cast :
Alvin
Jonathan as himself
Alyssa
Saufika as herself
Jonathan
Andriano as himself
Nasya
Marcella as herself
Disclaimer : Cerita ini dibuat
untuk tanpa maksud apapun, semua character yang ada di cerita ini murni buatan
author, author cuma pinjem nama sama semua tokoh yang ada di cerita ini. Anggap saja cerita ini semacam FTV yang
kebanyakan monolognya, ehehe :D
Menunggu...
Tidakkah kamu lelah
untuk terus menanti?
Begitu besarkah
cintamu padanya?
Kamu tidak ‘dekat’
dengannya,
Namun kamu ‘sakit’
karenanya
Apakah tiada ruang
untukku dihatimu?
Apakah begitu
berartinya dia untukmu?
Lalu, apakah kamu akan
melihatmu?
Akankah kamu mampu merasakan perasaanku untukmu?
Alvin tercekat saat melihat Alyssa
menangis saat menatap layar iPhonenya,
lidahnya seakan kelu tak sanggup lagi untuk berkata. Dia mendesah pelan
menatap gadis itu. Andai dia lebih berani untuk mengungkap semuanya, Andai dia
tak ragu untuk mengungkap semua, dan Andai dia mampu membuat itu sadar akan
hadirnya perasaan itu pasti dia tak akan pernah membiarkan mata indah gadis itu
mengeluarkan air matanya. Beribu kata andai kini menyerang benaknya. Dia bodoh.
Ya, dia merasa sangat bodoh. Dia bodoh karena membiarkan membiarkan gadis itu
terus menunggu suatu seseorang yang tak pasti. Perlahan dia memantapkan lagi
hatinya untuk melangkahkan kaki mendekati gadis itu, gadis yang menghiasi
hatinya. Alyssa.
“Alyssa... Apa yang terjadi? Apa
yang bikin elo nangis?” tanya Alvin, Alyssa merasa Alvin berada di dekatnya
langsung memeluk Alvin erat.
“Dia Vin, dia....” Alvin yang tau
siapa yang dimaksud Alyssa dengan ‘dia’ langsung mengurai pelukan Alyssa. “Dia
udah jadian sama Nasya.” Alvinpun kembali memeluk Alyssa.
“Elo bodoh Jonathan, kenapa elo
malah jadian sama Nasya? Elo bakal nyesel saat liat Alyssa bahagia bukan karena
elo, udah cukup elo nyia-nyiain kesempatan dari gue. Ini saatnya gue ngerubah
airmata dukanya menjadi tangis bahagia” ucap Alvin dalam hatinya. Ia berjanji
pada dirinya bahwa mulai detik itu dia akan menjaga Alyssanya.
“Tenang Alyssa, elo masih punya gue.
Gue bakal jaga elo, Alyssa”
“Tapi Al, gue sayang, gue cinta sama
dia. Gue nggak yakin bisa sanggup ngeliat dia sama Nasya. Gue emang bisa sayang
sama dia dalam diam. Tapi Al, gue...” Alvin meletakkan telunjuknya ke bibir
Alyssa. Dipegangnya kedua pipi Alyssa dan ditatapnya kedua mata Alyssa.
“Ssssstt... Alyssa pasti bisa.
Alyssa yang gue kenal itu tegar. Gue yakin Alyssa pasti bisa.”
“Elo bener Al, gue pasti bisa. Tapi
elo musti janji sama gue, jangan pernah tinggalin gue.”
“Pasti. Gue bakal selalu ada buat
elo Alyssa.” Alyssa kembali tersenyum dan memeluk Alvin.
+++
Mungkin aku tak pernah tau apa yang terjadi,
Yang aku tau adalah aku menyayanginya,
Yang aku tau adalah aku mencintainya,
Dan yang aku tau, kini aku harus melupakannya,
Semoga aku sanggup untuk melupakannya...
“Alyssa,”
panggil Sivia, seorang gadis chubby yang merupakan sahabatnya sejak masuk SMP
hingga sekarang menjadi partnernya dalam sebuah girlband yang bernama “BliNK”.
Merasa dipanggil Alyssa menghentikan langkah dan menolehkan kepalanya.
“Eh, elo Vi, gue kira siapa. Panggil
Ify aja Vi, jangan kena virusnya Alvin deh manggil gue Alyssa segala.”
“Elah Fy, nama Alyssa itu keren tau.
Lebih keren ketimbang Ify. ALYSSA BLINK. Keren kan?”
“Enggak, kerenan Ify. Ntar kalo
distage namanya Ify Alyssa, keren kan?”
“Hhhh... serah deh. Yang penting elo
kapan mau dengerin lagu bikinan elo itu? Kapan juga mau take vocalnya?”
“Mmmm.... Ntar aja deh Vi, gue lagi
nggak focus nih, gue ilang inspirasi mendadak, pengennya sih emang besok take
vocal tapi bener-bener lossfocus nih,”
“Yaudahdeh, semoga elo focusnya
cepetan yah, ohya Fy, gue duluan yah, abang Iel udah nungguin gue nih, hehe,
byebye Ify tayang,” pamit Sivia sembari menjawil dagu Alyssa. Alyssa sendiri
sudah terbiasa dengan sikap ‘ajaib’ yang dimiliki sama Sivia. Dia memilih
melanjutkan langkahnya menuju ruang musik, siapa tahu dia mendapat sebuah
inspirasi untuk melanjutkan lagunya.
“Setiap
waktu memikirkanmu,
Ku katakan pada bayangmu,
Sampai kapan ku harus menunggumu jatuh cinta,
Rindu ini terus mengganggu,
Ku tak sabar ingin bertemu,
Berapa lama lagi menantikan getar cinta...”
Ku katakan pada bayangmu,
Sampai kapan ku harus menunggumu jatuh cinta,
Rindu ini terus mengganggu,
Ku tak sabar ingin bertemu,
Berapa lama lagi menantikan getar cinta...”
Di mainkannya sebuah grand piano
berwarna putih di ruang musik di SMA Cempaka, tempat dia kini menuntut ilmu.
Alyssa yang memang sudah mampu bermain piano sejak berumur 4 tahun memainkan
piano dengan tatapan kosong.
“maafkan
jika kau ku sayangi,
dan bila ku menanti,
pernahkah engkau coba mengerti,
Lihatlah ku di sini,
Mungkinkah jika aku bermimpi,
Salahkah tuk menanti,
Takkan lelah aku menanti,
Takkan hilang cintaku ini,
Hingga saat kau tlah kembali,
Kan ku kenang di hati saja,
Kau telah tinggalkan hati yang terdalam,
Hingga tiada cinta yang tersisa di jiwa”
dan bila ku menanti,
pernahkah engkau coba mengerti,
Lihatlah ku di sini,
Mungkinkah jika aku bermimpi,
Salahkah tuk menanti,
Takkan lelah aku menanti,
Takkan hilang cintaku ini,
Hingga saat kau tlah kembali,
Kan ku kenang di hati saja,
Kau telah tinggalkan hati yang terdalam,
Hingga tiada cinta yang tersisa di jiwa”
“Alyssa...” panggil seseorang yang membuyarkan lamunan
Alyssa, Alvin. Ya orang itu adalah Alvin, pemuda yang diam-diam mencintainya
yang tak tahu kapan rasa itu mulai tumbuh dalam benaknya.
“Eh, ya, ada apa Al?”
“Elo mikirin apa Lyssa? Kenapa elo
malah nyanyiin lagu itu?”
“Hah? Lagu apa? Orang tadi gue
nyanyi lagu Andaikan kok, lagu yang gue bikin buat dinyanyiin sama Blink,
rencananya kan lagu itu di launch bulan depan,”
“Nggak Lyssa, elo tadi nggak
nyanyiin lagu itu, elo nyanyiin lagu lain, masak iya nggak sadar sih? Ada apa
Lyssa? Gue ini sahabat elo kan? Please tell me what do you feel now,”
“Dia Vin...” melihat Alyssa berada
di ambang kerapuhannya, Alvinpun memeluk Alyssa.
“Dia kenapa Lyssa?” tanya Alvin
sambil mengelus puncak kepala Alyssa.
“Dia...” Alyssa terdiam, pikirannya
melayang mengingat kejadian sebelum dia masuk ke dalam ruang musik. Tepatnya
saat ia melihat ke halaman.
“Asya awas!!” peringat seoranng pemuda tinggi putih kepada
seorang gadis manis dengan lesung pipi yang membuatnya semakin manis. Pemuda
itu adalah Jonathan dan gadis itu tak lain adalah Nasya.
“Aduh...” Nasya hampir terjatuh
karena tidak sengaja tersandung batu, refleks Jonathan menangkap tubuh Nasya.
“Nah kan, tadi Athan udah bilang
kan? Hati-hati, mentang-mentang udah jago nge-dance trus lupa sama sekeliling.
Lain kali kalo nge-dance Athan harus pastiin lokasinya aman, kalo perlu jika
ada batu, batunya Athan kenain pajak,” omel Jonathan sambil membantu Nasya
berdiri. Mendengar omelan Jonathan, Nasya tersenyum.
“Apasih Athan, masak iya batu
dimintain pajak, emangnya batunya punya uang, aneh-aneh aja sih,”
“Biarin, salah siapa itu batu bikin Asya hampir jatoh, kalo jatoh
beneran gimana, Athan kan nggak mau, Asya jatoh, kalo jatoh trus kesleo
gimana?” Nasya terkekeh melihat kecemasan Jonathan. Bagi Nasya, Jonathan yang
ada didepannya yang sedang mengomel karena sebuah batu kecil adalah Jonathan
yang sangat menggemaskan. Bagi orang lain memang Jonathan merupakan orang yang
cuek dan angkuh, namun dengan Nasya dia berubah menjadi orang yang baik, manja,
dan menggemaskan. Setidaknya hal itu untuk Nasya. Nasyalah yang merubah
Jonathan menjadi Jonathan yang sekarang.
“Apa sih Athan, sok imut banget. Ini
Jonathan apa bukan sih?” Jonathan merenggut.
“Biarin, sama pacar ini, week” ucap
Jonathan sambil menjulurkan lidah. Tiba-tiba Jonathan memeluk Nasya.
Mendadak dada
Alyssa kembali sesak, diurainya pelukan Alvin diraihnya sebuah inhaler. Alvin membantunya
untuk duduk.
“Kamu nggak papa, Lyssa?” Alyssa menggeleng
lemah.
“Jangan pernah pergi dari aku, Alv” ucap
Alyssa lirih yang dijawab dengan sebuah anggukan pasti dari Alvin.
“Aku nggak bakal ninggalin kamu Lyssa, trust me”
+++
Aku tahu dia, Aku tahu tentangnya,
Dia memang baik, sangat baik,
Menjadi orang yang ia cintai pasti terasa sangat beruntung,
Tapi aku rasa...
Bukan aku yang pantas mendapatkan cinta itu...
“Aku tahu,
Vin kamu yang lebih pantas dengan Ify, bukan aku. Aku harap kamu mampu untuk
menjaga hatinya.” Gumam Jonathan di
dekat jendela ruang musik.
“Apa kamu yakin bener-bener nggak
ada rasa buat Ify?” tanya Nasya.
“I’m sure, dear. Aku tahu kalau Ify
kagum bahkan menyayangiku. Tapi dia nggak sadar kalau hatinya bukan menunggu
aku, tetapi Alvin.”
“Alvin?”
“Ya, Alvin. Dalam sadarnya Ify
memang menginginkanku ada di sampingnya, tapi nalurinya lebih membutuhkan Alvin
ada disampingnya. Alvin adalah sandaran bagi jiwanya yang rapuh. Siapapun pasti
akan bahagia dicintai olehnya, tapi bukan aku yang pantas dicintainya,” Nasya
memeluk Jonathan, rasanya dia jatuh cinta lagi pada kedewasaan Jonathan. Kini
tiada lagi alasan baginya untuk menyesal saat menerima Jonathan sebagai
kekasihnya. Nasya tersenyum saat sebuah lengan melingkari tubuhnya dan membalas
pelukannya.
+++
Aku tak pernah
tahu bagaimana akhir kisah ini,
Akankah aku masih
sanggup untuk berpura-pura tak tahu tentangnya?
Semoga dia segera
tahu bahwa yang terbaik untuknya...
“Nasya, kamu tahu Ify kan?”
“Ya, dia kan anggota BLiNK, siapa
juga yang nggak tahu dia?”
“Apa kamu tahu tentang Ify?”
“Tahu kalau dia suka sama kamu?”
“Kok kamu tahu?”
“Aku ini cewek Jo, aku tahu arti
tatapannya ke kamu selama ini. Aku cuma berpura-pura nggak pernah tau apa yang
terjadi. Aku juga tahu bahwa Alvin mencintai Ify.”
“Lalu...”
“Cepat atau lambat Ify bakal
menyadari semuanya. Aku yakin Ify bakal tau siapa yang terbaik untuknya.”
+++
Fin.
