mama tau kak Cakka meninggal dulu... iya, buruan.”
+++
“Mah, in... ini beneran Agni?”
“Iya,”
“Mama nggak lagi sandiwara kan?”
“Buat apa bergurau semacam ini, ini bukan hal lucu. Mama udah kehilangan Cakka untuk selamanya, dan sekarang Mama kehilangan Agni dan calon cucu Mama juga untuk selamanya. Mama kira dengan menitipkan Agni ke kamu, Agni bakal ngelupain niatnya buat menggugurkan kandungannya, ternyata mama salah.”
“Mah, dulu kan Ray sudah pernah minta buat Agni jadi istri Ray, Ray bakal ngelindungin Agni, mah. Kenapa mama milih aku?”
“Apa kamu pikir mama nggak tau hubungan kamu, Agni, dan Cakka di masa lalu?”
“Mama, Ray kira ini bukan salahnya...”
“Apa Ray? Mama menyesal Ray, sangat menyesal. Harusnya 3 bulan lagi kita kedatangan keluarga baru. Tapi sekarang harapan itu musnah.”
“Maafin Alvin, mah. Ini semua salah Alvin,”
“...”
“Mah, maafin Alvin. Alvin bener-bener nyesel mah,”
“Penyesalan kamu sudah tidak berguna, Vin. Ray, urus pemakaman Agni sekarang juga dan jangan pernah biarin Alvin nyentuh jasad Agni.”
“Tapi mah, Alvin...”
“Tante, apa tante yakin dengan keputusan tante?”
“Tante yakin. Sekarang lebih baik nak Chelsea bawa Alvin pergi. Tante nggak mau liat dia dulu hari ini.”
+++
“Agni, maafin gue. Gue emang bodoh. Agni, kenapa gue nggak pernah mau dengerin elo dulu? Kenapa elo harus pergi dengan cara seperti ini?”
“Vin, pulang yuk. Agni mau dimakamin sore ini.”
“Nggak Chels, percuma juga gue pulang, gue nggak diizinin buat ketemu Agni untuk terakhir kalinya. Kalopun gue pulang, apa gunanya gue disana?”
“Biarin gue yang ngomong ke nyokap lo, sementara gue bujuk tante Nasya, sebaiknya elo di kamar dulu.”
“Elo yakin?”
“Iya,”
+++
“Tante Nasya, Chelsea mohon, izinin Alvin liat kak Agni untuk yang terakhir kalinya. Chelsea mohon Tan,”
“Nggak, Chel. Keputusan tante sudah bulat.”
“Om Jo, Chelsea mohon, ijinin Alvin buat liat kak Agni. Chelsea mohon, om”
“Om nggak bisa bantu apapun. Om sendiri juga kecewa sama Alvin.”
“Alvin mohon ma, izinin Alvin liat Agni, sebentar saja ma,”
“Untuk apa kamu berlutut seperti itu? Bukankah kamu tidak mau Agni hadir di kehidupanmu lagi?”
“Alvin mohon ma...”
“Nasya, aku rasa Alvin berhak melihat Agni untuk yang terakhir kalinya.”
“Apa?! Nggak Fy, udah cukup dia nyakitin Agni.”
“Alvin, kamu mau lihat Agni kan? Bunda izinkan kamu untuk liat Agni.”
“Makasih Bun,”
“Fy, apa kamu nggak salah? Apa kamu nggak sakit dengan kepergian Agni?”
“Nggak Nas, ini semua sudah takdir. Aku tau Alvin sangat menyesal. Tadi aku dan Rio tidak sengaja melihat Alvin menangis saat membaca surat dari Agni di kamar mereka.”
“Apa kamu yakin?”
“Ya,”
+++
“Maafin aku Ag, aku tahu aku memang bodoh. Sesungguhnya aku masih mencintaimu. Maafkan aku telah membiarkanmu terjatuh. Aku mohon kamu kembali Ag, aku mohon...”
“Ag, kenapa kamu diem? Jawab aku Ag, jawab. Aku mencintai kamu Ag, sangat mencintaimu.”
“Kenapa kita harus berbicara lewat surat Ag? Kenapa kamu nggak ngomong langsung? Kenapa juga kamu lebih milih buat nyusul kak Cakka Ag? Kenapa?”
+++
Alvin,
Aku tahu kamu terluka karena keputusanku 5 tahun yang lalu, tapi yang perlu kamu tahu. Aku berhutang nyawa kepada kak Cakka. Dia yang mendonorkan ginjalnya ke aku. Andai saja  Bunda nggak pernah ngasih tau aku tentang hal ini, pasti aku akan menerima lamaranmu. Kamu tahu apa yang menyebabkan kak Cakka meninggal? Dia meninggal karena ginjal yang masih bertahan dalam tubuhnya mengalami infeksi. Aku tau kamu sakit. Tapi aku juga sakit, Vin. Aku sakit saat kamu bilang kamu nggak pernah menginginkanku dan anak ini. Namun aku juga senang kamu membenciku. Aku lebih senang kamu membenciku daripada kamu membenci kak Cakka.

Mungkin saat kamu baca surat ini, kamu nggak akan pernah bisa liat aku ataupun anak ini lagi. Mulai saat ini, kamu nggak akan pernah melihatku yang mungkin memuakkan bagimu. Aku mohon kamu pulang, Vin. Rumah ini milikmu. Nggak seharusnya kamu yang pergi. Kamu selama ini tinggal dimana, Vin? Apakah kamu baik-baik saja? Hampir 10 hari kamu nggak pulang. Aku sangat menginginkan kamu menerima kedua anakku. Ya, bayi yag ada di rahimku kembar 3, 2 laki-laki dan perempuan. Seandainya mereka lahir mereka akan ku beri nama Difa, Ozy dan Angel. Tapi semuanya mustahil. Ini bukan salahmu, ini semua salahku. Kamu pantas bahagia. Kejarlah kebahagiaanmu. Aku harap kamu akan senang saat aku pergi. Haruskah aku berlutut untuk memintamu pulang?

Sampaikan maafku kepada Bunda, Ayah, Mama, Papa, dan Ray. Aku nggak mungkin bertahan lagi. Aku dan kedua anakku ingin pergi menyusul kak Cakka. Mungkin di samping kak Cakka adalah  tempat terbaik untukku dan kedua malaikat kecilku. Tenang saja, Vin aku dan kedua anakku tidak mungkin menghantuimu karena menurut ilmu agama ruh yang sudah terpisah dari jasadnya maka juga akan terpisah dari bumi. Semoga kamu nggak pernah dihantui rasa bersalah yang akan memunculkanku lagi dalam ingatanmu. Sejujurnya aku masih mencintaimu, baik itu dulu, sekarang, ataupun nanti.
+++
Bunda, Ayah, Mama, Papa, Ray,
Aku minta maaf karena aku memilih buat pergi. Maaf karena penantian kalian selama 5 tahun belakangan harus sia-sia. Agni nggak mungkin lagi bertahan. Agni capek, aku udah kehilangan kak Cakka, ini semua karena Agni yang penyakitan. Terima kasih atas kesabarannya selama ini nunggu kehamilan aku berhasil. Sepertinya aku memang di percaya Tuhan untuk memiliki seorang anak. Dulu, saat aku hamil baru 4 minggu saja sudah keguguran. Entah apa dosa Agni di masa lalu sehingga Tuhan baru menitipkan kehidupan di rahim Agni sekarang. Tapi Tuhan memang baik kepada Agni, buktinya sekarang Tuhan nitipin 3 baby ke rahim Agni. Tapi Agni rasa, mereka lebih baik berada disamping kak Cakka. Kak Cakka pasti merindukan kehadiran mereka. Dan menurut dokter juga jika mereka lahir, mereka bakalan tidak sempurna. Kata dokter, berat badan Agni masih jauh diatas normalnya ibu hamil.

Ray,
Berhubung kak Agni nggak punya adik yang bisa dititipin buat ngejagain AyahBunda, kakak titip Ayah dan Bunda ya? Kamu cepetan nikah sama Acha ya, semoga kamu cepet dipercaya Tuhan buat jadi ayah, nggak kayak kakak dan kak Cakka yang musti nunggu bertahun-tahun buat jadi orang tua.

Papa Jo,
Papa jangan nangis ya? Soalnya kan mama Nasya nggak nangis. Mama Nasya aja kuat masak iya seorang papa Jonathan yang cool nangis sih, jangan ngulangin kejadian pas pemakaman kak Cakka ya, pah, hehe. Papa jangan lupa ya maksa si Ray cepetan nikah sama Acha.

Mama Nasya,
Agni minta maaf ma, Agni nggak bisa ngasih mama cucu, tenang ma, masih ada Alvin dan Ray. Suruh aja Alvin buruan nikah dengan Chelsea dan Ray buruan nikah sama Acha. Mama, andai aja kak Cakka nggak duluan pergi pasti mama bisa liat Kak Cakka, aku, Difa, Ozy, dan Angel main di halaman rumah, hehe.

Ayah,
Ayah jaga Bunda ya, tau sendiri kan kalo shock langsung drop, ya walaupun ekspresi bunda 11-12 sama mama, sama –sama tenang jadi nggak tau kapan lagi ngamuk deh,hehe. Maaf yah, Agni harus pergi dengan cara kayak gini, yang jelas Agni sayang sama ayah. Maaf juga karena Agni batal ngasih cucu ke ayah.

Bunda,
Maafin Agni ya bun, Agni tau bodoh, tapi ini yang terbaik Bun. Kalaupun mereka lagi mereka bakal cacat, Agni nggak mau kalo Agni ntar malu-maluin Bunda karena kondisi anak Agni. Oh ya Bun, hasil USG terakhir ada di kamar Agni di kotak kecil warna biru di kotak itu ada diary Agni juga. Tapi semuanya nggak ada yang boleh buka, kalo perlu di bakar aja deh. Dan jangan sampe diary itu dibaca Alvin. Udah cukup Agni nyakitin Alvin selama ini. Agni sayang banget sama Bunda.

Semuanya,
Agni pamit ya, nggak usah sedih kalo Agni pergi. Agni di sini baik-baik kok, yah walaupun harus disiksa Tuhan sebagai hukuman karena Agni telah membunuh ketiga anak Agni, tapi... ini lebih indah daripada Agni harus merepotkan kalian semua.
+++
            Fin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar