Dapatkah kita bersatu?
Walau perbedaan itu ada,
Walau ku tahu kita tak mungkin bersama,
Jurang perbedaan itu terlampau jauh,
Dan kini,
Biarlah air mata itu jatuh dan mengalir,
Membasahi pipi dan memenuhi ruang dalam hatiku yang kosong,
Salahkah aku mencintaimu?
Salahkah aku memendam rasa ini?
Entahlah…
Hanya kita dan Tuhan yang mengetahuinya.
+++
Air mataku kembali jatuh, entah untuk keberapa kalinya. Aku tak kuasa membendungnya. Pedih. Itulah yang kini kurasakan. Mengapa ini terjadi kepadaku? Apa memang seorang gadis desa sepertiku tidak pantas mendapatkan cinta? Ah, berfikir apa aku ini? Sudahlah Ag, lupakan dia. Dia berbeda denganmu. Sangat beda. Masih teringat dalam benakku saat pertama kali mengenal dirinya.
“Pernah ada rasa cinta antara kita kini tinggal kenangan…” aku besenandung kecil sembari menaiki sepeda miniku. Hembusan semilir angin membelai wajahku serta menerbangkan rambutku yang tak ku ikat. Aku bersiul-siul kecil, menikmati indahnya alam. Ku lihat ada seorang pemuda yang tinggi putih berlari dari arah yang berlawanan denganku.
CIITT… Aku mengerem sepedaku tepat didepan kakinya. Aku menutup mataku, takut. Tiba-tiba aku merasa ada yang menaki boncengan sepedaku. Aku menoleh,
“Eh,, siapa kamu? Kok main naik aja sih? Apa kita kenal?”
“Ssstt… Gue bonceng lo ya? Tadi gue dikejar-kejar sama orang suruhan bonyok gue. Sekarang jalanin sepedanya sebelum gue dipaksa balik,” perintahnya, aku mengangkat bahu kemudian menjalankan kembali sepedaku. Tak butuh waktu lama, aku dan pemuda itu sampai pada tempat rahasiaku.
“Huah… Seger!” Teriaknya begitu turun dari sepedaku. Aku tersenyum kecil. Ku amati wajahnya, setiap lekukan dari wajahnya sangat mempesona. Dia begitu tampan. Caranya berbicara, tatapan matanya, dan caranya tersenyum benar-benar mempesona. Aku yakin, dia berasal dari kota. Eh, tunggu… Dia berasal dari kota? Kok bisa nyampe sini? Aku berjalan mendekatinya yang telah lebih dulu meninggalkanku.
“Hm… Nama kamu siapa?” Tanyaku membuka keheningan antara kami.
“Gue? Gue Alvin. Alvin Jonathan. Kalau lo?” Alvin, hm… nama yang bagus.
“Agni, Agni Tri Nubuwati.”
“Oh, Agni. Eh, makasih ya boncengannya? Oh ya, mulai sekarang kita berteman ya?” Aku mengangguk.
Begitulah awal mula pertemuan kami, sejak saat itu aku semakin dekat dengannya. Bahkan, orang tuaku bekerja pada orang tua Alvin. Orang tua Alvin begitu baik kepadaku. Entah darimana asalnya, perasaan itu tumbuh. Ada getaran-getaran halus yang melewati hatiku saat bertatapan dengannya. Dan tak kusangka, dia menyatakan cinta padaku. Aku tak menolaknya karena aku juga mencintainya. Walaupun kami harus pacaran secara sembunyi-sembunyi. Mengingat latar belakang kami yang berbeda 180 derajat. Dan belum lagi keyakinan kami yang berbeda. Aku rasa itu ujian bagi cinta kami. Namun ternyata? Aku salah! Ujian terhadap cinta kami tak hanya berhenti sampai disitu. Semuanya datang dan berlalu begitu saja menerpa perjalanan cinta kami, mulai dari : perbedaan keyakinan, perbedaan status social, Alvin yang dijodohkan, dan masih banyak lagi. Apakah cinta kami salah? Aku tahu, aku hanya seorang gadis desa biasa. Tapi, apakah aku tak pantas mendapatkan cinta itu? Hari terus berganti dengan hari lagi. Tibalah saat yang paling aku takutkan. Ya, hari ini adalah hari pertunangan Alvin dengan Nova, Nova Chintya Sinaga. Seorang gadis ayu yang merupakan calon dari orang tua Alvin. Aku ikut membantu dalam acara pertunangan itu. Ya, karena bu Angel, ibunya Alvin begitu mempercayakan hal ini kepadaku. Sekarang, yang bisa kulakukan hanya termenung. Menyesali nasibku yang buruk. Aku menatap langit malam dari jendela kamarku. Aku sengaja tidak ikut merayakan pesta tersebut. Toh, ikut dalam pesta tersebut hanya membuat hatiku semakin sakit. Air mataku kembai mengalir deras. Aku menyekanya perlahan. Aku begitu cengeng, yang sangat bertolak belakang dengan penampilanku yang cuek dan terkesan tomboy. Kutatap langit, aku melihat ada sebuah bintang jatuh. Aku memejamkan mataku, mengucapkan harapanku. Konyol memang.
Semoga aku dan Alvin dapat bersama, itulah harapanku. Aku kembali membuka mata. Menatap cincin yang Alvin berikan kepadaku. Lagi-lagi, air mataku jatuh. Aku memejamkan mataku. Perlahan, kuarasakan sebuah tangan melingkar diperutku. Aku membuka mata dan berbalik.
“Alvin,” Pekikku, bukannya menjawab dia malah meletakkan dagunya ke bahuku. Aku kembali memejamkan mataku. Merasakan sensasi saat Alvin memelukku. Hening, beberapa saat kemudian.
“Ag, aku mau kamu. Bukannya Nova.” Ucapnya lirih.
“Tapi Vin, Nova pilihan orang tua kamu. Itu berarti dia yang terbaik buat kamu, bukan aku.” Dia melepas pelukannya dan menatapku tajam.
“Ini hidup aku, aku yang berhak menentukan. Bukannya mereka.”
“Vin, Pak Mario dan Bu Angel pasti memilih pasangan yang terbaik buat kamu. Lagipula kita berbeda. Aku beribadah di masjid, sedangkan kamu? Kamu beribadah di gereja. Jika ummat agamaku menikah, menggunakan penghulu. Namun agamamu? Melalui seorang pastur. Kita berbeda Vin. Berbeda jauh,”
“Kalau itu masalahnya, okey. Aku bakalan pindah keyakinan. Apapun akan kelakukan demi kamu,” Aku tersentak. Tidak, aku tidak boleh membiarkan Alvin.
“Jangan Vin, agama itu bukan mainan yang dapat dengan seenaknya berpindah-pindah.”
“Tapi aku mau kamu, aku mau kamu Agni. Bukan yang lain…” Aku menempelkan jari telunjukku ke bibir Alvin.
“Ssstt… Walaupun kita tidak bisa bersama, toh kamu tahu kalau hati ini milik kamu.” Dia tersenyum, diraihnya tanganku. Aku merasakan genggamannya begitu erat. Diangkatnya tanganku, kemudian dia mengecup punggung tanganku.
Tok… Tok… Tok…
“Ag… Agni…” Panggil seseorang, yang kuyakini itu ibuku, Ify. Aku segera menyuruh Alvin bersembunyi di balik gorden jendela kamarku. Aku segera merapikan diri. Dengan perlahan aku membuka pintu kamarku. Saat aku membuka pintu kamarku, aku melihat ibuku telah berdiri dengan sebuah senyuman.
“Ada apa bu?”
“Gini loh Ag, ada anaknya teman bapak kamu yang melamar kamu. Dan nggak ada salahnya kita terima. Jadi kami sepakat buat menikahkanmu dengan anak teman bapakmu itu.” Ya Tuhan, apa lagi ini? belum habis masalah yang muncul akibat pertunangan Nova dan Alvin, kini aku kembali dikejutkan dengan adanya rencana pernikahanku dengan orang lain.
“Si… Siapa orangnya bu?”
“Cakka. Cakka Kawekas Nuraga dia anak yang baik lho, makanya bapak dan ibu nerima lamarannya. Yo wis tha nduk, kamu ndang tidur. Besok kita mbalik mara kampung.” Aku kembali menutup pintu kamarku setelah ibu pergi meninggalkanku.Lututku terasa lemas, aku tak sanggup menahan beban tubuhku. Gejolak di hatiku kembali muncul. Apakah ini pertanda kalau aku dan Alvin memang tidak ditakdirkan untuk bersatu?
“Ag... Ag... Ni... ka...mu... NGGAK! AKU NGGAK RELA KAMU NIKAH SAMA ORANG LAIN SELAIN AKU! NGGAK! NGGAK AKAN RELA!” ucap Alvin histeris. Ya Tuhan, aku lupa kalau Alvin masih berada di kamarku.
“Vin, aku juga nggak mau ini terjadi. Tapi inilah takdir kita Vin, kita nggak mungkin bersama.” Munafik, itulah yang menggambarkan aku sekarang ini. Aku mencoba menenangkan Alvin, padahal aku sendiri...
“Nggak Ag! Bagaimanapun caranya aku bakal tetep nikahin kamu! Bagaimanapun caranya!” Air mataku kembali jatuh. Tuhan, mengapa cobaan yang kau berikan begitu besar? Dan mengapa cobaan tersebut seolah tiada habisnya? Mengapa Tuhan? Mengapa?
Kurasakan kembali hangatnya dekapan Alvin, ku pejamkan kembali mataku. Air mataku terus saja mengalir. Tanpa kusangka, Alvin menyeka air mataku.
“Jangan nangis Ag, aku sayang kamu. Aku nggak mau kamu nangis.” Ucapnya tepat di telingaku.
Dapatkah kita bersatu?
Walau perbedaan itu ada,
Walau ku tahu kita tak mungkin bersama,
Jurang perbedaan itu terlampau jauh,
Dan kini,
Biarlah air mata itu jatuh dan mengalir,
Membasahi pipi dan memenuhi ruang dalam hatiku yang kosong,
Salahkah aku mencintaimu?
Salahkah aku memendam rasa ini?
Entahlah…
Hanya kita dan Tuhan yang mengetahuinya.
+++
Air mataku kembali jatuh, entah untuk keberapa kalinya. Aku tak kuasa membendungnya. Pedih. Itulah yang kini kurasakan. Mengapa ini terjadi kepadaku? Apa memang seorang gadis desa sepertiku tidak pantas mendapatkan cinta? Ah, berfikir apa aku ini? Sudahlah Ag, lupakan dia. Dia berbeda denganmu. Sangat beda. Masih teringat dalam benakku saat pertama kali mengenal dirinya.
“Pernah ada rasa cinta antara kita kini tinggal kenangan…” aku besenandung kecil sembari menaiki sepeda miniku. Hembusan semilir angin membelai wajahku serta menerbangkan rambutku yang tak ku ikat. Aku bersiul-siul kecil, menikmati indahnya alam. Ku lihat ada seorang pemuda yang tinggi putih berlari dari arah yang berlawanan denganku.
CIITT… Aku mengerem sepedaku tepat didepan kakinya. Aku menutup mataku, takut. Tiba-tiba aku merasa ada yang menaki boncengan sepedaku. Aku menoleh,
“Eh,, siapa kamu? Kok main naik aja sih? Apa kita kenal?”
“Ssstt… Gue bonceng lo ya? Tadi gue dikejar-kejar sama orang suruhan bonyok gue. Sekarang jalanin sepedanya sebelum gue dipaksa balik,” perintahnya, aku mengangkat bahu kemudian menjalankan kembali sepedaku. Tak butuh waktu lama, aku dan pemuda itu sampai pada tempat rahasiaku.
“Huah… Seger!” Teriaknya begitu turun dari sepedaku. Aku tersenyum kecil. Ku amati wajahnya, setiap lekukan dari wajahnya sangat mempesona. Dia begitu tampan. Caranya berbicara, tatapan matanya, dan caranya tersenyum benar-benar mempesona. Aku yakin, dia berasal dari kota. Eh, tunggu… Dia berasal dari kota? Kok bisa nyampe sini? Aku berjalan mendekatinya yang telah lebih dulu meninggalkanku.
“Hm… Nama kamu siapa?” Tanyaku membuka keheningan antara kami.
“Gue? Gue Alvin. Alvin Jonathan. Kalau lo?” Alvin, hm… nama yang bagus.
“Agni, Agni Tri Nubuwati.”
“Oh, Agni. Eh, makasih ya boncengannya? Oh ya, mulai sekarang kita berteman ya?” Aku mengangguk.
Begitulah awal mula pertemuan kami, sejak saat itu aku semakin dekat dengannya. Bahkan, orang tuaku bekerja pada orang tua Alvin. Orang tua Alvin begitu baik kepadaku. Entah darimana asalnya, perasaan itu tumbuh. Ada getaran-getaran halus yang melewati hatiku saat bertatapan dengannya. Dan tak kusangka, dia menyatakan cinta padaku. Aku tak menolaknya karena aku juga mencintainya. Walaupun kami harus pacaran secara sembunyi-sembunyi. Mengingat latar belakang kami yang berbeda 180 derajat. Dan belum lagi keyakinan kami yang berbeda. Aku rasa itu ujian bagi cinta kami. Namun ternyata? Aku salah! Ujian terhadap cinta kami tak hanya berhenti sampai disitu. Semuanya datang dan berlalu begitu saja menerpa perjalanan cinta kami, mulai dari : perbedaan keyakinan, perbedaan status social, Alvin yang dijodohkan, dan masih banyak lagi. Apakah cinta kami salah? Aku tahu, aku hanya seorang gadis desa biasa. Tapi, apakah aku tak pantas mendapatkan cinta itu? Hari terus berganti dengan hari lagi. Tibalah saat yang paling aku takutkan. Ya, hari ini adalah hari pertunangan Alvin dengan Nova, Nova Chintya Sinaga. Seorang gadis ayu yang merupakan calon dari orang tua Alvin. Aku ikut membantu dalam acara pertunangan itu. Ya, karena bu Angel, ibunya Alvin begitu mempercayakan hal ini kepadaku. Sekarang, yang bisa kulakukan hanya termenung. Menyesali nasibku yang buruk. Aku menatap langit malam dari jendela kamarku. Aku sengaja tidak ikut merayakan pesta tersebut. Toh, ikut dalam pesta tersebut hanya membuat hatiku semakin sakit. Air mataku kembai mengalir deras. Aku menyekanya perlahan. Aku begitu cengeng, yang sangat bertolak belakang dengan penampilanku yang cuek dan terkesan tomboy. Kutatap langit, aku melihat ada sebuah bintang jatuh. Aku memejamkan mataku, mengucapkan harapanku. Konyol memang.
Semoga aku dan Alvin dapat bersama, itulah harapanku. Aku kembali membuka mata. Menatap cincin yang Alvin berikan kepadaku. Lagi-lagi, air mataku jatuh. Aku memejamkan mataku. Perlahan, kuarasakan sebuah tangan melingkar diperutku. Aku membuka mata dan berbalik.
“Alvin,” Pekikku, bukannya menjawab dia malah meletakkan dagunya ke bahuku. Aku kembali memejamkan mataku. Merasakan sensasi saat Alvin memelukku. Hening, beberapa saat kemudian.
“Ag, aku mau kamu. Bukannya Nova.” Ucapnya lirih.
“Tapi Vin, Nova pilihan orang tua kamu. Itu berarti dia yang terbaik buat kamu, bukan aku.” Dia melepas pelukannya dan menatapku tajam.
“Ini hidup aku, aku yang berhak menentukan. Bukannya mereka.”
“Vin, Pak Mario dan Bu Angel pasti memilih pasangan yang terbaik buat kamu. Lagipula kita berbeda. Aku beribadah di masjid, sedangkan kamu? Kamu beribadah di gereja. Jika ummat agamaku menikah, menggunakan penghulu. Namun agamamu? Melalui seorang pastur. Kita berbeda Vin. Berbeda jauh,”
“Kalau itu masalahnya, okey. Aku bakalan pindah keyakinan. Apapun akan kelakukan demi kamu,” Aku tersentak. Tidak, aku tidak boleh membiarkan Alvin.
“Jangan Vin, agama itu bukan mainan yang dapat dengan seenaknya berpindah-pindah.”
“Tapi aku mau kamu, aku mau kamu Agni. Bukan yang lain…” Aku menempelkan jari telunjukku ke bibir Alvin.
“Ssstt… Walaupun kita tidak bisa bersama, toh kamu tahu kalau hati ini milik kamu.” Dia tersenyum, diraihnya tanganku. Aku merasakan genggamannya begitu erat. Diangkatnya tanganku, kemudian dia mengecup punggung tanganku.
Tok… Tok… Tok…
“Ag… Agni…” Panggil seseorang, yang kuyakini itu ibuku, Ify. Aku segera menyuruh Alvin bersembunyi di balik gorden jendela kamarku. Aku segera merapikan diri. Dengan perlahan aku membuka pintu kamarku. Saat aku membuka pintu kamarku, aku melihat ibuku telah berdiri dengan sebuah senyuman.
“Ada apa bu?”
“Gini loh Ag, ada anaknya teman bapak kamu yang melamar kamu. Dan nggak ada salahnya kita terima. Jadi kami sepakat buat menikahkanmu dengan anak teman bapakmu itu.” Ya Tuhan, apa lagi ini? belum habis masalah yang muncul akibat pertunangan Nova dan Alvin, kini aku kembali dikejutkan dengan adanya rencana pernikahanku dengan orang lain.
“Si… Siapa orangnya bu?”
“Cakka. Cakka Kawekas Nuraga dia anak yang baik lho, makanya bapak dan ibu nerima lamarannya. Yo wis tha nduk, kamu ndang tidur. Besok kita mbalik mara kampung.” Aku kembali menutup pintu kamarku setelah ibu pergi meninggalkanku.Lututku terasa lemas, aku tak sanggup menahan beban tubuhku. Gejolak di hatiku kembali muncul. Apakah ini pertanda kalau aku dan Alvin memang tidak ditakdirkan untuk bersatu?
“Ag... Ag... Ni... ka...mu... NGGAK! AKU NGGAK RELA KAMU NIKAH SAMA ORANG LAIN SELAIN AKU! NGGAK! NGGAK AKAN RELA!” ucap Alvin histeris. Ya Tuhan, aku lupa kalau Alvin masih berada di kamarku.
“Vin, aku juga nggak mau ini terjadi. Tapi inilah takdir kita Vin, kita nggak mungkin bersama.” Munafik, itulah yang menggambarkan aku sekarang ini. Aku mencoba menenangkan Alvin, padahal aku sendiri...
“Nggak Ag! Bagaimanapun caranya aku bakal tetep nikahin kamu! Bagaimanapun caranya!” Air mataku kembali jatuh. Tuhan, mengapa cobaan yang kau berikan begitu besar? Dan mengapa cobaan tersebut seolah tiada habisnya? Mengapa Tuhan? Mengapa?
Kurasakan kembali hangatnya dekapan Alvin, ku pejamkan kembali mataku. Air mataku terus saja mengalir. Tanpa kusangka, Alvin menyeka air mataku.
“Jangan nangis Ag, aku sayang kamu. Aku nggak mau kamu nangis.” Ucapnya tepat di telingaku.
+++
Maafkan aku,
Maafkan aku yang telah membiarkanmu menitikan air mata,
Janganlah menangis,
Aku tak kuasa melihatmu menitikan air mata,
Tidak tahukah kamu seberapa berharganya kamu dimataku?
Aku tersenyum karenamu,
Tertawa karenamu,
Bahkan, menangispun karenamu,
Isakanmu begitu menggetarkan jiwaku,
Menusuk hatiku,
Hanya satu pintaku,
Berhentilah menangis.
+++
“Jangan nangis Ag, aku sayang kamu. Aku nggak mau kamu nangis.” Bisikku ke Agni. Jujur, aku tak kuasa melihat air matanya jatuh. Aku bodoh! Aku memang bodoh! Sebagai lelaki, aku tidak mampu mencegah air mata yang telah Agni keluarkan untukku. Aku memang pantas disebut ‘pecundang’.
“Vin… Aku…”
“Ssst… Aku nggak mau denger kamu nangis lagi Ag, aku nggak mau denger kamu nangis lagi Ag. Nggak mau lagi.” Apakah ada yang salah dengan ucapanku? Bukannya berhenti menangis, air mata Agni malah semakin deras mengalir. Dengan segera kuhapus air mata itu.
“Ag, please berhenti nangis. Aku nggak sanggup liat kamu nangis. Kamu tahu alasannya kan?” Dia menggeleng lemah. Aku tersenyum kecil.
“Karena kamu adalah separuh jiwaku. Jika kamu menangis, aku juga akan memangis. Karena…” Aku kembali meraih tubuhnya, ku dekap dia. “…aku menangis karenamu, aku tersenyum karenamu, aku tertawa karenamu, dan aku bersedih juga karenamu.” Ku regangkan pelukanku. Kulihat dia tersenyum. Entah mengapa, aku ikut menarik 2 sudut bibirku membentuk sebuah senyuman.
“Tuh kan, kamu senyum aku jadi ikutan senyum.” Tanpa sadar, aku mengecup pipinya. Ah, bukannya itu sudah biasa? Tidak! Ini tidak biasa! Kali ini aku mengecupnya cukup lama. Mungkin, aku mencoba menyalurkan semua perasaanku melalui kecupan itu. Memang bukan ciuman bibir. Tapi, tidak semua rasa sayang disalurkan dengan sebuah ciuman bibir bukan?
“Aku sayang kamu, Vin.” ucapnya. Kurasakan semakin memelukku erat, akupun membalas pelukan tersebut.
“Aku juga sayang kamu, Ag.”
Aku mengerjapkan mataku, perlahan mataku terbuka. Cahaya matahari masuk melalui celah jendela. Akupun bangkit dan menuju kamar mandi. Seusai mandi aku teringat tentang Agni.
“Gini loh Ag, ada anaknya teman bapak kamu yang melamar kamu. Dan nggak ada salahnya kita terima. Jadi kami sepakat buat menikahkanmu dengan anak teman bapakmu itu.”
“Si… Siapa orangnya bu?”
“Cakka. Cakka Kawekas Nuraga dia anak yang baik lho, makanya bapak dan ibu nerima lamarannya. Yo wis tha nduk, kamu ndang tidur. Besok kita mbalik mara kampung.”
Siluet-siluet kejadian semalam muncul lagi dikepalaku. Tubuhku bergetar, aku menggigit bibir bawahku, mencoba menahan semua rasa sakit hatiku. Cengeng, tetapi itulah aku. Aku hanya seorang pemuda bodoh yang membiarkan gadisnya menikah dengan orang lain. Pemuda bodoh yang menjalin hubungan dengan gadis yang sama sekali ia cintai. Apakah aku harus membiarkan gadisku menikah dengan orang lain? Tidak! Agni harus menikah denganku! Segera aku menuju kamar Agni yang terletak di lantai bawah.
Ceklek,
“Agni… Ka…” kalimatku terhenti begitu saja saat aku melihat kamar Agni kosong. Jangan-jangan…
“Ma… Mamah…”
“Ada apa sih sayang? Emang kamu kira ini hutan apa? Teriak-teriak segala?” Ucap mamaku, Angel sembari menuruni tangga rumah kami.
“Agni mana ma?”
“Loh? Kamu nggak tahu ya?” Aku mengernyitkan kening, bingung. Agni menghilang? Ada berita yang tidak aku ketahui? Jangan-jangan Agni… Segera saja aku mengambil kunci motorku menuju rumah lama Agni.
“Loh? Alvin, kamu mau kemana? Alvin, Alvin,” Ucapan mamaku tak begitu aku hiraukan, yang ada difikiranku sekarang ini adalah : mencegah dan membatalkan pernikahan Agni.
Butuh waktu cukup lama untuk mencapai rumah lama Agni. aku harap Agni belum terikat pernikahan dengan siapapun. Di ujung gang rumah Agni, menjulang sebuah janur kuning yang melengkung. Aku segera mencari Agni.
“Eh, den Alvin toh. Mari masuk.” Tawar bik Ify. Aku hanya menggeleng.
“Em… Alvin mau ketemu Agni bik, Agninya ada?”
“Ada den, dia ada di kamar. Silahkan kalau mau ketemu.” Bik ify berjalan terlebih dahulu. Aku terpaku didepan kamar Agni. Sekelebat bayangan masa lalu kembali muncul dalam otakku.
“Alvin?! Ngapain kamu disini?”
“Ssst… Jalan-jalan yuk,”
“Tapi aku…”
“Nggak ada kata nolak! Pokoknya lo harus ikut gue!” Aku membawa Agni ke tempat rahasia kami. Tempat dimana kami berkenalan, tempat kami menghabiskan waktu berdua.
“Lho Vin, kok kamu bawaaku kesini?” Aku tak menjawab. Ku tatap matanya dalam, akupun berlutut dihadapannya. Ku genggam erat jemarinya. Aku menarik nafas.
“Ag, aku sayang sama kamu. Entah mengapa perasaan itu begitu dalam. Maukah kamu menjadi kekasihku?” Dia menjawab dengan anggukan. Aku refleks memeluknya.
“Alvin?!” Pekikan Agni cukup mengagetkanku.
“Nah, Ag, ibu tinggal dulu. Kamu ngobrol dululah sama den Alvin.” Bik Ifypun meninggalkan kami berdua. Ku pandangi wajah Agni, rasanya aku tak pernah bosan menatapnya. Dia adalah anugrah Tuhan yang terindah. Sungguh beruntung lelaki yang bisa memilikinya seutuhnya. Dan sayangnya lelaki itu bukan aku.
“Vin, Alvin...”
“Eh, iya Ag,”
“Kamu mau apa kesini?”
“Kamu cantik Ag, cantik banget.” Pujiku, ku lihat dia menunduk, entah malu atau…
“Ma… Makasih ya Vin,” Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain.
“Sayang ya Ag, pengantin prianya bukan aku.” Ucapku getir.
“Vin, aku…”
“Ag, izinin aku meluk kamu Ag. Aku janji ini yang terakhir.” Tanpa meminta persetujuannya aku memeluknya, merasakan lagi aroma tubuhnya yang sangat ku rindukan setiap saat.
“Ag, entah kenapa aku pengen waktu berhenti sekarang juga. Aku nggak mau pisah sama kamu.”
“Agni, ayo keluar nduk, Cakka sudah nunggu. Wis mau ijab ini.” Suara bik Ify menggema memenuhi ruangan. Agni keluar denganku. Sungguh, aku tidak sanggup melihat gadisku menjadi istri orang lain.
“Baiklah nak Cakka, ikuti saya.” Perintah mang Debo, ayah Agni.
“Baik pak,”
“Saya nikahkan dan kawinkan kau Cakka Kawekas Nuraga bin Hidayat dengan anakku Agni Tri Nubuwati bin Andryos dengan mas kawin seperangkat alat shalat dibayar tunai,”
“Saya teri…”
BRUK,,
Tubuh Agni ambruk ketika Cakka mulai mengucapkan ijab, aku menghembuskan nafas lega. Setidaknya, Agni belum resmi menjadi istri Cakka. Dengan sigap aku membawa Agni ke kamarnya. Aku menekan beberapa digit nomor diHPku untuk menghubungi Iel, dokter pribadiku.
Seusai Iel keluar dari kamar Agni, aku langsung menghujaninya dengan berbagai pertanyaan.
“Yel, gimana keadaan Agni? dia baik-baik aja kan? Kenapa dia bisa pingsan? Apakah dia perlu dibawa ke rumah sakit?” Aku dan Iel hanya berbeda beberapa bulan saja, sehingga kami tidak perlu menggunakan beberapa sapaan formal. Lagipula Iel kurang suka dipanggil ‘dok’ atau ‘dokter’.
“Agni nggak papa kok Vin, dia cuma kecapekan aja.”
“Thanks Yel,”
“Oh ya, gue pamit dulu Vin,” Aku hanya mengangguk. Dengan gerakan kilat aku menuju kamar Agni. Ternyata, di kamar Agni sudah ada Cakka. Ku lihat Cakka menggenggam erat jemari Agni. Tuhan, apakah ku sanggup melihat semua ini? Seperti ada tubrukan benda tumpul dihatiku saat Cakka mengecup punggung tangannya. Seharusnya itu aku! Bukan Cakka!
“Aku sayang banget sama kamu Ag, sejak dulu malah. Cepat sadar ya Ag,” Dia mengakhiri ucapannya dengan mengecup pipi Agni. Sedalam itukah perasaannya? Apakah aku pantas bersama Agni?
Dengan berat hati aku merelakan Agni untuk menikah dengan Cakka.
“Baiklah nak Cakka, ikuti saya.”
“Baik pak,” kata Cakka sembari melirik Agni dan aku secara bergantian. Agni selalu menundukkan kepala menahan tangisnya. Sayang, aku tidak bisa lagi menyeka air matanya. Agni, tolong hentikan air matamu.
“Saya nikahkan dan kawinkan kau Cakka Kawekas Nuraga bin Hidayat dengan anakku Agni Tri Nubuwati bin Andryos dengan mas kawin seperangkat alat shalat dibayar tunai,”
“Tunggu!” Tiba-tiba Cakka menghentikan acara pernikahan mereka. Dia menarik Agni kearahku.
“Ag, kamu menikahlah sama Alvin. Aku rela kok,” Aku dan Agni terkejut mendengar ucapan Cakka.
“Cak… Cakka…”
“Aku tahu Ag, cinta kamu cuma buat Alvin. Bukan aku, jadi aku harap kalian bisa bersatu.” Cakka melangkah untuk pergi, namun baru beberapa langkah ia berbalik dan mengecup kening Agni.
Tahun demi tahun ku lalui sebagai suami dari seorang Agni Tri Nubuwati. Kini, aku dan Agni telah memiliki seorang anak, yaitu Nuna. Aku sangat menyayangi mereka. Bagiku mereka adalah hartaku yang paling berharga. Agni dan Nuna serta mamaku adalah perempuan yang berarti bagiku sekarang, esok dan selamanya. Aku bersyukur, karena Cakka telah menyerahkan posisinya sebagai pengantin pria kepadaku. Apabila tidak? Entahlah. Aku tidak dapat membayangkannya. Bagaimanapun keadaanmu, I will stay loved you Agni.
+++
Dan jika dulu cinta yang memisahkan kita,
Pada akhirnya, cinta juga yang menyatukan kita,
Kamu dan aku telah bersatu untuk selamanya,
Benar kata orang,
Cinta sejati tidak akan pernah lekang oleh dan waktu,
Aku akan selalu mencintaimu.
+++
Haish, jelek yah?
Maaf, penulis masih amatiran.
Dibaca, and coment aja yah? #Ngarep
Sankyu…
Author
Sabtu, 30 April 2011
Magic
Hallo… Aloha… Halah GJ dah, yasudahlah perkenalkan nama saya Cakka Kawekas Nuraga. Kalian bisa panggil saya Cakka, Eka, Raga, Aga, asalkan bukan ‘cicak’ saja. Wkwkwk… Just kidding pembaca. Kalian panggil saya Cakka saja yah… Weleh, formal banget dah! Hari ini gue resmi jadi anak SMA Persada. SMA Persada cuy… SMA RSBI terkenal seantero dunia. Hari ini menyebalkan pembaca, bayangkan saja yah. Pertama, gue harus pake topi Koran ala mr.Bean, pake kaos kaki belang black and white, tag name bentuk koala *PLETAKS* hehe… kagak ding, bentuk melati. Melati pembaca! Melati kan khusus cewek! Masak seorang Cakka Kawekas Nuraga memakai name tag bentuk melati! OH NO!!! APA KATA DUNIA NANTI?!? Oh ya, name tag yang bentuk melati cuma dipakai sama gue dan seorang cewek. Kagak tahu dah siapa! Emang sih, disini kalau mos bentuk name tagnya buah, bunga, dan hewan. Dan setiap satu bentuk name tag, hanya untuk satu cowok dan cewek. Tapi, beruntunglah Iel, sohib gue karena dia bisa satu bentuk name tag dengan Sivia, ceweknya. Lain Iel, lain pula gue! Gue kena apes! Mana setiap cowok dan cewek dengan bentuk name tag yang sama harus pasangan, duduk bareng, makan sepiring berdua saat MOS berlangsung. God help me… Semoga cewek itu nggak jadi C~Luvers yang rada buas itu… *Pletaks* ditimpukin dah gue!
“AGNI!!!” Setdah, apa-apaan nih?! Kenceng banget manggilnya! Gue noleh dah, ebuseet… Cewek itu bikin gue cengo’ dah! Eit, bukan cewek yang manggil loh, yang dipanggil baru iya. Manis banget deh! Senyumnya bikin gue terpikat banget! Saat dia berkedip, gue tersepona rasanya, eh terpesona.
“Ya Ra, ada apa?” Ya Allah, waktu denger suaranya serasa melayang deh! Nggak kuat gue denger suaranya. Sst… Jangan bilang ke Iel yah? Ntar gue dikecengin. Hehe… Gue liatin name tagnya, kebetulan banget… name tagnya melati, sama kayak gue. Gue liat namanya, Agni. Hm… An unique name. Hahay… :D
“Kau hanya tersenyum, aku terpikat
Kau hanya berkedip, aku terpesona
Saat kau bicara, aku tak kuasa
Mendengar… suaramu…”
Teet… Teet… Teet…
Bel penyiksaan dimulai. Eh, ralat bel kebahagiaan dimulai! Karena gue bakal sebangku sama dia, dihukum sama dia, sepiring berdua sama dia. Senangnya hatiku dekat sama dia. Kini aku tersenyum dengan riang! Weleh, GJ dah! Wkwkwk… sabodo teuing ah. Agni… Agni… Belum kenal kamu lama aja bikin gue gila! Apalagi udah kenal kamu, Bisa masuk RSJ gue!
“Hey… Name tag kamu bentuknya melati yah? Aku duduk disamping kamu yah? Name tag aku juga bentuknya melati kok.” Ya Allah, asli dah pengen pingsan gue. Anaknya kalem banget, suaranya itu loh! Mirip bidadari euy… Mana sopan lagi! Liat aja ngomongnya, pake aku-kamu.
“E… Eh, iya. Silahkan…” Ucapku sambil bergeser dan…
BRAK… Aduduh… sakit! Shit! Pake acara jatoh segala, bikin tengsin aja sih!
“E… Eh…” si Agni ngulurin tangannya, guepun nerima uluran itu. Dia mendekati wajah gue, gue kaget. Jangan-jangan…
“Lain kali hati-hati yah? Kan kalau jatoh sakit. Mana bahaya buat tulang ekormu lagi. Kamu nggak perlu geser lagi, kan yang tadi aku tunjuk udah kosong.” Bisiknya tepat ditelinga gue. Asli, gue kira dia mau nyium gue, eh taunya… Tapi tetep deg-degan banget gue!
“M… M… Iya. Makasih ya udah bantu aku.” Ah, bego! Bego! Bego! Kok gue ikutan pake aku-kamu sih?! Argh... Mos pun dilanjutkan, saat tengah mencatat pulpen gue tintanya abis.
“Shit! Pake acara tinta abis lagi! Bisa dipenggal nih gue! Mana pulpen cadangan gue ketinggalan lagi! ” Gue bergumam kesel. Bikin gondok aja deh! Mana nggak bawa pulpen cadangan lagi!
“Nih, pake! Lain kali jangan lupa bawa pulpen cadangan yah…” Ucap Agni sambil nyodorin pulpennya ke gue, gue hanya ngangguk dan nerusin nyatet.
Teet…Teet…
Bel istirahat berbunyi, pengennya sih ke ruang musik buat maen gitar. Tapi, panggilan alam berbunyi. Cacing cacing diperut gue udah pada demo buat minta makan. Jadilah gue kekantin. Eh, sampenya disana gue keabisan makan. Gue balik dah kekelas.
“Nih, makan! Laper kan?” sebuah pop mie ada dihadapan gue, gue ngengok aja tuh. Hwa…
“AGNI?!” pekik gue, sumpah kaget.
“Nih makan, jangan cuma ngelus perut.” Katanya sambil senyum, manis.......... banget gula aja lewat #oke,lebehsayakumat. Gue nerima tuh sodoran pop mie, lumayan.
Teet… Teet... Teet…
Bel masuk berkumandang, Tobat Cak… Tobat… Sepanjang pelajaran gue cuma mandang wajah cewek yang bernama AGNI.
Teet... Teet... Teet...
BEL PULANG BERBUNYI, HORE!!!! Gue langsung tancap gas ke parkiran ngambil ninja gue. Gue cengo’ saudara, kalian tahu apa yang gue liat? AGNI cuy! AGNI! AGNI NAEK MOTOR! MANA CAGIVA PULA! Beh, keren tuh anak... J
Ditengah perjalanan pulang, gue tertegun saat melewati taman kompleks HSH alias home sweet home gue. Soalnya, Agni ada disana. EH?!
CIIITTT.....
Ah elah, penulisnya amatiran nih. Masak gue ngeremnya dideket comberan. Penulis tega... T.T
*Penulis : ah elah, bawel lu! Udah mending lu gue selametin dari comberan, brisik aje lu!
Cakka : Nyelametin apa nyelametin, bilang aje amatiran lu!
Penulis : emang gue amatiran, mau apa lu?! cepetan balik kecerita!
Cakka : dasar bawel
Penulis : CEPETAN BALIK!!*
Hwa... Saudara sekalian baca kan seberapa kejemnya penulis sama gue. Sabodo teuing sama penulis, gue mau liat ngapain Agni dulu.
“Adek-adek udah pada kebagian?” tanya sebuah suara, yap dia Agni.
“Udah kak...” jawab anak-anak kecil yang bersama Agni kompakan.
“Nah, kakak pulang dulu yah?”
“Jangan kak, nggak boleh! Osa masih mau main sama kak Agni.”
“Iya, Netha juga!”
“Silvia juga!”
“Gandhi juga!”
“Ourel juga!”
“Oliv juga!”
“Tian juga!” Agni tesenyum.
“Iya, iya. Kalian lucu banget sih?! Adeknya siapa sih?”
“Adeknya kak Agni dong!” jawab semuanya kompak, lagi. Agni terkekeh.
“Hehe… yaudah yuk main. Mau main apa?”
“Petak umpet,”
“Cublak-cublak suwung,”
“Gini aja, siapa yang milih petak umpet angkat tangan,” 5 anak ngacungin tangannya. “Kalau cublak-cublak suwung?” atu, dua, tiga, ...sepuluh anak ngangkat tangan tuh!
“Nah, main cublak-cublak suwung dulu, baru petak umpet.” Merekapun main dengan riangnya, guepun menghayal kalau punya anak sama Agni.
Khayalan mode : on
“Aduh, Acha... nggak boleh nakal sama Ozy ah,” Ucap Agni dengan perut membesar, yap dia hamil. Sekedar informasi, anak gue namanya Larissa Safanah Arif biasa dipanggil Acha. Kalau Ozy itu anaknya Sivia-Gabriel. Mereka seumuran, nah ada rencana tuh gue jodohin. Hehe... :D
“Iya, iya mah...”
“Jangan iya doang, cepet minta maaf.”
“Oji, Acha minta maaf yah?”
“Sip Achantik, ayo main lagi.” Agni tersenyum melihat keakuran 2 bocah lucu itu. Tak lama kemudian,
“Argh... Argh...” si Agni merintih, nah sebagai suami yang baik gue langsung bawa dia ke kamar and panggilin dokter. Kali aja anak yang ada dikandungannya brojol. Selama Agni ada didalem gue mondar-mandir gitu, ala sinetron. Tak lama kemudian,
“Oek… Oek... Oek…” Ck, lagi-lagi penulisnya nggak handal nyamarin suara. Bodo amat dah, yang penting anak gue lahir.
Khayalan mode : off
Ah, penulisnya gangguin gue aja nih. :( padahal lagi asyik tuh anak gue udah brojol. Gue senyam senyum dah bayangin punya anak sama… Hm… Hm… Agniku tersayang Agniku tercinta. Hahay… Niatnya gue mau langsung pulang, taunya pas gue mundur…
GUBRAK…
Nah tuh kan, penulisnya nggak handal nyamarin suara. But, kalian tau nggak?! Gue jatuh woy! Lutut gue atit… Agniku tersayang, eh bukan waktunya nyanyi Cak. Mamah… Agni… Lutut gue sakit… Huhuhu… :’(
“Loh?! Kamu?! Kok bisa jatuh sih?! Sini aku obtain, lututmu berdarah tuh.” Suara itu, gue noleh.
“Agni?!” Pekik gue kenceng, sampe-sampe tuh 15 bocah yang tadi main sama Agni nutup telinga semua.
“Aduh Cakka Kawekas Nuraga, kalau kaget kira-kira donk. Bisa pecah nih telinga,” Omel Agni. Gue nyengir. Guepun dibantu Agni sampe tuntas, sampe kagak ada luka yang nutupin tubuh sexy gue *ditoyor penulis*. Ngeh, penulis oon! Sakit dodol! Gue sekarang lagi dikamar, lagi ngelamun.
*penulis : Ngeh, ngelamun jorok pasti itu…
Cakka : BERISIK!! Balikin gue ke cerita!
Penulis : Lah kok gue yang dimarahin?!
Cakka : Balikin kagak?!
Penulis : iya dah, BALIK KE CERITA*
Penulisnya selalu gangguin aye. Gedeg saya. Agni... Agni... Semua yang kau lakukan bikin gue terpesona, It's magic.
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Bagiku kau yang teridah…
+++
“AGNI!!!” Setdah, apa-apaan nih?! Kenceng banget manggilnya! Gue noleh dah, ebuseet… Cewek itu bikin gue cengo’ dah! Eit, bukan cewek yang manggil loh, yang dipanggil baru iya. Manis banget deh! Senyumnya bikin gue terpikat banget! Saat dia berkedip, gue tersepona rasanya, eh terpesona.
“Ya Ra, ada apa?” Ya Allah, waktu denger suaranya serasa melayang deh! Nggak kuat gue denger suaranya. Sst… Jangan bilang ke Iel yah? Ntar gue dikecengin. Hehe… Gue liatin name tagnya, kebetulan banget… name tagnya melati, sama kayak gue. Gue liat namanya, Agni. Hm… An unique name. Hahay… :D
“Kau hanya tersenyum, aku terpikat
Kau hanya berkedip, aku terpesona
Saat kau bicara, aku tak kuasa
Mendengar… suaramu…”
Teet… Teet… Teet…
Bel penyiksaan dimulai. Eh, ralat bel kebahagiaan dimulai! Karena gue bakal sebangku sama dia, dihukum sama dia, sepiring berdua sama dia. Senangnya hatiku dekat sama dia. Kini aku tersenyum dengan riang! Weleh, GJ dah! Wkwkwk… sabodo teuing ah. Agni… Agni… Belum kenal kamu lama aja bikin gue gila! Apalagi udah kenal kamu, Bisa masuk RSJ gue!
“Hey… Name tag kamu bentuknya melati yah? Aku duduk disamping kamu yah? Name tag aku juga bentuknya melati kok.” Ya Allah, asli dah pengen pingsan gue. Anaknya kalem banget, suaranya itu loh! Mirip bidadari euy… Mana sopan lagi! Liat aja ngomongnya, pake aku-kamu.
“E… Eh, iya. Silahkan…” Ucapku sambil bergeser dan…
BRAK… Aduduh… sakit! Shit! Pake acara jatoh segala, bikin tengsin aja sih!
“E… Eh…” si Agni ngulurin tangannya, guepun nerima uluran itu. Dia mendekati wajah gue, gue kaget. Jangan-jangan…
“Lain kali hati-hati yah? Kan kalau jatoh sakit. Mana bahaya buat tulang ekormu lagi. Kamu nggak perlu geser lagi, kan yang tadi aku tunjuk udah kosong.” Bisiknya tepat ditelinga gue. Asli, gue kira dia mau nyium gue, eh taunya… Tapi tetep deg-degan banget gue!
“M… M… Iya. Makasih ya udah bantu aku.” Ah, bego! Bego! Bego! Kok gue ikutan pake aku-kamu sih?! Argh... Mos pun dilanjutkan, saat tengah mencatat pulpen gue tintanya abis.
“Shit! Pake acara tinta abis lagi! Bisa dipenggal nih gue! Mana pulpen cadangan gue ketinggalan lagi! ” Gue bergumam kesel. Bikin gondok aja deh! Mana nggak bawa pulpen cadangan lagi!
“Nih, pake! Lain kali jangan lupa bawa pulpen cadangan yah…” Ucap Agni sambil nyodorin pulpennya ke gue, gue hanya ngangguk dan nerusin nyatet.
Teet…Teet…
Bel istirahat berbunyi, pengennya sih ke ruang musik buat maen gitar. Tapi, panggilan alam berbunyi. Cacing cacing diperut gue udah pada demo buat minta makan. Jadilah gue kekantin. Eh, sampenya disana gue keabisan makan. Gue balik dah kekelas.
“Nih, makan! Laper kan?” sebuah pop mie ada dihadapan gue, gue ngengok aja tuh. Hwa…
“AGNI?!” pekik gue, sumpah kaget.
“Nih makan, jangan cuma ngelus perut.” Katanya sambil senyum, manis.......... banget gula aja lewat #oke,lebehsayakumat. Gue nerima tuh sodoran pop mie, lumayan.
Teet… Teet... Teet…
Bel masuk berkumandang, Tobat Cak… Tobat… Sepanjang pelajaran gue cuma mandang wajah cewek yang bernama AGNI.
Teet... Teet... Teet...
BEL PULANG BERBUNYI, HORE!!!! Gue langsung tancap gas ke parkiran ngambil ninja gue. Gue cengo’ saudara, kalian tahu apa yang gue liat? AGNI cuy! AGNI! AGNI NAEK MOTOR! MANA CAGIVA PULA! Beh, keren tuh anak... J
Ditengah perjalanan pulang, gue tertegun saat melewati taman kompleks HSH alias home sweet home gue. Soalnya, Agni ada disana. EH?!
CIIITTT.....
Ah elah, penulisnya amatiran nih. Masak gue ngeremnya dideket comberan. Penulis tega... T.T
*Penulis : ah elah, bawel lu! Udah mending lu gue selametin dari comberan, brisik aje lu!
Cakka : Nyelametin apa nyelametin, bilang aje amatiran lu!
Penulis : emang gue amatiran, mau apa lu?! cepetan balik kecerita!
Cakka : dasar bawel
Penulis : CEPETAN BALIK!!*
Hwa... Saudara sekalian baca kan seberapa kejemnya penulis sama gue. Sabodo teuing sama penulis, gue mau liat ngapain Agni dulu.
“Adek-adek udah pada kebagian?” tanya sebuah suara, yap dia Agni.
“Udah kak...” jawab anak-anak kecil yang bersama Agni kompakan.
“Nah, kakak pulang dulu yah?”
“Jangan kak, nggak boleh! Osa masih mau main sama kak Agni.”
“Iya, Netha juga!”
“Silvia juga!”
“Gandhi juga!”
“Ourel juga!”
“Oliv juga!”
“Tian juga!” Agni tesenyum.
“Iya, iya. Kalian lucu banget sih?! Adeknya siapa sih?”
“Adeknya kak Agni dong!” jawab semuanya kompak, lagi. Agni terkekeh.
“Hehe… yaudah yuk main. Mau main apa?”
“Petak umpet,”
“Cublak-cublak suwung,”
“Gini aja, siapa yang milih petak umpet angkat tangan,” 5 anak ngacungin tangannya. “Kalau cublak-cublak suwung?” atu, dua, tiga, ...sepuluh anak ngangkat tangan tuh!
“Nah, main cublak-cublak suwung dulu, baru petak umpet.” Merekapun main dengan riangnya, guepun menghayal kalau punya anak sama Agni.
Khayalan mode : on
“Aduh, Acha... nggak boleh nakal sama Ozy ah,” Ucap Agni dengan perut membesar, yap dia hamil. Sekedar informasi, anak gue namanya Larissa Safanah Arif biasa dipanggil Acha. Kalau Ozy itu anaknya Sivia-Gabriel. Mereka seumuran, nah ada rencana tuh gue jodohin. Hehe... :D
“Iya, iya mah...”
“Jangan iya doang, cepet minta maaf.”
“Oji, Acha minta maaf yah?”
“Sip Achantik, ayo main lagi.” Agni tersenyum melihat keakuran 2 bocah lucu itu. Tak lama kemudian,
“Argh... Argh...” si Agni merintih, nah sebagai suami yang baik gue langsung bawa dia ke kamar and panggilin dokter. Kali aja anak yang ada dikandungannya brojol. Selama Agni ada didalem gue mondar-mandir gitu, ala sinetron. Tak lama kemudian,
“Oek… Oek... Oek…” Ck, lagi-lagi penulisnya nggak handal nyamarin suara. Bodo amat dah, yang penting anak gue lahir.
Khayalan mode : off
Ah, penulisnya gangguin gue aja nih. :( padahal lagi asyik tuh anak gue udah brojol. Gue senyam senyum dah bayangin punya anak sama… Hm… Hm… Agniku tersayang Agniku tercinta. Hahay… Niatnya gue mau langsung pulang, taunya pas gue mundur…
GUBRAK…
Nah tuh kan, penulisnya nggak handal nyamarin suara. But, kalian tau nggak?! Gue jatuh woy! Lutut gue atit… Agniku tersayang, eh bukan waktunya nyanyi Cak. Mamah… Agni… Lutut gue sakit… Huhuhu… :’(
“Loh?! Kamu?! Kok bisa jatuh sih?! Sini aku obtain, lututmu berdarah tuh.” Suara itu, gue noleh.
“Agni?!” Pekik gue kenceng, sampe-sampe tuh 15 bocah yang tadi main sama Agni nutup telinga semua.
“Aduh Cakka Kawekas Nuraga, kalau kaget kira-kira donk. Bisa pecah nih telinga,” Omel Agni. Gue nyengir. Guepun dibantu Agni sampe tuntas, sampe kagak ada luka yang nutupin tubuh sexy gue *ditoyor penulis*. Ngeh, penulis oon! Sakit dodol! Gue sekarang lagi dikamar, lagi ngelamun.
*penulis : Ngeh, ngelamun jorok pasti itu…
Cakka : BERISIK!! Balikin gue ke cerita!
Penulis : Lah kok gue yang dimarahin?!
Cakka : Balikin kagak?!
Penulis : iya dah, BALIK KE CERITA*
Penulisnya selalu gangguin aye. Gedeg saya. Agni... Agni... Semua yang kau lakukan bikin gue terpesona, It's magic.
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Bagiku kau yang teridah…
+++
Hola… Hola.., balik lagi sama gue, Cakka Kawekas Nur..*radagendut* Ish… Penulis tukang nyaut! Salah tuh nama gue! Ralat dulu ya para pembaca? Nama saya Cakka Kawekas Nur..*radagendut* BERISIK nih penulis! Bisa diem kagak lu! *kagak* Okeh, gue mau bilang Apin dulu… Biar lu dipecat jadi anggota Alvz, *yah, jangan dong Cak…* makanya diem! Okeh, balik lagi sama gue, CakkaKawekasNuragaanakpalingcakepsejogja.
*Penulis : Cak, lu ngomong apa kumur-kumur?!
Cakka : Ya ngomonglah! Abisnya kalau nggak cepet keburu lo motong omongan gue,
Penulis : Oh, yasudahlah! BALIK KE CERITA!!”
Hehe, pada bingung yah?! Gue ulang yah, berhubung saya baik hati dan tidak sombong, patuh terhadap orang tua, serta rajin menabung (?) saya ulang deh, nama saya Cakka Kawekas Nuraga anak paling cakep seJogja.
Nah, sekarang saya lagi ada disekolah, lagi mandang wajahnya Agni yang super.......duper........ manis itu :D #lebehsayakumatagain. -_-“
“Cak. Cakka. Cakka!” gue kayak ngedenger suara Agniku tersayang Agniku tercinta. Beneran kagak yah?!
“CAKKA KAWEKAS NURADAGENDUT!”
“Dasarpenulissedengmauapalo?!ganggugueajalo!” Teriak gue refleks, gue langsung tutup mulut donk. Malu euy, gue yakin muka gue pasti meraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh banget kayak kepiting! #Lebehsayakumatagain. Gue liat Agni sudut mata gue, dia cengo banget.
“Eh, eh, Ag... Ag… Sorry, gue nggak…”
“Nggak papa kok, kamu ngelamunin apa?”
“Nggak papa kok,”
“Oh, tapi kok kamu teriak penulis-penulis gitu?! Penulis apa sih?” Mati gue! Emak... *Lah, katanya kalau manggil mamah?!* dasar penulis tukang nyaut, brisik banget sih lu! okeh, gue ralat dulu yak?! Mama... tolongin anakmu. Ini gara-gara penulisnya nih, pake manggil gue Cakka Kawekas Nuradagendut. Eh, tapi Agni kok manggil gue sama kayak penulis sedengnya sih?! Jangan-jangan... o.O
“CAKKA KAWEKAS NURADAGENDUT!!” teriak Agni pas kuping gue. Haduh, bisa budek nih gue. Eh, tapi kagak lah. Kalau Agni kan suaranya lembut daripada penulis yang teriak, bisa pecah gendang telinga gue. Gue lirik Agni, ngek~ dia manyun. Ish, gemes gue. Pengen gue cubit dan gue ciumin deh. *Ngek, ngeres amat tuh pikiran.* bodo! Cuma nyium doang sih, santai wae penulis... *sedeng lu* BODO! Akhirnya gue cubit deh tuh pipi chubbynya Agni.
“Apa sih Agni?” Tanya gue sambil masih terus nyubit pipinya dia. Dia makin gembungin pipinya dan manyun. Tambah gemes dah gue. Unyu… unyu… :D :D
“Kamu nggak kekantin? Udah istirahat loh.” Refleks gue berhenti nyubitin pipinya Agni. beneran udah istirahat nih?! Alhamdulillah… *peace yang non, kan Cakka agamanya Islam. ^^v* Ngek, udah istirahat?! Kok gue nggak denger belnya.
*Penulis : Ye... mana lu denger?! Daritadi kerjaan lo ngelamun mulu. Ya jangan salahin gue dong.
Cakka : Dasar penulis amatir,
Penulis : Suka-suka lu deh Cak,
Cakka : dasar penulis sedeng, oon, amatiran, resek, selalu saja bikin gue apes. Kok bisa ituloh dia ikutan CGL?! Jelek-jelekin tim aja.
Penulis : Eit, dasar Cakka Kawekas Nuradagendut! BALIK KE CERITA now!*
Huh, dasar penulis sedeng. Eh, eh, kok gue ngerasa kaya dicubit orang ya?
“Agni?!” Pekik gue kaget. “ngapain lu nyubit gue?! Naksir yah?” lanjut gue.
“Ish, PD bener! Dasar CakDut!” Gue ngangkat sebelah alis gue.
“Nyeh, Cakdut?! Apaan tuh?!”
“CakDut adalah...” Dia ngegantungin kalimatnya, gue makin penasaran
“Adalah apaan?!”
“CAKKA GENDUT!! Hahaha, dadah Cakka.” Ucapnya sambil tertawa kecil dan menurut gue itu maniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiisssssssssssssssssssssssss bbbaaaaaaaaaaaannnnnnngggggggggeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeettttttttt #lebehsayasukakumatkalauudahngomonginAgni
Teet... Teet... Teet...
YES!! BEL PULANG HORE!! Eh, tapi ntaran aja dah pulangnya. Malu euy, gue hari ini bawa scoopynya si Apin, gara-gara ninja gue dipake buat ngecengin pacarnya. Hadeh, Apin... Coba lu kagak kakak gue, kagak bakalan gue mau tukeran motor sama lu! salah sendiri, dulu dikasih ninja item ditukar sama scoopy. :p *jahat lu Cak, sama adek sendiri juga.* bodo! Salah siapa, udah punya pacar masih suka ngresein gue. *Ngek, Apin punya pacar?! Oh no!! Pupus dah harapan gue!! :’(* Sukurin. Eh, lu kan yang nulis, pasti lu tahu kan? *Hehe, ada deh Cak* ah elah, dari cara lu nyengir ketauan kalo lu ada niat busuk sama gue. Yo wes lah. Gue celingak- celinguk. Hhh... Untung sepi. Gue langsung ngacir ke parkiran. Begitu gue mau pulang, begitu kagetnya gue waktu ada yang nepuk pundak gue dari belakang. Gue nengok, dan alhasil gue cengo’ liat orang yang nepuk pundak gue dia adalah… *Agni* kagak.
“ALVIN?!”
“Heh, yang sopan! Pake kakak! KAK Alvin,” Ucapnya dengan penuh penekanan pada kata ‘kak’.
“iya… Iya… Kak Apinupinipin.”
“Suka-suka lu deh Cak.” Dia malah cengengesan, bikin gue empet aja sih, “Eh, gue pulang dulu yah?” Dia ngacir, tapi gue liat dia ngedipin matanya sambil monyongin mulutnya sama seseorang yang bikin gue penasaran setengah mati. Gue dalam hati berdoa, semoga orangnya bukan AGNI TRI NUBURAGA *Eh, kok Nuburaga?* Nubuwati-Nuraga. *Ngeh, dasar CAKKA KAWEKAS NURADAGENDUT* seterah lo deh -_-“
WUSH...
Sebenarnya gue rada ilfeel sama yang nulis ini, bego’ banget dalam urusan nyamarin suara *ditoyor penulis* okelah. Angin berhembus dengan kenceng, gue malingin muka ke kanan, soalnya arah anginnya ke kanan sih. Gue liat Agni. eh, Agni?! Ya Allah, cantik bener dah. Rambutnya beterbangan ditiup angin. Beh… Kayak iklan sampo deh. Makin cinta deh. Bener-bener mahkluk yang paling indah, selain nyokab gue pastinya.
Mahakarya Tuhan menciptakanmu,
begitu indahnya, mahkluk sepertimu,
saat kau bicara, aku tak kuasa,
mendengar... suaramu...
Malam ini, gue lagi termenung ngeliatin bintang yang bikin symbol huruf ‘A’ dan bulan sabit yang nyimbolin huruf ‘C’. Yang menurut gue, ‘A’ itu Agni dan ‘C’ itu Cakka. Pokoknya semua yang AGNI TRI NUBUWATI lakukan baik itu hal-hal kecil bikin gue selalu tersepona, eh terpesona. Pokoknya gue harus nembak dia, HARUS. Akhirnya gue mutusin buat tidur.
Dream : : On
“Saya terima nikah dan kawinnya Agni Tri Nubuwati bin Gabriel Stevent Damanik*kagakkepikirananakICyanglainlagi,hehe* dengan mas kawin tersebut tunai,”
“Sah?!”
“Sah!”
“Alhamdulillah…”
Hehe, para pembaca… sekarang gue sama Agniku tersayang Agniku tercinta udah nikah loh, *nggak nanya*. Okeh, kali ini gue kagak bakalan ngegubris penulis yang ngegerecokin gue. Legaaaaaaaaaaaaaaaaaaa banget! Gue udah nikah sama Agni. Nggak kerasa udah malem pembaca. Sekarang gue udah ganti baju tidur dan nungguin Agni keluar kamar mandi.
CEKLEK... Pintu kamar mandi kebuka, hahasek... Eit, pembaca jangan omes dulu yak? Agni berjalan kearah gue, dia senyum maaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnnnniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiissssssssssssssssssss bbbbbbaaaaaaaaaaannnnnnnnnnggggggggggggeeeeeeettttttt #Lebehkumatmendadak
Gue meluk pinnggangnya, diapun meluk leher gue. Gue miringin kepala,
Jarak kita deket...
Semakin deket…
Dan...
Dream mode : : off
PLUK… Sebuah bantal mendarat dimuka gue. Gue nyoba melekin mata gue. Gue liat kak Apin ngomel-ngomel,
“Ah elah, lu mimpi apaan sih Cak? Peluk-peluk gue, pake monyongin bibir lagi. Jangan bilang lu MAHO!” gue geplak tuh kepalanya. Dia meringis. Gue balik tidur lagi ah, sumpah tadi gue lupa kalau kak Apin tidur dikamar gue.
Hari ini gue nggak niat sekolah sama sekali, yang ada dipikiran gue cuma Agni, Agni, dan Agni
Teet…Teet… Teet…
Bel pulang berbunyi, gue langsung bawa Agni ke taman kompleks gue. Disana, gue mangku gitar dan mulai nyanyi…
“Kau hanya tersenyum, aku terpikat
Kau hanya berkedip, aku terpesona
Saat kau bicara, aku tak kuasa
Mendengar… suaramu…
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Bagiku kau yang teridah…
Mahakarya Tuhan menciptakanmu,
begitu indahnya, mahkluk sepertimu,
saat kau bicara, aku tak kuasa,
mendengar... suaramu...
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic”
Gue berlutut didepannya, gue genggam tangannya dan letakin tangannya itu ke dada gue. Gue tatap matanya dalam,
“Ag, sejak pertama kali gue ngeliat lo, gue suka sama lo. Mungkin jatuh cinta. Senyum lo, cara lo ketawa, semuanya dari lo gue suka. Would you be mine?” Tanya gue.
“Dia nggak bakalan nerima lo, karena dia gebetan gue Cak,” Sahut kak Alvin yang ternyata ada dibelakang gue.
“Nyeh…” Gue pasang tampang madesu. Kak Alvin nyamperin gue dan Agni. dengan gerakan kilat dia ngecup pipinya Agni. Hue mamah… Gue pengen… -_-“
“Tapi tenang Cak, baru gebetan. Biar dia yang milih, gue apa lo. Ag, lo pilih gue atau dia?”
“Gue bingung, jalanin dulu ajah yak?” Gue dan kak Apin cengo’ tapi tangan gue digandeng tangan kiri Agni, tangan Agni yang satunya gandeng kak Apin. Gue dan kak Apin tersenyum jail,
1…
2…
3…
CUPP…
Pipi kiri Agni dikecup gue, Pipi Agni yang kanan dikecup kak Alvin.
“Kita sayang lo Ag…” Teriak gue dan kak Alvin bareng. Kita bertigapun tertawa bersama.
__THE END__
Gimana? GJ yah?
Haha, coment aja yah...
_Kartika_
*Penulis : Cak, lu ngomong apa kumur-kumur?!
Cakka : Ya ngomonglah! Abisnya kalau nggak cepet keburu lo motong omongan gue,
Penulis : Oh, yasudahlah! BALIK KE CERITA!!”
Hehe, pada bingung yah?! Gue ulang yah, berhubung saya baik hati dan tidak sombong, patuh terhadap orang tua, serta rajin menabung (?) saya ulang deh, nama saya Cakka Kawekas Nuraga anak paling cakep seJogja.
Nah, sekarang saya lagi ada disekolah, lagi mandang wajahnya Agni yang super.......duper........ manis itu :D #lebehsayakumatagain. -_-“
“Cak. Cakka. Cakka!” gue kayak ngedenger suara Agniku tersayang Agniku tercinta. Beneran kagak yah?!
“CAKKA KAWEKAS NURADAGENDUT!”
“Dasarpenulissedengmauapalo?!ganggugueajalo!” Teriak gue refleks, gue langsung tutup mulut donk. Malu euy, gue yakin muka gue pasti meraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh banget kayak kepiting! #Lebehsayakumatagain. Gue liat Agni sudut mata gue, dia cengo banget.
“Eh, eh, Ag... Ag… Sorry, gue nggak…”
“Nggak papa kok, kamu ngelamunin apa?”
“Nggak papa kok,”
“Oh, tapi kok kamu teriak penulis-penulis gitu?! Penulis apa sih?” Mati gue! Emak... *Lah, katanya kalau manggil mamah?!* dasar penulis tukang nyaut, brisik banget sih lu! okeh, gue ralat dulu yak?! Mama... tolongin anakmu. Ini gara-gara penulisnya nih, pake manggil gue Cakka Kawekas Nuradagendut. Eh, tapi Agni kok manggil gue sama kayak penulis sedengnya sih?! Jangan-jangan... o.O
“CAKKA KAWEKAS NURADAGENDUT!!” teriak Agni pas kuping gue. Haduh, bisa budek nih gue. Eh, tapi kagak lah. Kalau Agni kan suaranya lembut daripada penulis yang teriak, bisa pecah gendang telinga gue. Gue lirik Agni, ngek~ dia manyun. Ish, gemes gue. Pengen gue cubit dan gue ciumin deh. *Ngek, ngeres amat tuh pikiran.* bodo! Cuma nyium doang sih, santai wae penulis... *sedeng lu* BODO! Akhirnya gue cubit deh tuh pipi chubbynya Agni.
“Apa sih Agni?” Tanya gue sambil masih terus nyubit pipinya dia. Dia makin gembungin pipinya dan manyun. Tambah gemes dah gue. Unyu… unyu… :D :D
“Kamu nggak kekantin? Udah istirahat loh.” Refleks gue berhenti nyubitin pipinya Agni. beneran udah istirahat nih?! Alhamdulillah… *peace yang non, kan Cakka agamanya Islam. ^^v* Ngek, udah istirahat?! Kok gue nggak denger belnya.
*Penulis : Ye... mana lu denger?! Daritadi kerjaan lo ngelamun mulu. Ya jangan salahin gue dong.
Cakka : Dasar penulis amatir,
Penulis : Suka-suka lu deh Cak,
Cakka : dasar penulis sedeng, oon, amatiran, resek, selalu saja bikin gue apes. Kok bisa ituloh dia ikutan CGL?! Jelek-jelekin tim aja.
Penulis : Eit, dasar Cakka Kawekas Nuradagendut! BALIK KE CERITA now!*
Huh, dasar penulis sedeng. Eh, eh, kok gue ngerasa kaya dicubit orang ya?
“Agni?!” Pekik gue kaget. “ngapain lu nyubit gue?! Naksir yah?” lanjut gue.
“Ish, PD bener! Dasar CakDut!” Gue ngangkat sebelah alis gue.
“Nyeh, Cakdut?! Apaan tuh?!”
“CakDut adalah...” Dia ngegantungin kalimatnya, gue makin penasaran
“Adalah apaan?!”
“CAKKA GENDUT!! Hahaha, dadah Cakka.” Ucapnya sambil tertawa kecil dan menurut gue itu maniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiisssssssssssssssssssssssss bbbaaaaaaaaaaaannnnnnngggggggggeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeettttttttt #lebehsayasukakumatkalauudahngomonginAgni
Teet... Teet... Teet...
YES!! BEL PULANG HORE!! Eh, tapi ntaran aja dah pulangnya. Malu euy, gue hari ini bawa scoopynya si Apin, gara-gara ninja gue dipake buat ngecengin pacarnya. Hadeh, Apin... Coba lu kagak kakak gue, kagak bakalan gue mau tukeran motor sama lu! salah sendiri, dulu dikasih ninja item ditukar sama scoopy. :p *jahat lu Cak, sama adek sendiri juga.* bodo! Salah siapa, udah punya pacar masih suka ngresein gue. *Ngek, Apin punya pacar?! Oh no!! Pupus dah harapan gue!! :’(* Sukurin. Eh, lu kan yang nulis, pasti lu tahu kan? *Hehe, ada deh Cak* ah elah, dari cara lu nyengir ketauan kalo lu ada niat busuk sama gue. Yo wes lah. Gue celingak- celinguk. Hhh... Untung sepi. Gue langsung ngacir ke parkiran. Begitu gue mau pulang, begitu kagetnya gue waktu ada yang nepuk pundak gue dari belakang. Gue nengok, dan alhasil gue cengo’ liat orang yang nepuk pundak gue dia adalah… *Agni* kagak.
“ALVIN?!”
“Heh, yang sopan! Pake kakak! KAK Alvin,” Ucapnya dengan penuh penekanan pada kata ‘kak’.
“iya… Iya… Kak Apinupinipin.”
“Suka-suka lu deh Cak.” Dia malah cengengesan, bikin gue empet aja sih, “Eh, gue pulang dulu yah?” Dia ngacir, tapi gue liat dia ngedipin matanya sambil monyongin mulutnya sama seseorang yang bikin gue penasaran setengah mati. Gue dalam hati berdoa, semoga orangnya bukan AGNI TRI NUBURAGA *Eh, kok Nuburaga?* Nubuwati-Nuraga. *Ngeh, dasar CAKKA KAWEKAS NURADAGENDUT* seterah lo deh -_-“
WUSH...
Sebenarnya gue rada ilfeel sama yang nulis ini, bego’ banget dalam urusan nyamarin suara *ditoyor penulis* okelah. Angin berhembus dengan kenceng, gue malingin muka ke kanan, soalnya arah anginnya ke kanan sih. Gue liat Agni. eh, Agni?! Ya Allah, cantik bener dah. Rambutnya beterbangan ditiup angin. Beh… Kayak iklan sampo deh. Makin cinta deh. Bener-bener mahkluk yang paling indah, selain nyokab gue pastinya.
Mahakarya Tuhan menciptakanmu,
begitu indahnya, mahkluk sepertimu,
saat kau bicara, aku tak kuasa,
mendengar... suaramu...
Malam ini, gue lagi termenung ngeliatin bintang yang bikin symbol huruf ‘A’ dan bulan sabit yang nyimbolin huruf ‘C’. Yang menurut gue, ‘A’ itu Agni dan ‘C’ itu Cakka. Pokoknya semua yang AGNI TRI NUBUWATI lakukan baik itu hal-hal kecil bikin gue selalu tersepona, eh terpesona. Pokoknya gue harus nembak dia, HARUS. Akhirnya gue mutusin buat tidur.
Dream : : On
“Saya terima nikah dan kawinnya Agni Tri Nubuwati bin Gabriel Stevent Damanik*kagakkepikirananakICyanglainlagi,hehe* dengan mas kawin tersebut tunai,”
“Sah?!”
“Sah!”
“Alhamdulillah…”
Hehe, para pembaca… sekarang gue sama Agniku tersayang Agniku tercinta udah nikah loh, *nggak nanya*. Okeh, kali ini gue kagak bakalan ngegubris penulis yang ngegerecokin gue. Legaaaaaaaaaaaaaaaaaaa banget! Gue udah nikah sama Agni. Nggak kerasa udah malem pembaca. Sekarang gue udah ganti baju tidur dan nungguin Agni keluar kamar mandi.
CEKLEK... Pintu kamar mandi kebuka, hahasek... Eit, pembaca jangan omes dulu yak? Agni berjalan kearah gue, dia senyum maaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnnnniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiissssssssssssssssssss bbbbbbaaaaaaaaaaannnnnnnnnnggggggggggggeeeeeeettttttt #Lebehkumatmendadak
Gue meluk pinnggangnya, diapun meluk leher gue. Gue miringin kepala,
Jarak kita deket...
Semakin deket…
Dan...
Dream mode : : off
PLUK… Sebuah bantal mendarat dimuka gue. Gue nyoba melekin mata gue. Gue liat kak Apin ngomel-ngomel,
“Ah elah, lu mimpi apaan sih Cak? Peluk-peluk gue, pake monyongin bibir lagi. Jangan bilang lu MAHO!” gue geplak tuh kepalanya. Dia meringis. Gue balik tidur lagi ah, sumpah tadi gue lupa kalau kak Apin tidur dikamar gue.
Hari ini gue nggak niat sekolah sama sekali, yang ada dipikiran gue cuma Agni, Agni, dan Agni
Teet…Teet… Teet…
Bel pulang berbunyi, gue langsung bawa Agni ke taman kompleks gue. Disana, gue mangku gitar dan mulai nyanyi…
“Kau hanya tersenyum, aku terpikat
Kau hanya berkedip, aku terpesona
Saat kau bicara, aku tak kuasa
Mendengar… suaramu…
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Bagiku kau yang teridah…
Mahakarya Tuhan menciptakanmu,
begitu indahnya, mahkluk sepertimu,
saat kau bicara, aku tak kuasa,
mendengar... suaramu...
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic”
Gue berlutut didepannya, gue genggam tangannya dan letakin tangannya itu ke dada gue. Gue tatap matanya dalam,
“Ag, sejak pertama kali gue ngeliat lo, gue suka sama lo. Mungkin jatuh cinta. Senyum lo, cara lo ketawa, semuanya dari lo gue suka. Would you be mine?” Tanya gue.
“Dia nggak bakalan nerima lo, karena dia gebetan gue Cak,” Sahut kak Alvin yang ternyata ada dibelakang gue.
“Nyeh…” Gue pasang tampang madesu. Kak Alvin nyamperin gue dan Agni. dengan gerakan kilat dia ngecup pipinya Agni. Hue mamah… Gue pengen… -_-“
“Tapi tenang Cak, baru gebetan. Biar dia yang milih, gue apa lo. Ag, lo pilih gue atau dia?”
“Gue bingung, jalanin dulu ajah yak?” Gue dan kak Apin cengo’ tapi tangan gue digandeng tangan kiri Agni, tangan Agni yang satunya gandeng kak Apin. Gue dan kak Apin tersenyum jail,
1…
2…
3…
CUPP…
Pipi kiri Agni dikecup gue, Pipi Agni yang kanan dikecup kak Alvin.
“Kita sayang lo Ag…” Teriak gue dan kak Alvin bareng. Kita bertigapun tertawa bersama.
__THE END__
Gimana? GJ yah?
Haha, coment aja yah...
_Kartika_
Phsycopath
Pshycopat
Pemuda itu terus merangkai foto-foto seorang gadis impiannya membentuk sebuah nama ‘AGNI’. Ya, dia amat mengagumi seorang gadis berkulit sawo matang dengan senyum menawan yang kini tengah eksis didunia selebritis. Pemuda itu amat sangat ingin memiliki sosok Agni tersebut. Setiap kali ia brows internet. Yang dicari adalah foto Agni, Agni, dan Agni. Wallpaper, screensaver, desktop backgroundnya adalah foto Agni. Tak hanya sekali dua kali kembarannya memperingatkannya, namun semua peringatan itu tak pernah ia gubris. Baginya, Agni harus menjadi miliknya. Agni harus bersamanya bukan yang lain.
“Vin, please berhenti ngagumin Agni secara berlebihan! Nggak baik buat lo itu Vin! Lagian dia kan kabarnya deket sama temen seprofesinya yang namanya Cakka! Sadar Vin, sadar!” Peringat saudara Alvin, pemuda itu.
“Nggak Vi, kedeketan Cakka sama Agni Cuma sebates temen Vi! Gue yakin itu!” Balas Alvin.
“Vin, sadar dong Vin! Boleh sih kamu ngefans dia, tapi nggak berlebihan gini Vin. Lo selalu marah kalau anak Agniaza lain masangin Cakka sama Agni dalam cerita mereka, itu hak mereka Vin!” Peringat Sivia sekali lagi, Sivia adalah saudara kembar Alvin.
“Emang Cakka sama Agni nggak cocok! Cakka Agni, sama sekali nggak cocok! Nggak cocok!”
“Please Vin… Buka mata lo! Cakka sama Agni cocok!”
“Nggak lebih cocok Alvin-Agni”
“Kalau lo suka Agni boleh Vin, tapi jangan gini juga! Lo bukan siapa-siapanya Agni Vin!”
“Sekarang emang nggak Vi, liat aja nanti!”
“Please Vin, sa…” Omongan Sivia terputus.
“Can you SHUT-UP SIVIA AZIZAH?!” Bentak Alvin.
“Tapi Vin…”
“SHUT-UP! AND GO OUT FROM MY ROOM! NOW!” Alvin mulai terbawa emosi. Dengan langkah gontai Sivia berjalan keluar kamar Alvin. Kamar Alvin penuh dengan foto Agni, Agni Tri Nubuwati seorang bintang remaja yang sedang bersinar dan kabarnya sekarang sedang menjalin kasih dengan Cakka Kawekas Nuraga, teman seprofesinya.
“Hey Ag, gimana kabar kamu? Aku harap kamu baik-baik saja!” Ucap Alvin sambil mengelus pipi gadis didalam figura foto yang cukup besar dari tempatnya, meja kecil dekat ranjangnya. “Aku sayang kamu! Dan aku harap kamu bakal jadi milik aku selamanya. Dan selamanya jadi milik aku. Muach…” Setelah mengakhiri ucapannya, Alvin mencium foto pipi Agni. Walaupun itu hanya sebuah foto, Alvin merasa bisa dekat dengan Agni. Kamar Alvin penuh dengan foto Agni. Selalu Agni, dan selalu tentang Agni. Mungkin jika bagaimana jika ia ditanya seberapa sukanya ia dengan Agni, ia akan menjawab ‘tak terkira seberapa suka gue ke dia’. Sorot mata Alvin yang selalu memancarkan kasih sayang ketika menatap sosok Agni pasti akan menimbulkan iri kepada siapa saja yang melihatnya. Bahkan, Alvin yang dianggap orang teraneh karena selalu jutek kepada siapapun, hanya mampu bicara aku-kamu kepada Agni yang sebenarnya hanya khayalannya.
+++
“Tak kan jera aku
memintamu tuk tetap disini
meski kini kaupun telah pergi
dan meminta aku tuk melupakanmu
tapi kutak mampu
aku mohon kepadamu
kembalilah kepadaku
karna takkan pernah ada
yang mampu menggantikanmu
takkan jera aku memintamu
tuk tetap disini
dia bukan orang
yang kupilih tuk melupakanmu
aku mohon kepadamu
kembalilah kepadaku
karna takkan pernah ada
yang mampu menggantikanmu”
Bait demi bait lagu tersebut mengalun indah melewati ruang demi ruang didalam telinga bagi para pendengarnya. Tak hanya suaranya yang merdu yang menarik perhatian, tetapi juga gerakan lincah jari jemarinya memetik satu persatu senar gitar dipangkuannya. Hm… Sungguh indah. Wajahnya amat elok mempesona, bukan hanya sekedar cantik, ttetapi juga manis. Dengan kulit khas Indonesia, sawo matang dia tampil begitu mempesona. Suara yang merdu, pintar memainkan alat musik, senyum yang menawan, begitu sempurna anugrah yang Tuhan berikan kepadanya. Ya, dia adalah Agni Tri Nubuwati, satu-satunya gadis yang mampu membuat sikap dingin Alvin mencair. Satu-satunya gadis yang mampu menarik simpati khalayak luas, tak hanya kaum adam yang simpatik padanya, kaum hawapun juga. Benar-benar idola. Dia tidak pernah melupakan tugasnya sebagai pelajar, bahkan ia seorang lulusan S-1 jurusan hukum. Lengkaplah sudah ia, Penyanyi plus pesinetron terkenal Agni Tri Nubuwati SH.
“Yap, lagu pertama saya sudah selesai. Sekarang mau lagu apa lagi nih?” Tanyanya begitu ia selesai menyanyikan lagu pertamanya Tak Kan Ada, single pertamanya didalam album pertamanya, First Love.
“JAUH…” Teriakan menggema dari para Agniaza, sebutan untuk para fans Agni.
“Mmm… Jauh yah? Gimana kalau lagu cinta kita aja! Kali ini Agni bakalan duet sama Cakka! Kita sambut Cakka bareng bareng yah?” Musik mulai terdengar seiring munculnya sesosok lelaki tampan, Cakka.
“Inilah aku apa adanya
Yang ingin membuatmu bahagia
Maafkan bila ku tak sempurna
Sesempurna cintaku padamu
Ini juga ku apa adanya
Yang ingin selalu di sampingmu
Ku tahu semua tiada yang sempurna
Di bawah kolong langit ini
Jalan kita masih panjang
Ku ingin kau selalu disini
Biar cinta kita tumbuh harum mewangi
Dan dunia menjadi saksinya
Untuk apa kita membuang-buang waktu
Dengan kata kata perpisahan
Demi cinta kita aku akan menjaga
Cinta kita yang tlah kita bina
Walau hari terus berganti hari lagi
Cinta kita abadi selamanya
Jalan kita masih panjang
Ku ingin kau selalu disini
Biar cinta kita tumbuh harum mewangi
Dan dunia menjadi saksinya
Untuk apa kita membuang-buang waktu
Dengan kata kata perpisahan
Demi cinta kita aku akan menjaga
Cinta kita yang tlah kita bina
Walau hari terus berganti hari lagi
Cinta kita abadi selamanya”
“Agni! Agni! Agni!”
“Agni… Cocok banget sih sama Cakka!” Sorak sorai histeris berasal dari para penonton.
+++
“Apaan tuh?! Nggak cocok sama sekali! CakkAgni? Mendingan AlvinAgni!” Oceh Alvin seusai melihat duet CakkAgni dari layar TVnya. “Tenang Agni sayang… Nggak lama lagi kamu bakalan jadi milik aku, milik Alvin Jonathan Sindhunata!” Sambungnya.
“Please Vin, sadar Vin! Sadar! CakkAgni cocok! Sadar Vin! Sadar!” ucap Sivia memohon, berharap Alvin akan berhenti mengkhayal.
“Gue udah sadar kok Vi! Sadar banget!’
“Buka mata mata kamu Vin, jangan mikirin ego kamu terus Vin.”
“Bukannya gue nurutin ego gue Vi, itu kenyataan. Kenyataan kalau Agni Tri Nubuwati hanya cocok buat Alvin Jonathan Sindhunata seorang!”
“Vin, please stop semua argument kamu yang nggak masuk akal itu Vin!”
“Argument nggak masuk akal?! Enak bener kamu ngomongnya!”
“Stop Vin, lama-lama kamu bisa jadi seorang phsycopat Vin.”
“Emang gue PHSYCOPAT! Mau apa lo?!” Ucap Alvin dengan penekanan pada kata ‘phsycopat’.
“Ampun deh Vin, lo harus…”
“STOP! GUE UDAH BILANG SAMA LO BERKALI-KALI! SHUT-UP!!!” Sivia hanya bisa menghela nafas berat dan berharap Alvin tidak macam-macam.
+++
“Haha… Bisa aja lo!” Gadis itu keluar dari mall dengan gembira, derai tawa terus terdengar, sepertinya orang yang menelponnya memberikan sedikit guyonan kepadanya.
“Udah dulu ya, gue masuk nyetir dulu!”
“Sialan lo! Agni kan selalu patuh pada semua peraturan! Udah dulu ya bye…” Ya, gadis itu adalah Agni. Alvin yang memperhatikannya dari jauh, sebuah senyuman mengembang dari bibirnya.
“Nggak lama lagi sayang… Tunggu aku yah…” Gumam Alvin. Dia berjalan mendekati Agni. Ketika Agni hendak masuk mobil,
“Hmph…Hmph…” Mulut Agni dibekap Alvin dengan sapu tangan yang telah diberi obat bius, dan tak lama kemudian Agni pingsan.
+++
“Ergh… Dimana gue?!” Agni mengaduh sambil memegangi kepalanya ketika ia membuka mata, dilihatnya sekeliling.
“What?! kamar ini… Kenapa kamar ini penuh dengan foto gue?!” Gumamnya kaget setengah heran, kaget karena kamar itu penuh dengan fotonya, heran kerena siapa sebenarnya pemilik kamar ini?
Ceklek…
Sesosok lelaki datang dengan sebuah baki berisikan sepiring nasi dan semangkuk sup. Lelaki itu meletakkan baki tersebut ke meja kecil disamping ranjang, dan duduk disebelah Agni yang masih tiduran. Agni bergidik ngeri, belum pernah ia sekamar apalagi seranjang dengan lelaki, walaupun lelaki itu duduk tetap saja ia ngeri.
“Hey sayang… Udah sadar ya?” Ucap lelaki itu sambil mengelus pipi Agni. Agni memalingkan wajahnya.
“Siapa lo?! Gue nggak kenal lo! Lepasin gue!” Kata Agni dingin.
“Aku-kamu! Siapa Aku?! Aku calon suami kamu!” Agni terduduk, matanya menatap lelaki itu tajam.
“Sinting lo! Gue nggak kenal lo! Mana mungkin lo calon suami gue?!”
“Aku-kamu! Mulai sekarang biasain ngomong pake aku-kamu! Terlebih sama aku!” Agni berdecak kesal, dengan berat hati Agni menuruti lelaki yang menurutnya sinting ini.
“Okey, aku-kamu! Kamu siapa?”
“Aku Alvin, Alvin Jonathan Sindhunata. Calon suami kamu.” Agni mengerutkan keningnya.
“Alvin?! Alvin siapa? Gue nggak pernah kenal sama yang namanya Alvin.”
“Aku-kamu! Alvin itu aku!” Alvin mendekatkan dirinya pada Agni, Agni tidak bergeming. Alvin? Siapa Alvin? Siapa lelaki ini?, fikir Agni.
“Aku sayang banget sama kamu Ag, aku pengen kamu jadi milik aku.” Alvin meletakkan dagunya pada bahu Agni, menghirup aroma tubuh Agni. Agni bergidik ngeri.
“Mmm… Eh, kamar ini kamar siapa?” Tanya Agni mengalihkan perhatian. Alvin menegakkan duduknya, tangannya meraih tubuh Agni dan menyenderkan tubuh mungil Agni itu didadanya. Tangannya mengelus lembut rambut Agni.
“Ini kamar aku, gimana? Bagus kan? Rumah ini rumah pribadi aku, yang tau cuma aku dan kamu.”
“kamu nyimpen foto aku segini banyaknya?” Alvin hanya mengangguk, tangannya terus membelai rambut Agni lembut. Perlahan, Agni mulai mengantuk. Entah mengapa, ia merasakan sentuhan Alvin begitu lembut dan menenangkannya. Mata Agni mulai terpejam, Alvin mengguncang pelan bahu Agni.
“Ag, jangan tidur dulu. Makan dulu, nanti kamu sakit. Aku nggak mau maagmu kambuh.” Bisik Alvin, ucapannya begitu lembut dan berdesir. Agni hendak mengambil makanannya, namun tangannya dicegah Alvin.
“Biar aku yang nyuapin kamu ya…” Agni menarik tangannya kembali, dia menurut apa kata Alvin. Setelah selesai makan, Alvin hendak meninggalkan Agni supaya Agni bisa beristirahat.
“Aku keluar dulu ya… Kamu istirahat aja, jangan macem-macem. Night…” Alvin mengakhiri kalimatnya dengan mengecup pipi dan kening Agni. Agni sendiri tak menolaknya, semua perkataan dan perbuatan Alvin mampu menghipnotisnya supaya menuruti Alvin.
+++
“Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi…”
Selalu kalimat itu yang didengar oleh Sivia, ia khawatir terhadap Alvin. Sejak semalam, Alvin belum pulang.
“Alvin… kamu kemana sih?!” Ucap Sivia sambil mondar-mandir dan mencoba terus menghubungi Alvin.
“Argh… Semoga Alvin nggak ngelakuin hal-hal aneh.”
+++
“Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi…”
Sebelas dua belas dengan nasib Sivia, Ifypun tidak dapat menghubungi Agni. Dia amat sangat kebingungan. Parahnya lagi ibunya Agni sampai anfal dan harus bolak-balik ke rumah sakit.
+++
Agni mulai membuka matanya perlahan. Saat ia menoleh,
“Alvin?!” Pekiknya tertahan. Betapa kagetnya ia saat melihat Alvin tertidur tepat disebelahnya sambil memeluk dirinya. Ia segera melepaskan pelukan Alvin. Dilihatnya, Alvin hanya mengenakan sebuah boxer. Jangan-jangan… ia melihat dirinya,
“Aaaa!!!” Teriaknya, yang sontak membuat Alvin terbangun.
“Ada apa sayang?” Agni menatap Alvin dengan tatapan membunuh.
“Apa yang lo lakuin sama gue semalem?!” Tanyanya sambil duduk dan melilitkan selimut menutupi tubuhnya.
“Aku-kamu! Kamu nggak tahu? Atau pura-pura nggak tahu?”
“Iya, iya. Kamu ngapain aku semalem?!”
“Kita bersenang-senang sayang. Lagian kita juga udah ngelakuin itu. So, mau-nggak mau kamu harus married sama aku. Besok jam 9 kita adain pernikahan, aku udah prepare semuanya.”
“WHAT?!”
“Nggak ada kata nolak! Aku nggak mau denger kata penolakan dari mulut kamu! Okey sayang, kamu mandi dulu. Aku tunggu dimeja makan.” Alvin mengulum bibir Agni sebelum meninggalkan Agni.
“ARGH!!!! KENAPA INI HARUS TERJADI SAMA GUE?! APA SALAH GUE?!” Teriak Agni frustasi. Ini bagaikan sebuah mimpi buruk baginya. Dalam sekejab semua mimpi dan angannya hilang melayang.
+++
“Saya terima nikah dan kawinnya Agni Tri Nubuwati dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”
“Sah?”
“Sah!”
“Alhamdulillah…” Penikahan itu benar-benar terjadi. Kini Agni bukan lagi Agni yang dulu. Kini, Agni adalah istri sah Alvin, lelaki yang baru 2 hari dikenalnya dan telah merenggut kesuciannya.
+++
“Via, gue pulang!” Seru Alvin ketika memasuki rumah lamanya. Dengan langkah cepat Sivia menghampiri Alvin.
“Alvin?! Agni?!” Pekiknya tertahan karena kaget. Sejak kapan Alvin kenal Agni?, pikirnya.
“Iya, kenapa?! Kaget ya? Jangan kaget! Mulai sekarang dia akan tinggal bareng sama kita dan akan tidur dikamar gue! Ya kan Ag?” Ucapnya sambil memeluk pinggang Agni, Agni hanya mengangguk lemah.
“Loh? Kalian…”
“Iya, mulai sekarang panggil Agni Mrs. Sindhunata!”
“Hah? Maksud kamu, kamu udah nikah sama Agni?”
“Yup, tepat sekali kembaranku yang cantik! Hehe, udah ya… Gue masuk kekamar dulu!” Alvin dan Agni berjalan meninggalkan Sivia yang masih keheranan.
+++
Lama kelamaan sikap dingin Agni terhadap Alvin mulai mencair. Tak hanya sikapnya yang mencair hatinya juga, ya dia mulai mencintai Alvin.
“Entah dimana artis Agni Tri Nubuwati kini berada. Yang jelas tiada satupun yang mengetahui keberadaannya, bahkan sang manager Alyssa atau yang akrab disapa Ify tidak mengetahui keberadaannya. Inilah cuplikan confrensi pers yang diadakan manager Agni kemarin.”
“Kami semua tidak ada yang mengetahui keberadaan Agni. Kami sedang berusaha mencari Agni. Hampir 2 bulan kami kehilangan dia.” Jelas seorang gadis cantik yang dikenal sebagai manager Agni, Ify.
“Maafin gue Fy, gue terpaksa menghilang. Gue udah jadi istri orang Fy.” Gumam Agni.
+++
“Hoek… Hoek… Hoek…” Agni merasa mual, namun ketika dikamar mandi dia tidak memuntahkan apapun.
Tok.. Tok… Tok..
“Ag, kamu kenapa?” Tanya Alvin dibalik pintu kamar mandi kamar Alvin-Agni.
“Aku nggak pa-pa kok Vin! Cuma rada mual doang.” Sahut Agni. Sambil membuka pintu kamar mandi.
“Yaudah, kamu udah mandi?” Agni mengangguk. “Sekarang kita turun buat breakfast.” Mereka, Alvin-Agni turun dan sarapan bersama Sivia.
“Kenapa Ag?” Tanya Sivia yang sedari tadi mendengar kegaduhan dari kamar AlvinAgni.
“Nggak pa-pa kok Vi, cuma agak pusing sama mual doang!”
“Uhuk… Uhuk…” Sivia tersedak dan buru-buru meminum minumannya.
“Apa?! Pusing dan mual? Lo udah dapet?”
“2 bulan belakangan ini nggak!”
“Jangan-jangan lo…”
“Udahlah Vi, kita makan dulu, nanti gue bawa Agni kedokter.” Mereka makan dalam diam.
+++
“Gimana dok?” Tanya Alvin setelah Agni diperiksa. Dokter itu tersenyum.
“Selamat Pak, Bu, sebentar lagi kalian jadi orang tua.” Alvin tersenyum senang. Sedangkan Agni, hanya tersenyum tipis sambil mengelus perutnya.
“Makasih ya dok… Mmm… Udah berapa lama usia janinnya dok?”
“2 bulan pak.”
“Makasih bu dokter, kami pamit pulang dulu ya…” Alvin menjabat tangan dokter tersebut.
+++
“Makasih Ag… Makasih… Muach…” Alvin mengecup kening Agni diakhir kalimatnya.
“Sama-sama Vin, tapi aku harus ngasih tau mama papa dulu Vin.”
“NGGAK! Kamu nggak boleh hubungin mereka.”
“Loh? Mereka harus tau Vin. Mereka orang tua aku!”
“Sekali nggak, tetep nggak!”
“Tapi Vin…”
“PLAK…”
“SHUT-UP!!! KAMU HARUS NURUTIN SEMUA PERINTAH AKU!!! AKU SUAMI KAMU!!”
“Ba…Baik… Vin…” Kata Agni dengan mata memerah menahan tangis. Alvin yang melihat Agni ingin menangis menjadi panic.
“Ag… Ag… Maafin aku ya Ag, tadi aku keterlaluan sama kamu. Aku nggak mau kamu hubungin orang tua kamu karena mereka pasti misahin kita. Jangan nangis ya Ag?” Agni mengangguk, Alvin tersenyum senang dan memeluk Agni.
“Jangan nangis ya Ag… Aku nggak suka kamu nangis. Aku mau kamu senyum.” Agni benar-benar bingung terhadap sikap suaminya itu, terkadang kasar, terkadang baik, terkadang menakutkan, terkadang menenangkan, begitu membingungkan. Ya Tuhan, apakah benar suamiku seorang phsycopat?, pikirnya.
+++
Agni terus memutar otak supaya bisa memberi kabar kepada keluarganya. Entah mengapa, hari itu dia tak bisa tidur.
“Ah, aku ada ide!” Gumam Agni. Karena gumamam itulah Alvin terbangun.
“Ada apa Ag? Kok belum tidur?”
“Em… M… Nggak ada apa-apa kok!”
“Trus kenapa kok belum tidur? Jangan-jangan berencana buat kabur ya?!”
“Ng… Nggak kok! Aku cuma kangen sama kamu aja kok!” Agni meletakkan kepalanya kedada Alvin.
“Aku juga kangen kok! Kira-kira anak kita cewek atau cowok ya?”
“Aku sih berharapnya cewek Vin. Lumayanlah, bisa bantuin aku ngurus kamu.”
“Cowok aja. Biar bantuin jagain kamu supaya nggak selingkuh.”
“Ih, kok ngomongnya gitu sih?! Jadi kamu nggak percaya sama aku ya?! Yaudah aku pergi aja!” Jawab Agni sambil cemberut. Alvin terkekeh melihat respon Agni.
“Ya nggak donk sayang… jangan pergilah, nanti aku sama siapa coba?! Udah tidur aja yuk…” Agni mengangguk.
+++
“Vin, bangun…” Agni menggoyang badan Alvin.
“Hhh… Ada apa sih Ag?!”
“Aku pengen…” Agni sengaja menggantung kalimatnya. Alvin terlonjak kaget.
“Hah?! Kamu pengen apa Ag? Anggur? Apel? Melon? Mangga muda? Nanas? Bilang aja. Aku turutin kok.”
“Janji?”
“Janji!”
“Aku pengen dipeluk Cakka. Panggilin Cakka yah?”
“HAH?! KAMU MAU DIPELUK CAKKA?! GILA KAMU! KAMU ANGGAP AKU APA AG?! AKU SUAMI KAMU! HARGAIN AKU DONG!”
“Kamu gimana sih?! Katanya bakalan nurutin! Gimana sih?! Kamu emang nggak sayang sama aku sama anak kita!”
“Nggak Ag, aku sayang banget sama kamu dan anak kita. Tapi permintaan kamu terlalu berat buat diwujudin.”
“Nggak akan kerasa berat kalau kamu emang beneran sayang sama aku.”
“Hhh… Iyadeh…”
“Makasih ya Vin.”
CUUP… Kecupan dari bibir Agni mendarat dipipi Alvin. Alvin terdiam, speechless.
“Jangan cuma pipi dong! Ini juga lah…” Kata Alvin sabil menunjuk bibirnya, Agni mencubit pinggang Alvin.
“Aw…”
“Alvin rese ah, jangan mulai deh. Masih pagi tau!”
“Biarin!” Agni memanyunkan bibirnya.
“Alvin…” Alvin tertawa kecil melihat kelakuan istrinya itu.
“Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Bagiku kau yang teridah…”
Ponsel Alvin bergetar, pertanda ada sms. Alvin segera membuka pesan singkat diHPnya.
From : Rio
Hello bro, gue ada kabar baik! Bisnis kita sukses!
Seulas senyum mengembang dari bibir Alvin dan dengan cepat Alvin membalas sms tersebut. Agni mengerutkan keningnya heran.
To : Rio
Siip! Gue minta tolong donk, culik si Cakka. Agni pengen dipeluk dia. Untung aja itu bawaan orok, kalau nggak gue libas tuh Si Cakka!
From : Rio
Sippo!
Alvin menyimpan HPnya kembali.
“Dari siapa Vin?”
“Em… Dari Rio, temen gue. Ag.”
“Oh… Eh, kapan kamu mau temuin aku sama Cakka?”
“Besok deh…”
“Yah…”
“Ayolah Ag… Ngertiin dong… Cakka kan Artis terkenal. Please…”
“Hhh… Iyadeh!” Alvin tersenyum senang, dia segera membuka kemejanya sehingga dia bertelanjang dada.
“Loh? Mau ngapain kamu Vin?”
“Ya mandi lah, emang mau ngapain lagi?”
“Oh… Kirain…”
“Kirain apa hayo? Eh, kamu mau ikut mandi bareng nggak?” Perkataan Alvin membuat Agni malu, segera saja ia mencubit pinggang Alvin.
“Aw…”
“Sukurin!”
“Jahat banget sih, sama suami juga!”
“Biarin!”
“Ih, kamu ngegemesin deh…” Alvin mencubit pelan hidung Agni. Dan menuju kamar mandi.
+++
“Hhh… Dimana gue?” Tanya seorang lelaki bergaya ala harajuku’s style. “Ergh… Kenapa gue diiket? Bukannya gue baru abis konser ya?”
CEKLEK…
“Oh jadi lo udah bangun?! Nih makan. Gue nggak mau lo sakit.” Ucap lelaki lain yang tak begitu besar dan berkulit sawo matang.
“Heh! Lo ngapain sekap gue?! Kurang kerjaan lo?! Sono ngepel dirumah gue!” Sahut lelaki bergaya harajuku tersebut, Cakka ya dia adalah Cakka.
“Lo nyuruh gue ngepel dirumah lo?! PD bener idup lo! Udah sono makan!” Perintah Rio, sang lelaki yang berkulit sawo matang tersebut.
“Heh! Lo bego ato emang nggak punya otak?! Lepasin dulu iketan gue! Gimana gue makannya kalo gue lo iket?!”
“Oh ya lupa! Hehe… Aduh, gue kebelet nih, gue mau ketoilet dulu! Tungguin!”
“Woy! Woy! Gue laper oy!” Terlambat, Rio sudah terlebih dulu meninggalkannya.
“SHIT!!”
+++
“Ayo sayang, berangkat.” Ajak Alvin.
“Heh? Berangkat kemana?” Tanya Agni kebingungan, seingatnya dia tidak ada janji hang out dengan Alvin.
“Loh? Gimana sih? Katanya nyidam pengen dipeluk Cakka, ini mau gue temuin sama Cakkanya.”
“Beneran Vin?” Alvin hanya mengangguk.
“Makasih ya Vin.”
“Seneng amat mbak, cintanya buat Cakka ya?! Bukan buat suaminya?!” Sindir Alvin, Agni langsung menyikut lengannya. Agni memajukan bibirnya.
“Halah, nggak usah mulai deh.” Alvin terkekeh, lucu sekali sih Agni? Untung saja dia sudah menjadi istrinya. Jadi perasaan aman menyelimuti dirinya. Sementara dalam hati Agni, ia meminta maaf kepada Alvin untuk apa yang telah ia rencanakan.
+++
“Cakka?!” Pekik Agni tertahan mengetahui Cakka tertidur dalam kondisi diikat disebuah kursi. Cakka yang seperti mendengar suara Agni lansung terbangun.
“Agni?! Lo kok…” Cakka sengaja menggantung kalimatnya, Agni segera menangangguk seolah mengetahui apa yang akan ditanyakan Cakka.
“Iya Cak, ini gue Agni. Hampir 2 bulan ya kita nggak ketemu?”
“Lo kok bisa disini Ag?”
“Susah njelasinnya Cak. Eh, kenalin ini Alvin suami gue.”
“Su… Suami lo?!”
“Yup, bener banget. Vin, ini Cakka temen duet plus sohib gue.” Alvin hanya mengangguk.
“Vin, aku lepasin iketannya Cakka yah?” Lagi-lagi Alvin hanya mengangguk. Agnipun melepaskan ikatan Cakka.
“Cak, lo udah makan? Gue suapin yah?” Tawar Agni. Alvin langsung melotot mendengarkan tawaran Agni untuk Cakka. Cakka jadi gelagapan melihat tatapan Alvin yang seolah-olah ingin menelannya hidup-hidup itu.
“Eng… enggak usah deh Ag.” Agni langsung cemberut.
“Yah, jahat lu Cak!”
“Bukannya gitu Ag, tapi lo kan udah punya suami Ag.”
“Emangnya nggak boleh ya? Boleh kan Vin?” Alvin menghela nafas berat lalu menangguk.
“Ag, aku keluar dulu ya. Nanti kalau ada apa-apa panggil aku.”
“Sip, tenang aja sih Vin.” Alvin mencium hidung Agni terlebih dulu sebelum meninggalkan Agni dan Cakka berduaan.
“Cak, peluk gue Cak!” Pinta Agni setelah melihat Alvin menutup pintu ruangan yang digunakan untuk menyekap Cakka.
“Gila lo Ag! Bisa digorok suami lo gue! Nggak mau.”
“Please, bawaan orok nih. Lo tega ama anak gue?!”
“Lo hamil?”
“Yup, mau ya? Ya? Ya?”
“Hhh… Iyadeh daripada anak lu ileran.” Agni langsung memeluk tubuh Cakka, Cakkapun membalasnya.
“Cak, gue minta tolong ya? Bilangin ke bonyok gue kalo gue baik-baik aja.” Ucap Agni yang masih berada didalam dekapan Cakka.
“Baik Ag, lo kok married tanpa sepengetahuan bonyok lo sih?” Agni melepaskan pelukannya dan tersenyum masam.
“Panjang Cak ceritanya, apa perlu gue jelasin?” Cakka mengangguk.
“Dua bulan yang lalu, sepulang gue dari mall gue diculik, waktu gue sadar gue udah ada dikamar yang penuh sama foto gue. Gue bingung waktu itu. Kebingungan gue bertambah saat ada orang yang masuk kekamar itu. Dia adalah…”
“Alvin” Potong Cakka cepat.
“Yup, dia ngasih makanan buat gue, semua ucapan dan perlakuannya entah mengapa membuat gue luluh, gue nyaman sama dia. Saat gue tidur malam itu, gue ngerasa ada yang nyium bibir dan leher gue, trus gue ngerasa ada yang… nggak perlu diceritain lah Cak. Besoknya gue bangun, gue liat Alvin tidur disamping gue sambil meluk gue dan dia cuma pake boxer doang. Otomatis gue ngelepasin pelukannya dan ngeliat diri gue yang nggak ditutupin sama sehelai benangpun nempel dibadan gue, kecuali selimut yang nutupin gue dan Alvin. Besoknya gue sama Alvin nikah. Akhir-akhir ini gue tahu kalau gue hamil.” Cakka memandangnya sayu.
“Ag…” Agni tersenyum miris.
“Kenapa? Tragis ya idup gue. Itulah kenyataannya Cak.”
“Trus, gue sebagai sohib lo bisa bantu apa?”
“Bilang gue baik-baik aja ke bonyok gue. Ohya, bilang juga kalau mereka akan punya cucu.”
“Pasti gue sampein Ag, suapin gue donk… Laper nih.”
“Manja!”
“Lah, tadi lo kan yang mau.”
“Hehe.. Iya iya..”
+++
Sesampainya dikamar, Alvin langsung menggelayut manja kepada Agni. Alvin ingin membalas rasa cemburunya saat tadi membiarkan Cakka dan Agni bermesraan.
“Ag, aku sayang banget sama kamu…” Ucap Alvin amat sangat manja sambil memeluk pinggang Agni dari belakang.
“Aku juga sayang banget sama kamu Vin.” Alvin senang mendengarnya, ia mengelus pinggang Agni dan meletakkan dagunya ke bahu Agni.
“Oh ya, tadi kamu ngapain aja sama Cakka? Jawab jujur!”
“Aku… Aku meluk Cakka, trus nyuapin Cakka, yang terakhir…”
“Yang terakhir apa?”
“Dia nyium pipi aku.” Seketika elusan Alvin berubah menjadi remasan pada perutnya. Agni mengaduh berulang kali, namun Alvin tak menggubrisnya sama sekali. Agni mengutuki dirinya yang terlalu jujur. Agni merasakan sakit yang amat sangat saat Alvin meremas perutnya kembali.
“Aduh… Vin… Sakit Vin… Sakit…” Alvin semakin meremas perut Agni dengan kuat.
“Sakit ya kalau sama aku?! Gimana kalau sama Cakka?! Pastinya kamu seneng! Jawab jujur, apa kamu udah tidur bareng Cakka?! Apa anak yang kamu kandung itu anaknya Cakka?! Jawab Ag!”
“A…nak.. ya..ng.. a..ku.. kan..dung… a…nak… ka…mu.. Vin.. aku.. nggak per…nah.. ti..dur.. sa..ma.. Cak..ka..” Agni menjawab dengan terbata-bata karena remasan Alvin begitu kuat. Agni takut terjadi apa-apa dengan kandungannya.
“Al…Vin… pe..rut.. a..ku.. sa..kit.. a..ku.. ta..kut.. kan…dung..an..ku...” Kosakata Agni tidak beraturan, Alvin segera sadar dan melepas remasannya. Agni langsung terduduk dilantai dekat ranjang sambil memegangi perutnya. Butiran-butiran bening mengalir dari pelupuk matanya melewati pipinya yang agak chubby. Alvin menjadi panic saat melihat Agni menangis. Apa yang telah dilakukannya pada Agni? Kenapa Agni bisa jadi seperti ini? Kenapa ia bisa lupa kalau Agni sedang mengandung? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dikepalanya. Namun ia tak menggubrisnya. Ia segera membopong Agni dan menidurkannya di ranjang. Agni merasakan pandangannya menjadi kabur, matanya berkunang-kunang. Perlahan, kesadarannya mulai berkurang dan ia merasakan gelap disekelilingnya.
“Ag.. Agni.. Maafin aku Ag... Bangun Ag.. Ag.. Agni...” Ucap Alvin panic sambil menepuk-nepuk pipi Agni.
+++
“Ergh…” Erangnya saat pertama kali membuka mata.
“Ag... Agni... Kamu nggak papa Ag?” Tanya sesosok lelaki dengan kulit putih oriental mata sipit disebelahnya, Alvin. Ya, dia Alvin.
“Aku nggak papa kok Vin.” Kata Agni sambil menahan rasa pusing yang menderanya.
“Beneran?! Eh, aku boleh tanya nggak?”
“Apa?”
“Aku ngapain kamu sih kok sampai kamu pingsan sambil megangin perut?” Agni menatapnya kebingungan, bagaimana ia bisa tidak tahu apa yang telah ia lakukan.
“Kamu nggak tahu apa yang kamu lakukan?” Alvin hanya menggeleng.
“Kamu tadi ngeremes perut aku kenceng banget setelah tau aku dicium Cakka.”
“Hah? Kamu dicium Cakka? Dicium bibir? Aku ngeremes perut kamu?”
“Bukan. Bukan bibir. Cuma pipi aja. Iya, kenceng banget.”
“Aduh, maaf ya Ag... Beneran deh, aku nggak nyadar. Maaf ya?”
“Iya, awas. Aku mau mandi dulu.”
“Silahkan nona..” Saat Agni hampir memasuki kamar mandi, ia langsung ditarik Alvin sehingga ia berada didalam dekapan Alvin. Dengan gerakan cepat Alvin mengecup pipi Agni dan melepaskan Agni. Agni tersenyum melihat perlakuan Alvin.
BRUK…
Alvin kaget mendengar bunyi tersebut. Bunyi itu berasal dari... KAMAR MANDI!! Dengan segera ia menuju kamar mandi.
“AGNI?!” Pekiknya tertahan. Keringat dingin meluncur bebas dari tubuhnya saat mengetahui Agni, sang istri tergeletak dikamar mandi dengan penuh darah. Segera saja ia membawa Agni ke rumah sakit.
+++
“DOK! DOKTER!!” Teriakannya menggema dikoridor rumah sakit yang dilaluinya. Segera saja suster yang berjaga memberikan kursi roda kepadanya untuk membawa seseorang yang dibopongnya untuk diperiksa.
Begitu sampai di depan sebuah ruangan bertuliskan ‘IGD’ ia dilarang masuk oleh salah seorang suster, ia geram. Ingin sekali rasanya ia memaki suster yang telah melarangnya masuk tersebut.
“Sus, izinkan saya masuk sus. Dia istri saya!”
“Maaf pak, ini sudah peraturannya. Percayakan pada kami. Kami akan melakukan yang terbaik. Sebaiknya bapak menunggu diluar sambil mendoakan istri bapak.” Ucap suster itu seraya menutup pintu ruang ‘IGD’ tersebut.
Sekitar satu jam kemudian, dokter yang memeriksa istrinya keluar dari ruangan itu. Dengan segera ia memberondong sang dokter dengan segudang pertanyaan.
“Dok, bagaimana keadaan istri saya?! Baik-baik saja kan dok?! Gimana keadaan kandungannya?! Baik-baik saja kan?! Anak saya baik-baik saja kan?!” Nadanya berbicara menunjukkan kekhawatiran yang amat sangat mendalam.
“Maaf pak, istri anda keguguran. Shock, serta adanya indikasi remasan yang terlalu kuat membuat janinnya tidak dapat bertahan.” Jelas sang dokter yang membuatnya serta merta merasakan lututnya melemas, ia terduduk dikurdi ruang tunggu. Matanya memerah menahan tangis, pandangannya kosong. Ia mengutuki dirinya karena telah meremas perut istrinya yang kini mengakibatkan dirinya harus kehilangan calon anaknya. Maafin aku Ag, gara-gara aku kita kehilangan calon anak kita, pikirnya.
“Saya harus kembali bertugas. Jika memerlukan saya, saya ada diruangan saya. Maaf, saya harus permisi dulu. Istri anda juga boleh ditengok.” Dengan langkah gontai ia berjalan menuju ruangan itu.
+++
“Maaf pak, istri anda keguguran. Shock, serta adanya indikasi remasan yang terlalu kuat membuat janinnya tidak dapat bertahan.”
Kalimat yang tak sengaja didengarnya itu terus berputar dikepalanya menghantui dirinya. Ia gagal. Ia gagal menjadi calon ibu. Bahkan, janinpun tak bisa ia pertahankan. Ia telah keguguran. Ia tak bisa menjaga calon bayinya. Ia memejamkan matanya, berharap ini semua hanya mimpi. Sebuah mimpi buruk yang sedang menyelimutinya saat itu. Nihil. Ia tetap saja terbangun ditempat yang sama. Ditempat yang penuh aroma obat-obatan yang begitu khas. Tempat dimana ia harus mendengar kabar bahwa ia telah kehilangan calon bayinya.
CEKLEK...
Pintu ruangan terbuka, derap kaki suaminya menggema. Isakannya masih begitu kuat. Ia terus terisak sambil memegangi perutnya. Sang suami, Alvin terus merasa bersalah. Tanpa ragu-ragu, Alvin memeluk Agni.
“Ag, maafin aku Ag. Aku nggak sengaja.” Ucap Alvin saat mendekap Agni.
“Vin, anak kita Vin. Anak kita.”
“Aku tau Ag, maafin aku ya Ag. Aku terlalu cemburu ngeliat kamu sama Cakka.” Agni tak menjawabnya, ia masih terus terisak.
“Sayang, pulang yuk..” Ajak Alvin sambil mengapit lengan Agni.
+++
“APA?! AGNI DIPERKOSA?!” Pekiknya dengan nada tinggi. Sebagai orang tua, ia merasa gagal dalam menjaga anaknnya.
“I..Iya om.. Tante.. Tapi mereka sekarang udah nikah. Dan Agni sedang hamil.”
“APA?! AGNI HAMIL?! DIA HAMIL TANPA DIDAMPINGI ORANG TUA?! Pah, kita harus cari Agni pah...” Tangis Zahra pecah, dia tak kuasa mendengar kabar mengenai Agni, anaknya. Dayat, sang suami segera menenagkannya.
“Cakka, kamu tahu dimana Agni tinggal?” Cakka mengangguk menanggapi pertanyaan Dayat.
“Dimana Cak?! Dimana?”
“Jalan Kenangan no 46b”
+++
“Ag, udah dong.. berhenti ya sayang.”
“Tapi Vin, anak kita...”
“Yaudahlah jangan disesali, semua itu kehendak Tuhan Ag.”
“Vin...”
TOK...TOK...TOK...
“Ag, aku bukain pintu dulu ya?” Agni hanya mengangguk. Alvin melangkahkan kakinya menuju ruang tamu dan segera membuka pintunya.
“OM DAYAT?! TANTE ZAHRA?! CAKKA?!”’ Pekiknya saat melihat siapa yang bertandang kerumahnya.
“Oh, jadi kamu yang namanya Alvin?!” Tanya Zahra sinis.
“Iya tan,”
“Dimana Agni?”
“Ada dikamar.”
+++
Mereka melangkahkan kaki menuju kamar Alvin-Agni.
“AGNI?!” Pekik Zahra yang mengejutkan Agni.
“Mama?!” ZahrAgni berpelukan melepas kangen.
“Gimana kabar kamu Ag?”
“Baik ma,”
“Gimana kandungan kamu?” Agni menunduk, air matanya menetes.
“Jawab Ag,”
“Agni keguguran ma..”
“APA?!”
“Kamu nggak becus jadi suami, saya akan laporkan kamu kepolisi.” Kata Dayat tanpa memandang Alvin, Alvin terkejut begitu pula Agni. Dia menyayangi Alvin, dia tidak ingin melihat Alvin ada didalam penjara.
“Tapi.. Tapi om..”
“Tapi pah, Agni sayang Alvin pah.. jangan masukin Alvin kepenjara pah. Please pah.” Dayat menghela nafas berat
“Hhh... Baiklah, saya izinkan kalian bersama.”
“Jadi pa?”
“Ya, kalian tetap suami-istri.” Ucap Dayat sembari tersenyum. Segera saja Agni berhamburan memeluk Alvin.
“Makasih pa,”
“Makasih om,” Ucap Alvin Agni bersamaan.
“Eh, Om?! No Alvin! Papa. Called me papah please.”
“Hehe... Iya Pah..” Mereka semua tertawa bahagia. Dan sejak saat itu tidak ada lagi ALVIN SANG PHSYCOPAT. Yang ada hanyalah ALVIN JONATHAN SINDHUNATA yang baru.
+++
Maaf jikalau ada lagu yang diklaim, maaf beribu maaf.. :)
regards,
Author
Pemuda itu terus merangkai foto-foto seorang gadis impiannya membentuk sebuah nama ‘AGNI’. Ya, dia amat mengagumi seorang gadis berkulit sawo matang dengan senyum menawan yang kini tengah eksis didunia selebritis. Pemuda itu amat sangat ingin memiliki sosok Agni tersebut. Setiap kali ia brows internet. Yang dicari adalah foto Agni, Agni, dan Agni. Wallpaper, screensaver, desktop backgroundnya adalah foto Agni. Tak hanya sekali dua kali kembarannya memperingatkannya, namun semua peringatan itu tak pernah ia gubris. Baginya, Agni harus menjadi miliknya. Agni harus bersamanya bukan yang lain.
“Vin, please berhenti ngagumin Agni secara berlebihan! Nggak baik buat lo itu Vin! Lagian dia kan kabarnya deket sama temen seprofesinya yang namanya Cakka! Sadar Vin, sadar!” Peringat saudara Alvin, pemuda itu.
“Nggak Vi, kedeketan Cakka sama Agni Cuma sebates temen Vi! Gue yakin itu!” Balas Alvin.
“Vin, sadar dong Vin! Boleh sih kamu ngefans dia, tapi nggak berlebihan gini Vin. Lo selalu marah kalau anak Agniaza lain masangin Cakka sama Agni dalam cerita mereka, itu hak mereka Vin!” Peringat Sivia sekali lagi, Sivia adalah saudara kembar Alvin.
“Emang Cakka sama Agni nggak cocok! Cakka Agni, sama sekali nggak cocok! Nggak cocok!”
“Please Vin… Buka mata lo! Cakka sama Agni cocok!”
“Nggak lebih cocok Alvin-Agni”
“Kalau lo suka Agni boleh Vin, tapi jangan gini juga! Lo bukan siapa-siapanya Agni Vin!”
“Sekarang emang nggak Vi, liat aja nanti!”
“Please Vin, sa…” Omongan Sivia terputus.
“Can you SHUT-UP SIVIA AZIZAH?!” Bentak Alvin.
“Tapi Vin…”
“SHUT-UP! AND GO OUT FROM MY ROOM! NOW!” Alvin mulai terbawa emosi. Dengan langkah gontai Sivia berjalan keluar kamar Alvin. Kamar Alvin penuh dengan foto Agni, Agni Tri Nubuwati seorang bintang remaja yang sedang bersinar dan kabarnya sekarang sedang menjalin kasih dengan Cakka Kawekas Nuraga, teman seprofesinya.
“Hey Ag, gimana kabar kamu? Aku harap kamu baik-baik saja!” Ucap Alvin sambil mengelus pipi gadis didalam figura foto yang cukup besar dari tempatnya, meja kecil dekat ranjangnya. “Aku sayang kamu! Dan aku harap kamu bakal jadi milik aku selamanya. Dan selamanya jadi milik aku. Muach…” Setelah mengakhiri ucapannya, Alvin mencium foto pipi Agni. Walaupun itu hanya sebuah foto, Alvin merasa bisa dekat dengan Agni. Kamar Alvin penuh dengan foto Agni. Selalu Agni, dan selalu tentang Agni. Mungkin jika bagaimana jika ia ditanya seberapa sukanya ia dengan Agni, ia akan menjawab ‘tak terkira seberapa suka gue ke dia’. Sorot mata Alvin yang selalu memancarkan kasih sayang ketika menatap sosok Agni pasti akan menimbulkan iri kepada siapa saja yang melihatnya. Bahkan, Alvin yang dianggap orang teraneh karena selalu jutek kepada siapapun, hanya mampu bicara aku-kamu kepada Agni yang sebenarnya hanya khayalannya.
+++
“Tak kan jera aku
memintamu tuk tetap disini
meski kini kaupun telah pergi
dan meminta aku tuk melupakanmu
tapi kutak mampu
aku mohon kepadamu
kembalilah kepadaku
karna takkan pernah ada
yang mampu menggantikanmu
takkan jera aku memintamu
tuk tetap disini
dia bukan orang
yang kupilih tuk melupakanmu
aku mohon kepadamu
kembalilah kepadaku
karna takkan pernah ada
yang mampu menggantikanmu”
Bait demi bait lagu tersebut mengalun indah melewati ruang demi ruang didalam telinga bagi para pendengarnya. Tak hanya suaranya yang merdu yang menarik perhatian, tetapi juga gerakan lincah jari jemarinya memetik satu persatu senar gitar dipangkuannya. Hm… Sungguh indah. Wajahnya amat elok mempesona, bukan hanya sekedar cantik, ttetapi juga manis. Dengan kulit khas Indonesia, sawo matang dia tampil begitu mempesona. Suara yang merdu, pintar memainkan alat musik, senyum yang menawan, begitu sempurna anugrah yang Tuhan berikan kepadanya. Ya, dia adalah Agni Tri Nubuwati, satu-satunya gadis yang mampu membuat sikap dingin Alvin mencair. Satu-satunya gadis yang mampu menarik simpati khalayak luas, tak hanya kaum adam yang simpatik padanya, kaum hawapun juga. Benar-benar idola. Dia tidak pernah melupakan tugasnya sebagai pelajar, bahkan ia seorang lulusan S-1 jurusan hukum. Lengkaplah sudah ia, Penyanyi plus pesinetron terkenal Agni Tri Nubuwati SH.
“Yap, lagu pertama saya sudah selesai. Sekarang mau lagu apa lagi nih?” Tanyanya begitu ia selesai menyanyikan lagu pertamanya Tak Kan Ada, single pertamanya didalam album pertamanya, First Love.
“JAUH…” Teriakan menggema dari para Agniaza, sebutan untuk para fans Agni.
“Mmm… Jauh yah? Gimana kalau lagu cinta kita aja! Kali ini Agni bakalan duet sama Cakka! Kita sambut Cakka bareng bareng yah?” Musik mulai terdengar seiring munculnya sesosok lelaki tampan, Cakka.
“Inilah aku apa adanya
Yang ingin membuatmu bahagia
Maafkan bila ku tak sempurna
Sesempurna cintaku padamu
Ini juga ku apa adanya
Yang ingin selalu di sampingmu
Ku tahu semua tiada yang sempurna
Di bawah kolong langit ini
Jalan kita masih panjang
Ku ingin kau selalu disini
Biar cinta kita tumbuh harum mewangi
Dan dunia menjadi saksinya
Untuk apa kita membuang-buang waktu
Dengan kata kata perpisahan
Demi cinta kita aku akan menjaga
Cinta kita yang tlah kita bina
Walau hari terus berganti hari lagi
Cinta kita abadi selamanya
Jalan kita masih panjang
Ku ingin kau selalu disini
Biar cinta kita tumbuh harum mewangi
Dan dunia menjadi saksinya
Untuk apa kita membuang-buang waktu
Dengan kata kata perpisahan
Demi cinta kita aku akan menjaga
Cinta kita yang tlah kita bina
Walau hari terus berganti hari lagi
Cinta kita abadi selamanya”
“Agni! Agni! Agni!”
“Agni… Cocok banget sih sama Cakka!” Sorak sorai histeris berasal dari para penonton.
+++
“Apaan tuh?! Nggak cocok sama sekali! CakkAgni? Mendingan AlvinAgni!” Oceh Alvin seusai melihat duet CakkAgni dari layar TVnya. “Tenang Agni sayang… Nggak lama lagi kamu bakalan jadi milik aku, milik Alvin Jonathan Sindhunata!” Sambungnya.
“Please Vin, sadar Vin! Sadar! CakkAgni cocok! Sadar Vin! Sadar!” ucap Sivia memohon, berharap Alvin akan berhenti mengkhayal.
“Gue udah sadar kok Vi! Sadar banget!’
“Buka mata mata kamu Vin, jangan mikirin ego kamu terus Vin.”
“Bukannya gue nurutin ego gue Vi, itu kenyataan. Kenyataan kalau Agni Tri Nubuwati hanya cocok buat Alvin Jonathan Sindhunata seorang!”
“Vin, please stop semua argument kamu yang nggak masuk akal itu Vin!”
“Argument nggak masuk akal?! Enak bener kamu ngomongnya!”
“Stop Vin, lama-lama kamu bisa jadi seorang phsycopat Vin.”
“Emang gue PHSYCOPAT! Mau apa lo?!” Ucap Alvin dengan penekanan pada kata ‘phsycopat’.
“Ampun deh Vin, lo harus…”
“STOP! GUE UDAH BILANG SAMA LO BERKALI-KALI! SHUT-UP!!!” Sivia hanya bisa menghela nafas berat dan berharap Alvin tidak macam-macam.
+++
“Haha… Bisa aja lo!” Gadis itu keluar dari mall dengan gembira, derai tawa terus terdengar, sepertinya orang yang menelponnya memberikan sedikit guyonan kepadanya.
“Udah dulu ya, gue masuk nyetir dulu!”
“Sialan lo! Agni kan selalu patuh pada semua peraturan! Udah dulu ya bye…” Ya, gadis itu adalah Agni. Alvin yang memperhatikannya dari jauh, sebuah senyuman mengembang dari bibirnya.
“Nggak lama lagi sayang… Tunggu aku yah…” Gumam Alvin. Dia berjalan mendekati Agni. Ketika Agni hendak masuk mobil,
“Hmph…Hmph…” Mulut Agni dibekap Alvin dengan sapu tangan yang telah diberi obat bius, dan tak lama kemudian Agni pingsan.
+++
“Ergh… Dimana gue?!” Agni mengaduh sambil memegangi kepalanya ketika ia membuka mata, dilihatnya sekeliling.
“What?! kamar ini… Kenapa kamar ini penuh dengan foto gue?!” Gumamnya kaget setengah heran, kaget karena kamar itu penuh dengan fotonya, heran kerena siapa sebenarnya pemilik kamar ini?
Ceklek…
Sesosok lelaki datang dengan sebuah baki berisikan sepiring nasi dan semangkuk sup. Lelaki itu meletakkan baki tersebut ke meja kecil disamping ranjang, dan duduk disebelah Agni yang masih tiduran. Agni bergidik ngeri, belum pernah ia sekamar apalagi seranjang dengan lelaki, walaupun lelaki itu duduk tetap saja ia ngeri.
“Hey sayang… Udah sadar ya?” Ucap lelaki itu sambil mengelus pipi Agni. Agni memalingkan wajahnya.
“Siapa lo?! Gue nggak kenal lo! Lepasin gue!” Kata Agni dingin.
“Aku-kamu! Siapa Aku?! Aku calon suami kamu!” Agni terduduk, matanya menatap lelaki itu tajam.
“Sinting lo! Gue nggak kenal lo! Mana mungkin lo calon suami gue?!”
“Aku-kamu! Mulai sekarang biasain ngomong pake aku-kamu! Terlebih sama aku!” Agni berdecak kesal, dengan berat hati Agni menuruti lelaki yang menurutnya sinting ini.
“Okey, aku-kamu! Kamu siapa?”
“Aku Alvin, Alvin Jonathan Sindhunata. Calon suami kamu.” Agni mengerutkan keningnya.
“Alvin?! Alvin siapa? Gue nggak pernah kenal sama yang namanya Alvin.”
“Aku-kamu! Alvin itu aku!” Alvin mendekatkan dirinya pada Agni, Agni tidak bergeming. Alvin? Siapa Alvin? Siapa lelaki ini?, fikir Agni.
“Aku sayang banget sama kamu Ag, aku pengen kamu jadi milik aku.” Alvin meletakkan dagunya pada bahu Agni, menghirup aroma tubuh Agni. Agni bergidik ngeri.
“Mmm… Eh, kamar ini kamar siapa?” Tanya Agni mengalihkan perhatian. Alvin menegakkan duduknya, tangannya meraih tubuh Agni dan menyenderkan tubuh mungil Agni itu didadanya. Tangannya mengelus lembut rambut Agni.
“Ini kamar aku, gimana? Bagus kan? Rumah ini rumah pribadi aku, yang tau cuma aku dan kamu.”
“kamu nyimpen foto aku segini banyaknya?” Alvin hanya mengangguk, tangannya terus membelai rambut Agni lembut. Perlahan, Agni mulai mengantuk. Entah mengapa, ia merasakan sentuhan Alvin begitu lembut dan menenangkannya. Mata Agni mulai terpejam, Alvin mengguncang pelan bahu Agni.
“Ag, jangan tidur dulu. Makan dulu, nanti kamu sakit. Aku nggak mau maagmu kambuh.” Bisik Alvin, ucapannya begitu lembut dan berdesir. Agni hendak mengambil makanannya, namun tangannya dicegah Alvin.
“Biar aku yang nyuapin kamu ya…” Agni menarik tangannya kembali, dia menurut apa kata Alvin. Setelah selesai makan, Alvin hendak meninggalkan Agni supaya Agni bisa beristirahat.
“Aku keluar dulu ya… Kamu istirahat aja, jangan macem-macem. Night…” Alvin mengakhiri kalimatnya dengan mengecup pipi dan kening Agni. Agni sendiri tak menolaknya, semua perkataan dan perbuatan Alvin mampu menghipnotisnya supaya menuruti Alvin.
+++
“Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi…”
Selalu kalimat itu yang didengar oleh Sivia, ia khawatir terhadap Alvin. Sejak semalam, Alvin belum pulang.
“Alvin… kamu kemana sih?!” Ucap Sivia sambil mondar-mandir dan mencoba terus menghubungi Alvin.
“Argh… Semoga Alvin nggak ngelakuin hal-hal aneh.”
+++
“Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi…”
Sebelas dua belas dengan nasib Sivia, Ifypun tidak dapat menghubungi Agni. Dia amat sangat kebingungan. Parahnya lagi ibunya Agni sampai anfal dan harus bolak-balik ke rumah sakit.
+++
Agni mulai membuka matanya perlahan. Saat ia menoleh,
“Alvin?!” Pekiknya tertahan. Betapa kagetnya ia saat melihat Alvin tertidur tepat disebelahnya sambil memeluk dirinya. Ia segera melepaskan pelukan Alvin. Dilihatnya, Alvin hanya mengenakan sebuah boxer. Jangan-jangan… ia melihat dirinya,
“Aaaa!!!” Teriaknya, yang sontak membuat Alvin terbangun.
“Ada apa sayang?” Agni menatap Alvin dengan tatapan membunuh.
“Apa yang lo lakuin sama gue semalem?!” Tanyanya sambil duduk dan melilitkan selimut menutupi tubuhnya.
“Aku-kamu! Kamu nggak tahu? Atau pura-pura nggak tahu?”
“Iya, iya. Kamu ngapain aku semalem?!”
“Kita bersenang-senang sayang. Lagian kita juga udah ngelakuin itu. So, mau-nggak mau kamu harus married sama aku. Besok jam 9 kita adain pernikahan, aku udah prepare semuanya.”
“WHAT?!”
“Nggak ada kata nolak! Aku nggak mau denger kata penolakan dari mulut kamu! Okey sayang, kamu mandi dulu. Aku tunggu dimeja makan.” Alvin mengulum bibir Agni sebelum meninggalkan Agni.
“ARGH!!!! KENAPA INI HARUS TERJADI SAMA GUE?! APA SALAH GUE?!” Teriak Agni frustasi. Ini bagaikan sebuah mimpi buruk baginya. Dalam sekejab semua mimpi dan angannya hilang melayang.
+++
“Saya terima nikah dan kawinnya Agni Tri Nubuwati dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”
“Sah?”
“Sah!”
“Alhamdulillah…” Penikahan itu benar-benar terjadi. Kini Agni bukan lagi Agni yang dulu. Kini, Agni adalah istri sah Alvin, lelaki yang baru 2 hari dikenalnya dan telah merenggut kesuciannya.
+++
“Via, gue pulang!” Seru Alvin ketika memasuki rumah lamanya. Dengan langkah cepat Sivia menghampiri Alvin.
“Alvin?! Agni?!” Pekiknya tertahan karena kaget. Sejak kapan Alvin kenal Agni?, pikirnya.
“Iya, kenapa?! Kaget ya? Jangan kaget! Mulai sekarang dia akan tinggal bareng sama kita dan akan tidur dikamar gue! Ya kan Ag?” Ucapnya sambil memeluk pinggang Agni, Agni hanya mengangguk lemah.
“Loh? Kalian…”
“Iya, mulai sekarang panggil Agni Mrs. Sindhunata!”
“Hah? Maksud kamu, kamu udah nikah sama Agni?”
“Yup, tepat sekali kembaranku yang cantik! Hehe, udah ya… Gue masuk kekamar dulu!” Alvin dan Agni berjalan meninggalkan Sivia yang masih keheranan.
+++
Lama kelamaan sikap dingin Agni terhadap Alvin mulai mencair. Tak hanya sikapnya yang mencair hatinya juga, ya dia mulai mencintai Alvin.
“Entah dimana artis Agni Tri Nubuwati kini berada. Yang jelas tiada satupun yang mengetahui keberadaannya, bahkan sang manager Alyssa atau yang akrab disapa Ify tidak mengetahui keberadaannya. Inilah cuplikan confrensi pers yang diadakan manager Agni kemarin.”
“Kami semua tidak ada yang mengetahui keberadaan Agni. Kami sedang berusaha mencari Agni. Hampir 2 bulan kami kehilangan dia.” Jelas seorang gadis cantik yang dikenal sebagai manager Agni, Ify.
“Maafin gue Fy, gue terpaksa menghilang. Gue udah jadi istri orang Fy.” Gumam Agni.
+++
“Hoek… Hoek… Hoek…” Agni merasa mual, namun ketika dikamar mandi dia tidak memuntahkan apapun.
Tok.. Tok… Tok..
“Ag, kamu kenapa?” Tanya Alvin dibalik pintu kamar mandi kamar Alvin-Agni.
“Aku nggak pa-pa kok Vin! Cuma rada mual doang.” Sahut Agni. Sambil membuka pintu kamar mandi.
“Yaudah, kamu udah mandi?” Agni mengangguk. “Sekarang kita turun buat breakfast.” Mereka, Alvin-Agni turun dan sarapan bersama Sivia.
“Kenapa Ag?” Tanya Sivia yang sedari tadi mendengar kegaduhan dari kamar AlvinAgni.
“Nggak pa-pa kok Vi, cuma agak pusing sama mual doang!”
“Uhuk… Uhuk…” Sivia tersedak dan buru-buru meminum minumannya.
“Apa?! Pusing dan mual? Lo udah dapet?”
“2 bulan belakangan ini nggak!”
“Jangan-jangan lo…”
“Udahlah Vi, kita makan dulu, nanti gue bawa Agni kedokter.” Mereka makan dalam diam.
+++
“Gimana dok?” Tanya Alvin setelah Agni diperiksa. Dokter itu tersenyum.
“Selamat Pak, Bu, sebentar lagi kalian jadi orang tua.” Alvin tersenyum senang. Sedangkan Agni, hanya tersenyum tipis sambil mengelus perutnya.
“Makasih ya dok… Mmm… Udah berapa lama usia janinnya dok?”
“2 bulan pak.”
“Makasih bu dokter, kami pamit pulang dulu ya…” Alvin menjabat tangan dokter tersebut.
+++
“Makasih Ag… Makasih… Muach…” Alvin mengecup kening Agni diakhir kalimatnya.
“Sama-sama Vin, tapi aku harus ngasih tau mama papa dulu Vin.”
“NGGAK! Kamu nggak boleh hubungin mereka.”
“Loh? Mereka harus tau Vin. Mereka orang tua aku!”
“Sekali nggak, tetep nggak!”
“Tapi Vin…”
“PLAK…”
“SHUT-UP!!! KAMU HARUS NURUTIN SEMUA PERINTAH AKU!!! AKU SUAMI KAMU!!”
“Ba…Baik… Vin…” Kata Agni dengan mata memerah menahan tangis. Alvin yang melihat Agni ingin menangis menjadi panic.
“Ag… Ag… Maafin aku ya Ag, tadi aku keterlaluan sama kamu. Aku nggak mau kamu hubungin orang tua kamu karena mereka pasti misahin kita. Jangan nangis ya Ag?” Agni mengangguk, Alvin tersenyum senang dan memeluk Agni.
“Jangan nangis ya Ag… Aku nggak suka kamu nangis. Aku mau kamu senyum.” Agni benar-benar bingung terhadap sikap suaminya itu, terkadang kasar, terkadang baik, terkadang menakutkan, terkadang menenangkan, begitu membingungkan. Ya Tuhan, apakah benar suamiku seorang phsycopat?, pikirnya.
+++
Agni terus memutar otak supaya bisa memberi kabar kepada keluarganya. Entah mengapa, hari itu dia tak bisa tidur.
“Ah, aku ada ide!” Gumam Agni. Karena gumamam itulah Alvin terbangun.
“Ada apa Ag? Kok belum tidur?”
“Em… M… Nggak ada apa-apa kok!”
“Trus kenapa kok belum tidur? Jangan-jangan berencana buat kabur ya?!”
“Ng… Nggak kok! Aku cuma kangen sama kamu aja kok!” Agni meletakkan kepalanya kedada Alvin.
“Aku juga kangen kok! Kira-kira anak kita cewek atau cowok ya?”
“Aku sih berharapnya cewek Vin. Lumayanlah, bisa bantuin aku ngurus kamu.”
“Cowok aja. Biar bantuin jagain kamu supaya nggak selingkuh.”
“Ih, kok ngomongnya gitu sih?! Jadi kamu nggak percaya sama aku ya?! Yaudah aku pergi aja!” Jawab Agni sambil cemberut. Alvin terkekeh melihat respon Agni.
“Ya nggak donk sayang… jangan pergilah, nanti aku sama siapa coba?! Udah tidur aja yuk…” Agni mengangguk.
+++
“Vin, bangun…” Agni menggoyang badan Alvin.
“Hhh… Ada apa sih Ag?!”
“Aku pengen…” Agni sengaja menggantung kalimatnya. Alvin terlonjak kaget.
“Hah?! Kamu pengen apa Ag? Anggur? Apel? Melon? Mangga muda? Nanas? Bilang aja. Aku turutin kok.”
“Janji?”
“Janji!”
“Aku pengen dipeluk Cakka. Panggilin Cakka yah?”
“HAH?! KAMU MAU DIPELUK CAKKA?! GILA KAMU! KAMU ANGGAP AKU APA AG?! AKU SUAMI KAMU! HARGAIN AKU DONG!”
“Kamu gimana sih?! Katanya bakalan nurutin! Gimana sih?! Kamu emang nggak sayang sama aku sama anak kita!”
“Nggak Ag, aku sayang banget sama kamu dan anak kita. Tapi permintaan kamu terlalu berat buat diwujudin.”
“Nggak akan kerasa berat kalau kamu emang beneran sayang sama aku.”
“Hhh… Iyadeh…”
“Makasih ya Vin.”
CUUP… Kecupan dari bibir Agni mendarat dipipi Alvin. Alvin terdiam, speechless.
“Jangan cuma pipi dong! Ini juga lah…” Kata Alvin sabil menunjuk bibirnya, Agni mencubit pinggang Alvin.
“Aw…”
“Alvin rese ah, jangan mulai deh. Masih pagi tau!”
“Biarin!” Agni memanyunkan bibirnya.
“Alvin…” Alvin tertawa kecil melihat kelakuan istrinya itu.
“Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Semua yang kau lakukan, it’s magic
Semua yang kau berikan, it’s magic
Bagiku kau yang teridah…”
Ponsel Alvin bergetar, pertanda ada sms. Alvin segera membuka pesan singkat diHPnya.
From : Rio
Hello bro, gue ada kabar baik! Bisnis kita sukses!
Seulas senyum mengembang dari bibir Alvin dan dengan cepat Alvin membalas sms tersebut. Agni mengerutkan keningnya heran.
To : Rio
Siip! Gue minta tolong donk, culik si Cakka. Agni pengen dipeluk dia. Untung aja itu bawaan orok, kalau nggak gue libas tuh Si Cakka!
From : Rio
Sippo!
Alvin menyimpan HPnya kembali.
“Dari siapa Vin?”
“Em… Dari Rio, temen gue. Ag.”
“Oh… Eh, kapan kamu mau temuin aku sama Cakka?”
“Besok deh…”
“Yah…”
“Ayolah Ag… Ngertiin dong… Cakka kan Artis terkenal. Please…”
“Hhh… Iyadeh!” Alvin tersenyum senang, dia segera membuka kemejanya sehingga dia bertelanjang dada.
“Loh? Mau ngapain kamu Vin?”
“Ya mandi lah, emang mau ngapain lagi?”
“Oh… Kirain…”
“Kirain apa hayo? Eh, kamu mau ikut mandi bareng nggak?” Perkataan Alvin membuat Agni malu, segera saja ia mencubit pinggang Alvin.
“Aw…”
“Sukurin!”
“Jahat banget sih, sama suami juga!”
“Biarin!”
“Ih, kamu ngegemesin deh…” Alvin mencubit pelan hidung Agni. Dan menuju kamar mandi.
+++
“Hhh… Dimana gue?” Tanya seorang lelaki bergaya ala harajuku’s style. “Ergh… Kenapa gue diiket? Bukannya gue baru abis konser ya?”
CEKLEK…
“Oh jadi lo udah bangun?! Nih makan. Gue nggak mau lo sakit.” Ucap lelaki lain yang tak begitu besar dan berkulit sawo matang.
“Heh! Lo ngapain sekap gue?! Kurang kerjaan lo?! Sono ngepel dirumah gue!” Sahut lelaki bergaya harajuku tersebut, Cakka ya dia adalah Cakka.
“Lo nyuruh gue ngepel dirumah lo?! PD bener idup lo! Udah sono makan!” Perintah Rio, sang lelaki yang berkulit sawo matang tersebut.
“Heh! Lo bego ato emang nggak punya otak?! Lepasin dulu iketan gue! Gimana gue makannya kalo gue lo iket?!”
“Oh ya lupa! Hehe… Aduh, gue kebelet nih, gue mau ketoilet dulu! Tungguin!”
“Woy! Woy! Gue laper oy!” Terlambat, Rio sudah terlebih dulu meninggalkannya.
“SHIT!!”
+++
“Ayo sayang, berangkat.” Ajak Alvin.
“Heh? Berangkat kemana?” Tanya Agni kebingungan, seingatnya dia tidak ada janji hang out dengan Alvin.
“Loh? Gimana sih? Katanya nyidam pengen dipeluk Cakka, ini mau gue temuin sama Cakkanya.”
“Beneran Vin?” Alvin hanya mengangguk.
“Makasih ya Vin.”
“Seneng amat mbak, cintanya buat Cakka ya?! Bukan buat suaminya?!” Sindir Alvin, Agni langsung menyikut lengannya. Agni memajukan bibirnya.
“Halah, nggak usah mulai deh.” Alvin terkekeh, lucu sekali sih Agni? Untung saja dia sudah menjadi istrinya. Jadi perasaan aman menyelimuti dirinya. Sementara dalam hati Agni, ia meminta maaf kepada Alvin untuk apa yang telah ia rencanakan.
+++
“Cakka?!” Pekik Agni tertahan mengetahui Cakka tertidur dalam kondisi diikat disebuah kursi. Cakka yang seperti mendengar suara Agni lansung terbangun.
“Agni?! Lo kok…” Cakka sengaja menggantung kalimatnya, Agni segera menangangguk seolah mengetahui apa yang akan ditanyakan Cakka.
“Iya Cak, ini gue Agni. Hampir 2 bulan ya kita nggak ketemu?”
“Lo kok bisa disini Ag?”
“Susah njelasinnya Cak. Eh, kenalin ini Alvin suami gue.”
“Su… Suami lo?!”
“Yup, bener banget. Vin, ini Cakka temen duet plus sohib gue.” Alvin hanya mengangguk.
“Vin, aku lepasin iketannya Cakka yah?” Lagi-lagi Alvin hanya mengangguk. Agnipun melepaskan ikatan Cakka.
“Cak, lo udah makan? Gue suapin yah?” Tawar Agni. Alvin langsung melotot mendengarkan tawaran Agni untuk Cakka. Cakka jadi gelagapan melihat tatapan Alvin yang seolah-olah ingin menelannya hidup-hidup itu.
“Eng… enggak usah deh Ag.” Agni langsung cemberut.
“Yah, jahat lu Cak!”
“Bukannya gitu Ag, tapi lo kan udah punya suami Ag.”
“Emangnya nggak boleh ya? Boleh kan Vin?” Alvin menghela nafas berat lalu menangguk.
“Ag, aku keluar dulu ya. Nanti kalau ada apa-apa panggil aku.”
“Sip, tenang aja sih Vin.” Alvin mencium hidung Agni terlebih dulu sebelum meninggalkan Agni dan Cakka berduaan.
“Cak, peluk gue Cak!” Pinta Agni setelah melihat Alvin menutup pintu ruangan yang digunakan untuk menyekap Cakka.
“Gila lo Ag! Bisa digorok suami lo gue! Nggak mau.”
“Please, bawaan orok nih. Lo tega ama anak gue?!”
“Lo hamil?”
“Yup, mau ya? Ya? Ya?”
“Hhh… Iyadeh daripada anak lu ileran.” Agni langsung memeluk tubuh Cakka, Cakkapun membalasnya.
“Cak, gue minta tolong ya? Bilangin ke bonyok gue kalo gue baik-baik aja.” Ucap Agni yang masih berada didalam dekapan Cakka.
“Baik Ag, lo kok married tanpa sepengetahuan bonyok lo sih?” Agni melepaskan pelukannya dan tersenyum masam.
“Panjang Cak ceritanya, apa perlu gue jelasin?” Cakka mengangguk.
“Dua bulan yang lalu, sepulang gue dari mall gue diculik, waktu gue sadar gue udah ada dikamar yang penuh sama foto gue. Gue bingung waktu itu. Kebingungan gue bertambah saat ada orang yang masuk kekamar itu. Dia adalah…”
“Alvin” Potong Cakka cepat.
“Yup, dia ngasih makanan buat gue, semua ucapan dan perlakuannya entah mengapa membuat gue luluh, gue nyaman sama dia. Saat gue tidur malam itu, gue ngerasa ada yang nyium bibir dan leher gue, trus gue ngerasa ada yang… nggak perlu diceritain lah Cak. Besoknya gue bangun, gue liat Alvin tidur disamping gue sambil meluk gue dan dia cuma pake boxer doang. Otomatis gue ngelepasin pelukannya dan ngeliat diri gue yang nggak ditutupin sama sehelai benangpun nempel dibadan gue, kecuali selimut yang nutupin gue dan Alvin. Besoknya gue sama Alvin nikah. Akhir-akhir ini gue tahu kalau gue hamil.” Cakka memandangnya sayu.
“Ag…” Agni tersenyum miris.
“Kenapa? Tragis ya idup gue. Itulah kenyataannya Cak.”
“Trus, gue sebagai sohib lo bisa bantu apa?”
“Bilang gue baik-baik aja ke bonyok gue. Ohya, bilang juga kalau mereka akan punya cucu.”
“Pasti gue sampein Ag, suapin gue donk… Laper nih.”
“Manja!”
“Lah, tadi lo kan yang mau.”
“Hehe.. Iya iya..”
+++
Sesampainya dikamar, Alvin langsung menggelayut manja kepada Agni. Alvin ingin membalas rasa cemburunya saat tadi membiarkan Cakka dan Agni bermesraan.
“Ag, aku sayang banget sama kamu…” Ucap Alvin amat sangat manja sambil memeluk pinggang Agni dari belakang.
“Aku juga sayang banget sama kamu Vin.” Alvin senang mendengarnya, ia mengelus pinggang Agni dan meletakkan dagunya ke bahu Agni.
“Oh ya, tadi kamu ngapain aja sama Cakka? Jawab jujur!”
“Aku… Aku meluk Cakka, trus nyuapin Cakka, yang terakhir…”
“Yang terakhir apa?”
“Dia nyium pipi aku.” Seketika elusan Alvin berubah menjadi remasan pada perutnya. Agni mengaduh berulang kali, namun Alvin tak menggubrisnya sama sekali. Agni mengutuki dirinya yang terlalu jujur. Agni merasakan sakit yang amat sangat saat Alvin meremas perutnya kembali.
“Aduh… Vin… Sakit Vin… Sakit…” Alvin semakin meremas perut Agni dengan kuat.
“Sakit ya kalau sama aku?! Gimana kalau sama Cakka?! Pastinya kamu seneng! Jawab jujur, apa kamu udah tidur bareng Cakka?! Apa anak yang kamu kandung itu anaknya Cakka?! Jawab Ag!”
“A…nak.. ya..ng.. a..ku.. kan..dung… a…nak… ka…mu.. Vin.. aku.. nggak per…nah.. ti..dur.. sa..ma.. Cak..ka..” Agni menjawab dengan terbata-bata karena remasan Alvin begitu kuat. Agni takut terjadi apa-apa dengan kandungannya.
“Al…Vin… pe..rut.. a..ku.. sa..kit.. a..ku.. ta..kut.. kan…dung..an..ku...” Kosakata Agni tidak beraturan, Alvin segera sadar dan melepas remasannya. Agni langsung terduduk dilantai dekat ranjang sambil memegangi perutnya. Butiran-butiran bening mengalir dari pelupuk matanya melewati pipinya yang agak chubby. Alvin menjadi panic saat melihat Agni menangis. Apa yang telah dilakukannya pada Agni? Kenapa Agni bisa jadi seperti ini? Kenapa ia bisa lupa kalau Agni sedang mengandung? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dikepalanya. Namun ia tak menggubrisnya. Ia segera membopong Agni dan menidurkannya di ranjang. Agni merasakan pandangannya menjadi kabur, matanya berkunang-kunang. Perlahan, kesadarannya mulai berkurang dan ia merasakan gelap disekelilingnya.
“Ag.. Agni.. Maafin aku Ag... Bangun Ag.. Ag.. Agni...” Ucap Alvin panic sambil menepuk-nepuk pipi Agni.
+++
“Ergh…” Erangnya saat pertama kali membuka mata.
“Ag... Agni... Kamu nggak papa Ag?” Tanya sesosok lelaki dengan kulit putih oriental mata sipit disebelahnya, Alvin. Ya, dia Alvin.
“Aku nggak papa kok Vin.” Kata Agni sambil menahan rasa pusing yang menderanya.
“Beneran?! Eh, aku boleh tanya nggak?”
“Apa?”
“Aku ngapain kamu sih kok sampai kamu pingsan sambil megangin perut?” Agni menatapnya kebingungan, bagaimana ia bisa tidak tahu apa yang telah ia lakukan.
“Kamu nggak tahu apa yang kamu lakukan?” Alvin hanya menggeleng.
“Kamu tadi ngeremes perut aku kenceng banget setelah tau aku dicium Cakka.”
“Hah? Kamu dicium Cakka? Dicium bibir? Aku ngeremes perut kamu?”
“Bukan. Bukan bibir. Cuma pipi aja. Iya, kenceng banget.”
“Aduh, maaf ya Ag... Beneran deh, aku nggak nyadar. Maaf ya?”
“Iya, awas. Aku mau mandi dulu.”
“Silahkan nona..” Saat Agni hampir memasuki kamar mandi, ia langsung ditarik Alvin sehingga ia berada didalam dekapan Alvin. Dengan gerakan cepat Alvin mengecup pipi Agni dan melepaskan Agni. Agni tersenyum melihat perlakuan Alvin.
BRUK…
Alvin kaget mendengar bunyi tersebut. Bunyi itu berasal dari... KAMAR MANDI!! Dengan segera ia menuju kamar mandi.
“AGNI?!” Pekiknya tertahan. Keringat dingin meluncur bebas dari tubuhnya saat mengetahui Agni, sang istri tergeletak dikamar mandi dengan penuh darah. Segera saja ia membawa Agni ke rumah sakit.
+++
“DOK! DOKTER!!” Teriakannya menggema dikoridor rumah sakit yang dilaluinya. Segera saja suster yang berjaga memberikan kursi roda kepadanya untuk membawa seseorang yang dibopongnya untuk diperiksa.
Begitu sampai di depan sebuah ruangan bertuliskan ‘IGD’ ia dilarang masuk oleh salah seorang suster, ia geram. Ingin sekali rasanya ia memaki suster yang telah melarangnya masuk tersebut.
“Sus, izinkan saya masuk sus. Dia istri saya!”
“Maaf pak, ini sudah peraturannya. Percayakan pada kami. Kami akan melakukan yang terbaik. Sebaiknya bapak menunggu diluar sambil mendoakan istri bapak.” Ucap suster itu seraya menutup pintu ruang ‘IGD’ tersebut.
Sekitar satu jam kemudian, dokter yang memeriksa istrinya keluar dari ruangan itu. Dengan segera ia memberondong sang dokter dengan segudang pertanyaan.
“Dok, bagaimana keadaan istri saya?! Baik-baik saja kan dok?! Gimana keadaan kandungannya?! Baik-baik saja kan?! Anak saya baik-baik saja kan?!” Nadanya berbicara menunjukkan kekhawatiran yang amat sangat mendalam.
“Maaf pak, istri anda keguguran. Shock, serta adanya indikasi remasan yang terlalu kuat membuat janinnya tidak dapat bertahan.” Jelas sang dokter yang membuatnya serta merta merasakan lututnya melemas, ia terduduk dikurdi ruang tunggu. Matanya memerah menahan tangis, pandangannya kosong. Ia mengutuki dirinya karena telah meremas perut istrinya yang kini mengakibatkan dirinya harus kehilangan calon anaknya. Maafin aku Ag, gara-gara aku kita kehilangan calon anak kita, pikirnya.
“Saya harus kembali bertugas. Jika memerlukan saya, saya ada diruangan saya. Maaf, saya harus permisi dulu. Istri anda juga boleh ditengok.” Dengan langkah gontai ia berjalan menuju ruangan itu.
+++
“Maaf pak, istri anda keguguran. Shock, serta adanya indikasi remasan yang terlalu kuat membuat janinnya tidak dapat bertahan.”
Kalimat yang tak sengaja didengarnya itu terus berputar dikepalanya menghantui dirinya. Ia gagal. Ia gagal menjadi calon ibu. Bahkan, janinpun tak bisa ia pertahankan. Ia telah keguguran. Ia tak bisa menjaga calon bayinya. Ia memejamkan matanya, berharap ini semua hanya mimpi. Sebuah mimpi buruk yang sedang menyelimutinya saat itu. Nihil. Ia tetap saja terbangun ditempat yang sama. Ditempat yang penuh aroma obat-obatan yang begitu khas. Tempat dimana ia harus mendengar kabar bahwa ia telah kehilangan calon bayinya.
CEKLEK...
Pintu ruangan terbuka, derap kaki suaminya menggema. Isakannya masih begitu kuat. Ia terus terisak sambil memegangi perutnya. Sang suami, Alvin terus merasa bersalah. Tanpa ragu-ragu, Alvin memeluk Agni.
“Ag, maafin aku Ag. Aku nggak sengaja.” Ucap Alvin saat mendekap Agni.
“Vin, anak kita Vin. Anak kita.”
“Aku tau Ag, maafin aku ya Ag. Aku terlalu cemburu ngeliat kamu sama Cakka.” Agni tak menjawabnya, ia masih terus terisak.
“Sayang, pulang yuk..” Ajak Alvin sambil mengapit lengan Agni.
+++
“APA?! AGNI DIPERKOSA?!” Pekiknya dengan nada tinggi. Sebagai orang tua, ia merasa gagal dalam menjaga anaknnya.
“I..Iya om.. Tante.. Tapi mereka sekarang udah nikah. Dan Agni sedang hamil.”
“APA?! AGNI HAMIL?! DIA HAMIL TANPA DIDAMPINGI ORANG TUA?! Pah, kita harus cari Agni pah...” Tangis Zahra pecah, dia tak kuasa mendengar kabar mengenai Agni, anaknya. Dayat, sang suami segera menenagkannya.
“Cakka, kamu tahu dimana Agni tinggal?” Cakka mengangguk menanggapi pertanyaan Dayat.
“Dimana Cak?! Dimana?”
“Jalan Kenangan no 46b”
+++
“Ag, udah dong.. berhenti ya sayang.”
“Tapi Vin, anak kita...”
“Yaudahlah jangan disesali, semua itu kehendak Tuhan Ag.”
“Vin...”
TOK...TOK...TOK...
“Ag, aku bukain pintu dulu ya?” Agni hanya mengangguk. Alvin melangkahkan kakinya menuju ruang tamu dan segera membuka pintunya.
“OM DAYAT?! TANTE ZAHRA?! CAKKA?!”’ Pekiknya saat melihat siapa yang bertandang kerumahnya.
“Oh, jadi kamu yang namanya Alvin?!” Tanya Zahra sinis.
“Iya tan,”
“Dimana Agni?”
“Ada dikamar.”
+++
Mereka melangkahkan kaki menuju kamar Alvin-Agni.
“AGNI?!” Pekik Zahra yang mengejutkan Agni.
“Mama?!” ZahrAgni berpelukan melepas kangen.
“Gimana kabar kamu Ag?”
“Baik ma,”
“Gimana kandungan kamu?” Agni menunduk, air matanya menetes.
“Jawab Ag,”
“Agni keguguran ma..”
“APA?!”
“Kamu nggak becus jadi suami, saya akan laporkan kamu kepolisi.” Kata Dayat tanpa memandang Alvin, Alvin terkejut begitu pula Agni. Dia menyayangi Alvin, dia tidak ingin melihat Alvin ada didalam penjara.
“Tapi.. Tapi om..”
“Tapi pah, Agni sayang Alvin pah.. jangan masukin Alvin kepenjara pah. Please pah.” Dayat menghela nafas berat
“Hhh... Baiklah, saya izinkan kalian bersama.”
“Jadi pa?”
“Ya, kalian tetap suami-istri.” Ucap Dayat sembari tersenyum. Segera saja Agni berhamburan memeluk Alvin.
“Makasih pa,”
“Makasih om,” Ucap Alvin Agni bersamaan.
“Eh, Om?! No Alvin! Papa. Called me papah please.”
“Hehe... Iya Pah..” Mereka semua tertawa bahagia. Dan sejak saat itu tidak ada lagi ALVIN SANG PHSYCOPAT. Yang ada hanyalah ALVIN JONATHAN SINDHUNATA yang baru.
+++
Maaf jikalau ada lagu yang diklaim, maaf beribu maaf.. :)
regards,
Author
Cinta dan Kasta
Cinta dan Kasta
BUGH… BUGH….
Suara hentaman terdengar amat sangat keras. Memantul seiring dengan desisan angin malam yang menusuk tulang. Rasa ngilu menyerang sekujur tubuh. Darah yang mengalir dari ujung bibir perlahan mulai mongering. Tak peduli seberapa keras hentaman itu mengenai tubuhnya, ia terus meronta meminta ampun. Sungguh tega! Lelaki bertubuh kurus yang sepertinya tinggal tulang dan kulit dipukuli oleh beberapa orang lelaki bertubuh tinggi besar yang dipenuhi tatto dilengan dan dadanya, rambut mereka gondrong ditambah dengan otot lengan yang terbentuk serta perut sispack. Lelaki kecil itu terus meminta ampun. Apakah yang dipikirkan oleh para lelaki besar yang sepertinya lebih tepat disebut lelaki bengis itu? Mengapa mereka sungguh tega? Jika jumlah mereka hanya 1 tak begitu masalah. Namun ini… jumlah mereka amat banyak. Satu? Lebih pastinya! Lima? Lebih dari itu! Tepatnya 7 orang. Ck… Apakah yang mereka fikirkan? Tega sekali mereka!
“Heh! Lo udah gue bilangin supaya nggak macem-macem sama boss gue, tapi apa yang lo lakuin? Lo budek ya?!” Ucap seorang dari kawanan lelaki bertubuh besar tersebut.
“Am…pun…bang… bu…kan… itu… maksud…”
“Ah! ALASAN! NIH RASAIN!”
BUGH… Belum sempat lelaki yang menjadi korban amukan para kawanan lelaki bengis itu menyelesaikan omongannya, para lelaki itu kembali memukulinya.
“AW!!!” Pekik lelaki kecil itu yang bernama Cakka
“NGRASAIN SAKIT KAN LO?! NIH RASAIN!”
BUGH… Kepalan tangan itu kembali menerjang perut Cakka, kepalan itu tidak sekedar sakit, namun juga mampu mengaduk-aduk isi perut Cakka.
BUGH… Hantaman itu kembali menerjang muka Cakka, tepatnya dipipi sebelah kanan. Darah segar mengalir dari sudut bibir kanan Cakka.
“Hahaha… Rasain! Ayo cabut!” Tawa itu menggelegar, memecah keheningan malam. Cakka terduduk sambil merasakan perih diseluruh tubuhnya. Lututnya terasa lemas, ia meringis menahan sakitnya tak membiarkan air mata jatuh dari pelupuk matanya. Sayang, usahanya sia-sia. Air matanya tak mampu lagi terbendung, titik-titik air yang sangat dibencinya itu jatuh satu persatu mengalir melewati pipinya. Akhirnya, ia pulang dengan langkah gontai.
Cakka, lelaki kurus yang tinggal sebatang kara setiap harinya harus dikejar-kejar preman karena hutang yang dia miliki. Belum lagi gerombolan preman lain yang tak menginginkan dirinya mengganggu ‘boss’ mereka. Sebenarnya bukan Cakka yang mengganggu ‘boss’ mereka, tetapi ‘boss’ merekalah yang tidak ingin Cakka bersanding dengan pujaan hatinya, Agni. Ya, nasib sial selalu menghampiri Cakka. Namun, tidak dengan kisah asmaranya. Dia memiliki seorang kekasih yang bernama Agni. Tak lengkap namanya kalau kisah asmara tidak diselingi dengan adanya ‘orang ketiga’, dan ‘orang ketiga’ itulah yang kini membahayakan nyawa Cakka. Terlebih perbedaan kasta yang menjulang menjadi intrik tersendiri bagi kisah cinta mereka. Dan ‘boss’ dari preman itu merupakan calon suami dari Agni yang tak lain adalah Alvin. Alvin memanglah pemuda yang tampan dan terhormat, namun sikapnya yang ambisius dan posesif tidaklah mencerminkan seberapa ‘terhormat’nya dirinya itu. Dia rela melakukan apa saja untuk mendapatkan Agni, termasuk melenyapkan nyawa Cakka. Walaupun dia mengetahuinya Agni menerimanya karena paksaan dari kedua orang tua Agni.
***
Cakka tengah bersandar pada balai bamboo diteras rumahnya sambil memegangi wajahnya yang memar akibat ulah preman-preman itu.
“Argh…” Rintihnya.
“CAKKA!!!” Seru seseorang, Cakka menoleh. Sebuah senyuman mengembang dari bibirnya.
“Agni?!” Pekiknya senang, segera saja Agni duduk disampingnya.
“Aduh Cakka… Kamu kenapa? Pasti ini ulah Alvin! Ya kan?!”
“Ng… Nggak kok!”
“CAKKA! Please, jangan bohongin aku! Aku nggak suka!”
“Maaf…” Maaf? Hanya kata itu yang keluar dari bibir Cakka? Hanya itu? Cakka! Come on… Kamu udah dianiaya Cakka! fikir Agni.
“Come on… Cakka! Ini bukan yang pertama kalinya Cakka! Ini udah sering banget terjadi!!”
“Nggak papa kok Ag!”
“AGNI!!!” Teriak seseorang lagi, sontak Cakka dan Agni menoleh ke sumber suara.
“Alvin?!” Pekik Cakka dan Agni bersamaan. Mereka melihat aura neraka terpancar dari diri Alvin.
“Agni! Sudah berapa kali aku bilang jangan dekat-dekat dia!”
“Apa hak lo Vin?! Gue bukan siapa-siapa lo!” Ucap Agni sambil memberi penekanan pada kata ‘bukan siapa-siapa’.
“Kamu lupa ya? Aku calon suami kamu! Remember that?! And I hope you don’t near with this poor male again! Understand?”
“Hello! Alvin! I don’t love you! I just love him! Just Cakka! Just Cakka Kawekas Nuraga! Not you Alvin Jonathan Sindhunata! I hope you know it!”
“NGGAK! KAMU MILIK AKU! KAMU JUGA CINTA AKU!” Teriak Alvin histeris. Ya, dia memang seorang yang mudah sekali emosi.
“Sayangnya ini kenyataan Vin, kamu harus bisa terima itu!”
“Nggak! Kamu harus pulang sama aku!” Alvinpun menyeret Agni dari rumah Cakka yang menurutnya lebih pantas disebut ’gubuk’ itu.
***
PLAKK…
Sebuah tamparan mendarat dipipi kiri Agni. Panas, marah, kecewa, sedih, ah… semuanya menjadi satu! Ia marah karena Alvin selalu berlaku kasar kepadanya. Kecewa karena dia tidak bisa bersama dengan orang yang ia cintai. Sedih karena dirinya mungkin harus hidup dengan orang yang sepertinya lebih pantas disebut sebagai monster tersebut.
“Apa hak lo nampar gue Vin?! APA?!” Nadanya terdengar tinggi sekali, tangannya masih memegangi pipi kirinya yang bekas ditampar Alvin.
“HAK GUE?! GUE CALON SUAMI LO! GUE CALON SUAMI LO AGNI TRI NUBUWATI!!”
“Calon suami?! Calon suami apaan yang tega nampar calon istrinya sendiri?! Calon suami apaan yang suka memaksakan kehendaknya?! CALON SUAMI APAAN YANG TEGA NYAKITIN ISTRINYA SENDIRI! DAN CALON SUAMI APAAN YANG MENIKAHI CALON ISTRINYA NAMUN CALON ISTRINYA TIDAK PERNAH MENYUKAINYA APALAGI MENCINTAINYA!” Nada suara Agni semakin tidak teratur dari yang semula rendah, perlahan meninggi.
PLAKK…
“Baru ditinggal bonyok kita aja lo udah berani nampar gue! Apalagi nanti gue udah jadi istri lo! Bisa mati gue sama lo!”
“Hey, apa yang tadi kamu bilang? Mati?! Nggak bakalan sayang! Karena apa? Gue sayang banget sama lo!” Ucap Alvin sambil mengelus-elus pipi Agni. Agni hanya diam, tubuhnya bergetar ketakutan saat Alvin mulai mendekatkan diri dengannya. Alvin memeluk Agni.
“Udah tahu seberapa besar rasa sayang gue ke lo!” Alvin melepaskan pelukannya, dia memiringkan tubuhnya, jarak mereka makin tipis, Agni segera memalingkan wajahnya. Alvin tampak geram
PLAKK…
“Udah berapa kali gue bilang, JANGAN PERNAH NOLAK APA YANG GUE INGINKAN!”
“Gila lo Vin! Bener-bener GILA! Emang lo bisa milikin tubuh gue! Tapi NGGAK sama HATI gue!”
PLAKK…
“TAMPAR LAGI VIN! TAMPAR GUE TERUS KALO ITU BISA BIKIN LO BAHAGIA!”
PLAK…PLAK…
“TAMPAR TERUS VIN!”
Alvin sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi, namun tangannya terhenti. Dia menurunkan tangannya dan meninju tembok disebelah kirinya.
“Argh…” Alvin mengeluarkan ponselnya, nampaknya dia hendak menelpon seseorang.
“Lenyapin dia sekarang!!” Alvin memutuskan koneksi via teleponnya. Senyum miring terbentuk dari bibirnya. Agni tidak mengerti dengan sikap Alvin. Dia lebih memilih untuk kembali kekamarnya dan meninggalkan Alvin.
***
Seminggu sudah, Agni tak bertemu dengan Cakka. Kegelisahan mulai menghampiri dirinya. Apa yang terjadi sama dia? Apakah nekat lagi? Jangan! Itu nggak boleh terjadi.
“Nyanyikan lagu indah…
Tuk melepasku pergi
dan mungkin tak kembali…
nyanyikan lagu indah…”
“Hallo…”
“Hallo… Nak Agni…”
”Ibu Rasya?!”
“Ya nak… Ini ibu Rasya…”
“Ada apa bu?”
“Em… Saya mau ngabarin kalau nak Cakka meninggal karena dikeroyok preman-preman itu lagi!”
“APA?!”
BRAK…. HP Agni terjatuh dan ia pingsan seketika.
***
“Cakka… Kenapa kamu tinggalin aku?! Kenapa Cakka?! Kenapa?!” Isak Agni di makam Cakka. Air matanya menetesi tanah makam Cakka.
“Kamu tahu Cakka… Aku nggak bakalan bisa hidup tanpa kamu! Aku nyusul kamu ya Cakka?” Miris... Itulah keadaan yang tergambar sekarang. Agni mengeluarkan sebilah pisau lipat dari sakunya. Ia membuka lipatan pisau tersebut dan mengelus ujung pisaunya menggunakan jari telunjuknya.
“Cakka… Tunggu aku disurga ya…” Dengan tubuh yang bergetar ia mengarahkan pisau itu ke nadinya. Darahpun mengucur dari pergelangan tangannya. Dan tak lama kemudian, ia tergeletak dengan bersimbah darah disebelah makam Cakka. Hm… Rupanya kedua sejoli ini memang tidak ditakdirkan untuk mersatu di dunia, namun mereka mungkin saja ditakdirkan bersatu di akhirat. Memang tak selamanya perjalanan hidup berjalan mulus, terkadang ada batu ganjalan yang harus dilewati. Dan apakah selamanya jalinan cinta harus terganjal oleh adanya perbedaan kasta? Entahlah! Hanya Tuhan yang tahu.
+++
Yak, endingnya aja nggak tau ini CAGNI atau ALNI.
Hahay… Gimana? Gimana?
GJ yah…
- Alasan pemilihan karakter : :
Cakka : : Sempet kepikiran buat cerpen ini jadi ALNI, karena kecewa berat sama gossip itu. Malah, mau jadiin Cakka yang peran Phsyco. Haha… Saking kecewanya saya, tapi yasudahlah! Sekarang cerpen ini tetap CAGNI!
Agni : : Karena saya Agniaza, jadi saya pilih dia! Chayo Agniaza! Chayo CakkAgni Lovers! *weleh, nggak nyambung*
Alvin : : Yak, karena saya Alvz, berhubung bikin cerpen tentang saya dan Alvin dapat menyebabkan saya bonyok digebukin Alvz lainnya jadilah saya selipin Alvin diantara CAGNI. Jadilah cerpen dengan main chara CAGVIN!
- Maaf yak jika frontal+GJ banget!
*kabur dulu ah, sebelum digebukin CL karena udah nyiksa Cakka
BUGH… BUGH….
Suara hentaman terdengar amat sangat keras. Memantul seiring dengan desisan angin malam yang menusuk tulang. Rasa ngilu menyerang sekujur tubuh. Darah yang mengalir dari ujung bibir perlahan mulai mongering. Tak peduli seberapa keras hentaman itu mengenai tubuhnya, ia terus meronta meminta ampun. Sungguh tega! Lelaki bertubuh kurus yang sepertinya tinggal tulang dan kulit dipukuli oleh beberapa orang lelaki bertubuh tinggi besar yang dipenuhi tatto dilengan dan dadanya, rambut mereka gondrong ditambah dengan otot lengan yang terbentuk serta perut sispack. Lelaki kecil itu terus meminta ampun. Apakah yang dipikirkan oleh para lelaki besar yang sepertinya lebih tepat disebut lelaki bengis itu? Mengapa mereka sungguh tega? Jika jumlah mereka hanya 1 tak begitu masalah. Namun ini… jumlah mereka amat banyak. Satu? Lebih pastinya! Lima? Lebih dari itu! Tepatnya 7 orang. Ck… Apakah yang mereka fikirkan? Tega sekali mereka!
“Heh! Lo udah gue bilangin supaya nggak macem-macem sama boss gue, tapi apa yang lo lakuin? Lo budek ya?!” Ucap seorang dari kawanan lelaki bertubuh besar tersebut.
“Am…pun…bang… bu…kan… itu… maksud…”
“Ah! ALASAN! NIH RASAIN!”
BUGH… Belum sempat lelaki yang menjadi korban amukan para kawanan lelaki bengis itu menyelesaikan omongannya, para lelaki itu kembali memukulinya.
“AW!!!” Pekik lelaki kecil itu yang bernama Cakka
“NGRASAIN SAKIT KAN LO?! NIH RASAIN!”
BUGH… Kepalan tangan itu kembali menerjang perut Cakka, kepalan itu tidak sekedar sakit, namun juga mampu mengaduk-aduk isi perut Cakka.
BUGH… Hantaman itu kembali menerjang muka Cakka, tepatnya dipipi sebelah kanan. Darah segar mengalir dari sudut bibir kanan Cakka.
“Hahaha… Rasain! Ayo cabut!” Tawa itu menggelegar, memecah keheningan malam. Cakka terduduk sambil merasakan perih diseluruh tubuhnya. Lututnya terasa lemas, ia meringis menahan sakitnya tak membiarkan air mata jatuh dari pelupuk matanya. Sayang, usahanya sia-sia. Air matanya tak mampu lagi terbendung, titik-titik air yang sangat dibencinya itu jatuh satu persatu mengalir melewati pipinya. Akhirnya, ia pulang dengan langkah gontai.
Cakka, lelaki kurus yang tinggal sebatang kara setiap harinya harus dikejar-kejar preman karena hutang yang dia miliki. Belum lagi gerombolan preman lain yang tak menginginkan dirinya mengganggu ‘boss’ mereka. Sebenarnya bukan Cakka yang mengganggu ‘boss’ mereka, tetapi ‘boss’ merekalah yang tidak ingin Cakka bersanding dengan pujaan hatinya, Agni. Ya, nasib sial selalu menghampiri Cakka. Namun, tidak dengan kisah asmaranya. Dia memiliki seorang kekasih yang bernama Agni. Tak lengkap namanya kalau kisah asmara tidak diselingi dengan adanya ‘orang ketiga’, dan ‘orang ketiga’ itulah yang kini membahayakan nyawa Cakka. Terlebih perbedaan kasta yang menjulang menjadi intrik tersendiri bagi kisah cinta mereka. Dan ‘boss’ dari preman itu merupakan calon suami dari Agni yang tak lain adalah Alvin. Alvin memanglah pemuda yang tampan dan terhormat, namun sikapnya yang ambisius dan posesif tidaklah mencerminkan seberapa ‘terhormat’nya dirinya itu. Dia rela melakukan apa saja untuk mendapatkan Agni, termasuk melenyapkan nyawa Cakka. Walaupun dia mengetahuinya Agni menerimanya karena paksaan dari kedua orang tua Agni.
***
Cakka tengah bersandar pada balai bamboo diteras rumahnya sambil memegangi wajahnya yang memar akibat ulah preman-preman itu.
“Argh…” Rintihnya.
“CAKKA!!!” Seru seseorang, Cakka menoleh. Sebuah senyuman mengembang dari bibirnya.
“Agni?!” Pekiknya senang, segera saja Agni duduk disampingnya.
“Aduh Cakka… Kamu kenapa? Pasti ini ulah Alvin! Ya kan?!”
“Ng… Nggak kok!”
“CAKKA! Please, jangan bohongin aku! Aku nggak suka!”
“Maaf…” Maaf? Hanya kata itu yang keluar dari bibir Cakka? Hanya itu? Cakka! Come on… Kamu udah dianiaya Cakka! fikir Agni.
“Come on… Cakka! Ini bukan yang pertama kalinya Cakka! Ini udah sering banget terjadi!!”
“Nggak papa kok Ag!”
“AGNI!!!” Teriak seseorang lagi, sontak Cakka dan Agni menoleh ke sumber suara.
“Alvin?!” Pekik Cakka dan Agni bersamaan. Mereka melihat aura neraka terpancar dari diri Alvin.
“Agni! Sudah berapa kali aku bilang jangan dekat-dekat dia!”
“Apa hak lo Vin?! Gue bukan siapa-siapa lo!” Ucap Agni sambil memberi penekanan pada kata ‘bukan siapa-siapa’.
“Kamu lupa ya? Aku calon suami kamu! Remember that?! And I hope you don’t near with this poor male again! Understand?”
“Hello! Alvin! I don’t love you! I just love him! Just Cakka! Just Cakka Kawekas Nuraga! Not you Alvin Jonathan Sindhunata! I hope you know it!”
“NGGAK! KAMU MILIK AKU! KAMU JUGA CINTA AKU!” Teriak Alvin histeris. Ya, dia memang seorang yang mudah sekali emosi.
“Sayangnya ini kenyataan Vin, kamu harus bisa terima itu!”
“Nggak! Kamu harus pulang sama aku!” Alvinpun menyeret Agni dari rumah Cakka yang menurutnya lebih pantas disebut ’gubuk’ itu.
***
PLAKK…
Sebuah tamparan mendarat dipipi kiri Agni. Panas, marah, kecewa, sedih, ah… semuanya menjadi satu! Ia marah karena Alvin selalu berlaku kasar kepadanya. Kecewa karena dia tidak bisa bersama dengan orang yang ia cintai. Sedih karena dirinya mungkin harus hidup dengan orang yang sepertinya lebih pantas disebut sebagai monster tersebut.
“Apa hak lo nampar gue Vin?! APA?!” Nadanya terdengar tinggi sekali, tangannya masih memegangi pipi kirinya yang bekas ditampar Alvin.
“HAK GUE?! GUE CALON SUAMI LO! GUE CALON SUAMI LO AGNI TRI NUBUWATI!!”
“Calon suami?! Calon suami apaan yang tega nampar calon istrinya sendiri?! Calon suami apaan yang suka memaksakan kehendaknya?! CALON SUAMI APAAN YANG TEGA NYAKITIN ISTRINYA SENDIRI! DAN CALON SUAMI APAAN YANG MENIKAHI CALON ISTRINYA NAMUN CALON ISTRINYA TIDAK PERNAH MENYUKAINYA APALAGI MENCINTAINYA!” Nada suara Agni semakin tidak teratur dari yang semula rendah, perlahan meninggi.
PLAKK…
“Baru ditinggal bonyok kita aja lo udah berani nampar gue! Apalagi nanti gue udah jadi istri lo! Bisa mati gue sama lo!”
“Hey, apa yang tadi kamu bilang? Mati?! Nggak bakalan sayang! Karena apa? Gue sayang banget sama lo!” Ucap Alvin sambil mengelus-elus pipi Agni. Agni hanya diam, tubuhnya bergetar ketakutan saat Alvin mulai mendekatkan diri dengannya. Alvin memeluk Agni.
“Udah tahu seberapa besar rasa sayang gue ke lo!” Alvin melepaskan pelukannya, dia memiringkan tubuhnya, jarak mereka makin tipis, Agni segera memalingkan wajahnya. Alvin tampak geram
PLAKK…
“Udah berapa kali gue bilang, JANGAN PERNAH NOLAK APA YANG GUE INGINKAN!”
“Gila lo Vin! Bener-bener GILA! Emang lo bisa milikin tubuh gue! Tapi NGGAK sama HATI gue!”
PLAKK…
“TAMPAR LAGI VIN! TAMPAR GUE TERUS KALO ITU BISA BIKIN LO BAHAGIA!”
PLAK…PLAK…
“TAMPAR TERUS VIN!”
Alvin sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi, namun tangannya terhenti. Dia menurunkan tangannya dan meninju tembok disebelah kirinya.
“Argh…” Alvin mengeluarkan ponselnya, nampaknya dia hendak menelpon seseorang.
“Lenyapin dia sekarang!!” Alvin memutuskan koneksi via teleponnya. Senyum miring terbentuk dari bibirnya. Agni tidak mengerti dengan sikap Alvin. Dia lebih memilih untuk kembali kekamarnya dan meninggalkan Alvin.
***
Seminggu sudah, Agni tak bertemu dengan Cakka. Kegelisahan mulai menghampiri dirinya. Apa yang terjadi sama dia? Apakah nekat lagi? Jangan! Itu nggak boleh terjadi.
“Nyanyikan lagu indah…
Tuk melepasku pergi
dan mungkin tak kembali…
nyanyikan lagu indah…”
“Hallo…”
“Hallo… Nak Agni…”
”Ibu Rasya?!”
“Ya nak… Ini ibu Rasya…”
“Ada apa bu?”
“Em… Saya mau ngabarin kalau nak Cakka meninggal karena dikeroyok preman-preman itu lagi!”
“APA?!”
BRAK…. HP Agni terjatuh dan ia pingsan seketika.
***
“Cakka… Kenapa kamu tinggalin aku?! Kenapa Cakka?! Kenapa?!” Isak Agni di makam Cakka. Air matanya menetesi tanah makam Cakka.
“Kamu tahu Cakka… Aku nggak bakalan bisa hidup tanpa kamu! Aku nyusul kamu ya Cakka?” Miris... Itulah keadaan yang tergambar sekarang. Agni mengeluarkan sebilah pisau lipat dari sakunya. Ia membuka lipatan pisau tersebut dan mengelus ujung pisaunya menggunakan jari telunjuknya.
“Cakka… Tunggu aku disurga ya…” Dengan tubuh yang bergetar ia mengarahkan pisau itu ke nadinya. Darahpun mengucur dari pergelangan tangannya. Dan tak lama kemudian, ia tergeletak dengan bersimbah darah disebelah makam Cakka. Hm… Rupanya kedua sejoli ini memang tidak ditakdirkan untuk mersatu di dunia, namun mereka mungkin saja ditakdirkan bersatu di akhirat. Memang tak selamanya perjalanan hidup berjalan mulus, terkadang ada batu ganjalan yang harus dilewati. Dan apakah selamanya jalinan cinta harus terganjal oleh adanya perbedaan kasta? Entahlah! Hanya Tuhan yang tahu.
+++
Yak, endingnya aja nggak tau ini CAGNI atau ALNI.
Hahay… Gimana? Gimana?
GJ yah…
- Alasan pemilihan karakter : :
Cakka : : Sempet kepikiran buat cerpen ini jadi ALNI, karena kecewa berat sama gossip itu. Malah, mau jadiin Cakka yang peran Phsyco. Haha… Saking kecewanya saya, tapi yasudahlah! Sekarang cerpen ini tetap CAGNI!
Agni : : Karena saya Agniaza, jadi saya pilih dia! Chayo Agniaza! Chayo CakkAgni Lovers! *weleh, nggak nyambung*
Alvin : : Yak, karena saya Alvz, berhubung bikin cerpen tentang saya dan Alvin dapat menyebabkan saya bonyok digebukin Alvz lainnya jadilah saya selipin Alvin diantara CAGNI. Jadilah cerpen dengan main chara CAGVIN!
- Maaf yak jika frontal+GJ banget!
*kabur dulu ah, sebelum digebukin CL karena udah nyiksa Cakka
Sesal
Aku memandang semua benda yang kuletakkan dalam sebuah kardus, benda itu memiliki begitu banyak kenangan untukku. Aku tak kuasa menahan air mataku agar tidak jatuh. Kini bukan lagi gelak tawa yang aku persembahkan untuk orang lain. Kini hanya kesedihan yang terpancar dari raut mukaku.
“Aku gagal,” Ucapku lirih sembari memandang sebuah bingkai foto yang berada dalam dekapanku. Aku tak kuasa menetaskan air mataku saat aku memandang foto itu. Aku merasa aku telah gagal. Akupun memutar mp3 player dan terdengar sebuah lagu dari Lyla band yang berjudul Bernafas Tanpamu.
Mungkin kau bertanya-tanya… arti perhatianku terhadapmu…
Pasti kau menerka-nerka apa… yang tersirat dalam gerakku…
Akulah serpihan masa lalumu… yang sekedar ingin tau keadaanmu…
Tak pernah aku bermaksud mengusikmu…
Mengganggu setiap ketentraman hidupmu…
Hanya tak mudah bagiku lupakanmu…
Dan pergi menjauh…
Lagu itu yang cukup singkat tapi memiliki makna yang cukup dalam bagiku. Lagu yang mampu membuatku menitikkan air mata. Lagu yang membuatku makin tak dapat melupakan Cakka, sosok lelaki yang selama ini mengisi kekosongan hatiku. Lelaki yang mengajari aku cinta. Dan lelaki yang telah menghancurkan semua harapku dengan cara menjalin hubungan dengan gadis lain.
“Udahlah Ag, kamu nggak usah menyesali keadaan. Aku yakin kok, kamu bakal nemu yang lebih baik dari si Cakka itu! Udah lupain dia! Dia hanya mainin kamu! Kalau dia emang bener-bener sayang sama kamu, dia pasti bakal balik buat kamu! Pecaya itu Ag!” Ucap Ify, sahabatku yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar kostku.
“Tapi aku bener-bener sayang sama Cakka. Aku nyesel kenapa waktu itu aku ga mau keluar nemuin dia. Andai aja waktu itu aku mau keluar pasti semuanya nggak bakal jadi kayak gini! Ini semua salahku! Aku bodoh!” Ucapku dengan penuh penyesalan.
“Nggak Ag, kamu nggak bodoh! Kamu nggak salah! Jangan gitu dong Ag! Kamu jangan mau kalah oleh keadaan! Kamu harus bangkit Ag!” Kata Ify yang seolah-olah ingin membakar semangatku. “Ag, aku pengen kamu kembali kayak dulu! Aku pengen Agni yang ceria, yang optimis, yang jarang sekali menangis! Agni yang nggak mengenal kata menyerah!” Sambung Ify.
“Maafin aku Fy, aku emang bukan Agni yang dulu! Agni yang selalu ceria! Agni yang selalu optimis! Agni yang tegar! Agni yang pantang sekali menyerah! Agni yang sekarang beda Agni yang sekarang adalah Agni yang cengeng, Agni yang pesimis, Agni yang pengecut, Agni yang pe…” Belum sempat aku melanjutkan kata-kataku, Ify memotong ucapanku.
“Tapi Ag, kalau kamu mau kamu pasti bisa jadi Agni yang dulu!” Ucap Ify.
Aku hanya membisu. Aku masih dihantui perasaan sesalku. Aku bukanlah Agni yang dulu. Aku akui aku nggak sekuat Ify. Ify pernah mengalami masalah yang jauh lebih berat dari yang aku alami. Ify dulu pernah diantara 2 cowok yang sama-sama sayang padanya. Tapi, dia lebih milih Rio. Tapi sayang, Rio hanya mainin dia, Rio telah berselingkuh dengan Dea, sahabat kami. Sejak saat itulah Ify jadi kurang percaya dengan yang namanya “CINTA”. Bagi Ify “CINTA” hanya membawa duka.
“Ag, udahlah! Kan dari dulu aku udah bilang cinta hanya membawa duka! Kamu sih ngeyel!”
“Aku bukannya ngeyel Fy, Cinta nggak cuma membawa duka tetapi juga membawa tawa!”
“Alah bulshit! Cinta cuma fartamogana doang!"
“Tapi Fy, ini semua salahku!” Sahutku sambil mengingat-ingat kejadian waktu itu. Saat tepat 2 bulan aku putus dengan Cakka, tiba-tiba aku mendapat sebuah pesan singkat dari Cakka.
“Ag, aku mau bicara sesuatu sama kamu. Aku tunggu kamu di taman komplek tepat jam 7. Jika kamu nggak datang, aku akan berusaha buat ngelupain kamu.” Begitulah isi pesan dari Cakka. Tapi, aku nggak datang ke taman komplek. Hatiku sudah terlanjur sakit ketika aku melihat Cakka jalan dengan cewek lain. Aku sakit banget. Tapi, justru sakitnya waktu itu nggak ada apa-apannya dibanding sakitnya aku waktu menyesali kejadian ini. Aku nggak datang diwaktu Cakka ingin bener-bener serius sama aku. Kini, Cakka sudah bertunangan dengan Shilla, anak teman ayahnya. Andai saja waktu itu aku datang, andai saja aku nggak berfikiran negative tentang Cakka, andai saja waktu bisa diputar kembali.
“Oh Tuhan… Aku sangat menyesal! Aku nggak mau kehilangan Cakka! Aku sangat menyayangi dia! Aku ingin dia kembali Tuhan!” Batinku menangis, hatiku bergejolak. Aku ingin semuanya kembali seperti dulu.
Suatu hari, saat aku mengantar Ify sedang shopping, aku melihat Cakka sedang bersama Shilla. Aku melihat dia sedang mencari gaun pengantin untuknya dan Shilla. Harusnya aku yang bersanding dengan Cakka! Bukan Shilla!
“Tuhan… Harusnya aku yang disana, bukan Shilla! Tuhan… Apa salahku Tuhan? Aku akui aku masih mencintai Cakka. Tapi, apakah aku juga harus melihat orang yang amat sangat kucintai memilih orang lain sebagai pendampingnya? Aku nggak sanggup Tuhan, Aku nggak sanggup!” Gumamku seraya memperhatikan Shilla dan Cakka dibalik kaca boutique itu, sampai-sampai aku tidak menyadari kalau Shilla dan Cakka berjalan ke arahku.
“Eh, Agni kamu disini juga toh?” Tanya Shilla padaku yang otomatis saja membuyarkan lamunanku.
“Eh, i.. iya.. Shill…” Jawabku terbata-bata.
“Kamu ngapain di sini Ag?” Tanya Cakka dingin.
“Aku? Aku disini ya nyari baju lah! Masa nyariin TV!” Gurauku.
“Hahahaha… Kamu tuh ada ada aja sih Ag.” Tawa Shilla.
“Apanya yang lucu? Jayus tau! Ayo Shill, pergi dari sini! Nggak penting ngladenin orang ini!” Kata Cakka ketus.
“Iya… iya… oh ya Ag, datang ya dipernikahan kami.” Ucap Shilla. Perlahan dia dan Cakka beranjak meninggalkanku seorang diri. Aku memandang sendu punggung Cakka yang bergerak meninggalkanku. Seperti ada tubrukan benda tumpul dalam hatiku saat mendapati perlakuan Cakka yang begitu ketus terhadapku. Benarkah sudah hilang rasa itu dari hatinya.
“Tuhan, apakah aku sanggup menghadiri pernikahan itu? Kamu pasti sanggup Ag! Kamu harus kuat!” Batinku kembali bergejolak.
Tiba saatnya hari pernikahan Cakka Kawekas Nuraga dengan Ashilla Zahrantiara. Mereka sangat serasi dengan pakaian pengantin yang mereka kenakan. Aku datang dengan gaun putih. Selesai akad nikah, Shilla menghampiriku.
“Ag, kamu nyanyi donk!”
“Nggak ah, suara aku kan jelek,”
“Please, demi aku! Mau ya..”
“Ehm… Gimana ya?”
“Mau ya?”
“Boleh deh!”
“Ehm… Hadirin semuanya, marilah kita sambut penampilan dari Agni Tri Nubuwati yang merupakan sahabat dari kedua mempelai,” Kata sang pemandu Acara. Akupun melangkah ke panggung. Dengan iringan piano aku menyanyikan sebuah lagu.
“Ehm… Lagu ini berjudul Dan Lagi by LyLA”
“Dan lagi terjadi
Peristiwa terperih
yang selalu kan perih
Seakan aku tak berarti
untuk kesekian kalinya
ku tak bisa
berbuat apa lagi
Haruskah kita berakhir
Cukup sampai disini
Meski hati berkata tak mampu
Tak ingin terlambat
menyudahi keadaan ini
Mungkin ini jalan kita
Dan lagi terjadi
Peristiwa terperih
yang selalu kan perih
Seakan aku tak berarti
untuk kesekian kalinya
ku tak bisa
berbuat apa lagi
Dan haruskah kita berakhir
Cukup sampai disini
Meski hati berkata tak mampu
Tak ingin terlambat
Menyudahi keadaan ini
Mungkin ini jalan kita”
Perlahan, titik air mata jatuh membasahi pipiku. Aku segera menuruni panggung dan beranjak pulang. Tak begitu ku hiraukan tepukan tangan dari para penonton. Yang ada didalam hatiku kini adalah rasa sesak yang menyeruak di dalam kalbu. Begitu sakit yang kurasaa saat kau bersanding dengannya.
“Cinta itu memang tidak bisa ditebak, kadang membawa kebahagiaan. Kadang juga membawa duka nestapa. Tapi, aku mendapat sebuah pelajaran. Yaitu, pelajaran bahwa cinta itu tak harus memiliki. Cinta akan terasa indah apabila orang yang kita cintai merasa bahagia.” Hanya kalimat ini yang kutulis dalam diaryku untuk mengakhiri semua penyesalanku pada masa lalu.
Semilir angin malam menyibakkan rambutku yang tergerai. Aku masih menatap kerlap bintang malam. Banyak pengharapan yang ku sebut dalam hatiku. Banyak angan yang ingin ku raih dalam hidupku. Dan aku yakin, masih banyak cinta yang tersisa untukku. Kosong, hampa, dan sepi itulah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku. Perasaanku bagaikan terombang-ambing kesana-kemari dan terus berjalan tanpa arah. Ya aku sadar, cinta tidak harus memiliki. Aku yakin aku dapat menemukan jantung hatiku yang sebernarnya. Thanks Cakka, you’re my first love. I’ll never forget you. I’ll never forget your love to me. I’ll never forget a song that you sing for me.
+++
Haish *nutupmukapaketelapaktangan*, jelek yah?
Gaje? Nggak nyambung? Ngegantung? Atau…
Keep coment aja dah,
Kalau pengen lebih menghayati, *jiah,bahasanya*
Setel lagu Dan Laginya LyLA,
Kalau nggak punya, download aja di http://www.i-file.co.cc/2010/12/download-lyla-dan-lagi-cd-rip.html *promosi:P*
Sankyu… ^_^
_Kartika_
“Aku gagal,” Ucapku lirih sembari memandang sebuah bingkai foto yang berada dalam dekapanku. Aku tak kuasa menetaskan air mataku saat aku memandang foto itu. Aku merasa aku telah gagal. Akupun memutar mp3 player dan terdengar sebuah lagu dari Lyla band yang berjudul Bernafas Tanpamu.
Mungkin kau bertanya-tanya… arti perhatianku terhadapmu…
Pasti kau menerka-nerka apa… yang tersirat dalam gerakku…
Akulah serpihan masa lalumu… yang sekedar ingin tau keadaanmu…
Tak pernah aku bermaksud mengusikmu…
Mengganggu setiap ketentraman hidupmu…
Hanya tak mudah bagiku lupakanmu…
Dan pergi menjauh…
Lagu itu yang cukup singkat tapi memiliki makna yang cukup dalam bagiku. Lagu yang mampu membuatku menitikkan air mata. Lagu yang membuatku makin tak dapat melupakan Cakka, sosok lelaki yang selama ini mengisi kekosongan hatiku. Lelaki yang mengajari aku cinta. Dan lelaki yang telah menghancurkan semua harapku dengan cara menjalin hubungan dengan gadis lain.
“Udahlah Ag, kamu nggak usah menyesali keadaan. Aku yakin kok, kamu bakal nemu yang lebih baik dari si Cakka itu! Udah lupain dia! Dia hanya mainin kamu! Kalau dia emang bener-bener sayang sama kamu, dia pasti bakal balik buat kamu! Pecaya itu Ag!” Ucap Ify, sahabatku yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar kostku.
“Tapi aku bener-bener sayang sama Cakka. Aku nyesel kenapa waktu itu aku ga mau keluar nemuin dia. Andai aja waktu itu aku mau keluar pasti semuanya nggak bakal jadi kayak gini! Ini semua salahku! Aku bodoh!” Ucapku dengan penuh penyesalan.
“Nggak Ag, kamu nggak bodoh! Kamu nggak salah! Jangan gitu dong Ag! Kamu jangan mau kalah oleh keadaan! Kamu harus bangkit Ag!” Kata Ify yang seolah-olah ingin membakar semangatku. “Ag, aku pengen kamu kembali kayak dulu! Aku pengen Agni yang ceria, yang optimis, yang jarang sekali menangis! Agni yang nggak mengenal kata menyerah!” Sambung Ify.
“Maafin aku Fy, aku emang bukan Agni yang dulu! Agni yang selalu ceria! Agni yang selalu optimis! Agni yang tegar! Agni yang pantang sekali menyerah! Agni yang sekarang beda Agni yang sekarang adalah Agni yang cengeng, Agni yang pesimis, Agni yang pengecut, Agni yang pe…” Belum sempat aku melanjutkan kata-kataku, Ify memotong ucapanku.
“Tapi Ag, kalau kamu mau kamu pasti bisa jadi Agni yang dulu!” Ucap Ify.
Aku hanya membisu. Aku masih dihantui perasaan sesalku. Aku bukanlah Agni yang dulu. Aku akui aku nggak sekuat Ify. Ify pernah mengalami masalah yang jauh lebih berat dari yang aku alami. Ify dulu pernah diantara 2 cowok yang sama-sama sayang padanya. Tapi, dia lebih milih Rio. Tapi sayang, Rio hanya mainin dia, Rio telah berselingkuh dengan Dea, sahabat kami. Sejak saat itulah Ify jadi kurang percaya dengan yang namanya “CINTA”. Bagi Ify “CINTA” hanya membawa duka.
“Ag, udahlah! Kan dari dulu aku udah bilang cinta hanya membawa duka! Kamu sih ngeyel!”
“Aku bukannya ngeyel Fy, Cinta nggak cuma membawa duka tetapi juga membawa tawa!”
“Alah bulshit! Cinta cuma fartamogana doang!"
“Tapi Fy, ini semua salahku!” Sahutku sambil mengingat-ingat kejadian waktu itu. Saat tepat 2 bulan aku putus dengan Cakka, tiba-tiba aku mendapat sebuah pesan singkat dari Cakka.
“Ag, aku mau bicara sesuatu sama kamu. Aku tunggu kamu di taman komplek tepat jam 7. Jika kamu nggak datang, aku akan berusaha buat ngelupain kamu.” Begitulah isi pesan dari Cakka. Tapi, aku nggak datang ke taman komplek. Hatiku sudah terlanjur sakit ketika aku melihat Cakka jalan dengan cewek lain. Aku sakit banget. Tapi, justru sakitnya waktu itu nggak ada apa-apannya dibanding sakitnya aku waktu menyesali kejadian ini. Aku nggak datang diwaktu Cakka ingin bener-bener serius sama aku. Kini, Cakka sudah bertunangan dengan Shilla, anak teman ayahnya. Andai saja waktu itu aku datang, andai saja aku nggak berfikiran negative tentang Cakka, andai saja waktu bisa diputar kembali.
“Oh Tuhan… Aku sangat menyesal! Aku nggak mau kehilangan Cakka! Aku sangat menyayangi dia! Aku ingin dia kembali Tuhan!” Batinku menangis, hatiku bergejolak. Aku ingin semuanya kembali seperti dulu.
Suatu hari, saat aku mengantar Ify sedang shopping, aku melihat Cakka sedang bersama Shilla. Aku melihat dia sedang mencari gaun pengantin untuknya dan Shilla. Harusnya aku yang bersanding dengan Cakka! Bukan Shilla!
“Tuhan… Harusnya aku yang disana, bukan Shilla! Tuhan… Apa salahku Tuhan? Aku akui aku masih mencintai Cakka. Tapi, apakah aku juga harus melihat orang yang amat sangat kucintai memilih orang lain sebagai pendampingnya? Aku nggak sanggup Tuhan, Aku nggak sanggup!” Gumamku seraya memperhatikan Shilla dan Cakka dibalik kaca boutique itu, sampai-sampai aku tidak menyadari kalau Shilla dan Cakka berjalan ke arahku.
“Eh, Agni kamu disini juga toh?” Tanya Shilla padaku yang otomatis saja membuyarkan lamunanku.
“Eh, i.. iya.. Shill…” Jawabku terbata-bata.
“Kamu ngapain di sini Ag?” Tanya Cakka dingin.
“Aku? Aku disini ya nyari baju lah! Masa nyariin TV!” Gurauku.
“Hahahaha… Kamu tuh ada ada aja sih Ag.” Tawa Shilla.
“Apanya yang lucu? Jayus tau! Ayo Shill, pergi dari sini! Nggak penting ngladenin orang ini!” Kata Cakka ketus.
“Iya… iya… oh ya Ag, datang ya dipernikahan kami.” Ucap Shilla. Perlahan dia dan Cakka beranjak meninggalkanku seorang diri. Aku memandang sendu punggung Cakka yang bergerak meninggalkanku. Seperti ada tubrukan benda tumpul dalam hatiku saat mendapati perlakuan Cakka yang begitu ketus terhadapku. Benarkah sudah hilang rasa itu dari hatinya.
“Tuhan, apakah aku sanggup menghadiri pernikahan itu? Kamu pasti sanggup Ag! Kamu harus kuat!” Batinku kembali bergejolak.
Tiba saatnya hari pernikahan Cakka Kawekas Nuraga dengan Ashilla Zahrantiara. Mereka sangat serasi dengan pakaian pengantin yang mereka kenakan. Aku datang dengan gaun putih. Selesai akad nikah, Shilla menghampiriku.
“Ag, kamu nyanyi donk!”
“Nggak ah, suara aku kan jelek,”
“Please, demi aku! Mau ya..”
“Ehm… Gimana ya?”
“Mau ya?”
“Boleh deh!”
“Ehm… Hadirin semuanya, marilah kita sambut penampilan dari Agni Tri Nubuwati yang merupakan sahabat dari kedua mempelai,” Kata sang pemandu Acara. Akupun melangkah ke panggung. Dengan iringan piano aku menyanyikan sebuah lagu.
“Ehm… Lagu ini berjudul Dan Lagi by LyLA”
“Dan lagi terjadi
Peristiwa terperih
yang selalu kan perih
Seakan aku tak berarti
untuk kesekian kalinya
ku tak bisa
berbuat apa lagi
Haruskah kita berakhir
Cukup sampai disini
Meski hati berkata tak mampu
Tak ingin terlambat
menyudahi keadaan ini
Mungkin ini jalan kita
Dan lagi terjadi
Peristiwa terperih
yang selalu kan perih
Seakan aku tak berarti
untuk kesekian kalinya
ku tak bisa
berbuat apa lagi
Dan haruskah kita berakhir
Cukup sampai disini
Meski hati berkata tak mampu
Tak ingin terlambat
Menyudahi keadaan ini
Mungkin ini jalan kita”
Perlahan, titik air mata jatuh membasahi pipiku. Aku segera menuruni panggung dan beranjak pulang. Tak begitu ku hiraukan tepukan tangan dari para penonton. Yang ada didalam hatiku kini adalah rasa sesak yang menyeruak di dalam kalbu. Begitu sakit yang kurasaa saat kau bersanding dengannya.
“Cinta itu memang tidak bisa ditebak, kadang membawa kebahagiaan. Kadang juga membawa duka nestapa. Tapi, aku mendapat sebuah pelajaran. Yaitu, pelajaran bahwa cinta itu tak harus memiliki. Cinta akan terasa indah apabila orang yang kita cintai merasa bahagia.” Hanya kalimat ini yang kutulis dalam diaryku untuk mengakhiri semua penyesalanku pada masa lalu.
Semilir angin malam menyibakkan rambutku yang tergerai. Aku masih menatap kerlap bintang malam. Banyak pengharapan yang ku sebut dalam hatiku. Banyak angan yang ingin ku raih dalam hidupku. Dan aku yakin, masih banyak cinta yang tersisa untukku. Kosong, hampa, dan sepi itulah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku. Perasaanku bagaikan terombang-ambing kesana-kemari dan terus berjalan tanpa arah. Ya aku sadar, cinta tidak harus memiliki. Aku yakin aku dapat menemukan jantung hatiku yang sebernarnya. Thanks Cakka, you’re my first love. I’ll never forget you. I’ll never forget your love to me. I’ll never forget a song that you sing for me.
+++
Haish *nutupmukapaketelapaktangan*, jelek yah?
Gaje? Nggak nyambung? Ngegantung? Atau…
Keep coment aja dah,
Kalau pengen lebih menghayati, *jiah,bahasanya*
Setel lagu Dan Laginya LyLA,
Kalau nggak punya, download aja di http://www.i-file.co.cc/2010/12/download-lyla-dan-lagi-cd-rip.html *promosi:P*
Sankyu… ^_^
_Kartika_
Rasa Biru
Bacanya sambil ngedengerin lagu Rasa Birunya LyLA yah?
yang nggak punya download yah?
ini linknya : http://www.4shared.com/audio/VxBk2EiN/Lyla_-_Rasa_Biru.html
+++
Angin malam yang menerpa wajahku begitu menusuk jantungku. Namun aku tetap tak bergeming, aku masih ingin menikmati desiran angin malam itu. Namun, sedetik kemudian, pikirku telah melayang jauh. Siluet-siluet kejadian itu seolah berputar kembali. Kejadian yang tidak pernah kuduga, yang telah merenggut kebahagiaanku. Tak ada lagi kebahagiaan dalam hidupku. Semua menghilang satu persatu dengan mudahnya layaknya kapas yang beterbangan. Aku telah mencoba untuk melupakan bayangan kejadian itu, namun ku tak kuasa.
“Cak… Kka…” gumam seseorang, refleks aku melepaskan pelukanku terhadap pacarku, yang lebih tepat dikatakan selingkuhanku.
“Ag… Ni… Ag… Ini…” kataku terkejut dan mencoba memberi penjelasan kepadanya.
“Apa Cak?! Apa?! Kamu tega Cak! Mulai sekarang kita PUTUS!!” ucapnya dengan sedikit membentak dan berlari meninggalkanku dengan penuh berlinangan air mata. Aku menatap punggungnya nanar. Terasa sebuah tepukan lembut menyapa bahuku, aku menoleh.
“Kejar dia Cak, gue yakin dia sakit banget.”
“Tapi lo…”
“Gue? As you can see, I’m fine. Kejar dia Cak,”
“Makasih ya Ra,” ucapku sambil berlalu meninggalkan Zahra, selingkuhanku.
Aku yakin kalian tahu siapa aku. Aku adalah Cakka Kawekas Nuraga seorang playboy yang mendapatkan batunya. Aku sungguh menyesal telah menyia-nyiakan Agni, seseorang yang berhasil menaklukan hatiku. Namun bukan aku kalau tidak tergoda dengan gadis lain. Naluriku memang memintaku untuk setia, namun hasratku berkata lain. Ya, aku berselingkuh dengan seorang gadis cantik yang bernama Zahra.
pernah ku coba tuk melupakanmu bayangan tentang khilaf atas masa laluku
Sinar sang mentari membelai wajahku melalui celah gorden jendela kamarku. Mataku terasa berat, aku segera menuju kamar mandi untuk membasuh wajahku. Ku putar kran air wastafel toiletku, aku menundukkan wajahku dan membasuhnya dengan air di telapak tanganku. Saat aku mambuka mataku kembali, begitu terkejutnya aku saat melihat tetesan darah segar mengalir dari hidungku. Setidaknya itu sesuai dengan apa yang ku rasakan dan apa yang ku lihat dari pantulan bayanganku di cermin. Aku mengambil tissue yang berada disebelah kiri wastafel, ku usap tetesan darah dari hidungku. Akupun segera mandi. Seusai mandi, aku berangkat menuju rumah sakit untuk memeriksa kesehatanku. Ku lajukan mobilku dengan cepat, dan hasilnya? Tak sampai 10 menit aku sudah sampai di RS Harapan. Aku berjalan melalui koridor rumah sakit menuju dokter pribadiku, Dr. Mario. Ku ketuk pintu ruangan Dr. Mario.
“Bagaimana hasilnya Dok?”
“Untuk diagnosa sementara, anda diduga menderita kanker otak stadium akhir. Namun untuk kejelasan lebih lanjut silahkan menunggu tes laboratorium yang keluar 3 hari lagi.”
“Kanker otak Dok?” Dr. Mario hanya mengangguk. Serasa disambar sebuah petir, aku merasa nyeri di dadaku. Sebegitu miriskah hidupku? Mungkinkah ini karma bagiku? Sanggupkah aku bertahan? Kurasa jawabannya tidak! Aku tak sanggup. Aku harus menemui Agni dan menjelaskan semuanya sebelum malaikat kematian datang dan melepaskan rohku dari jasadku.
“Makasih Dok, saya permisi dulu,” akupun bergegas meninggalkan rumah sakit dan menuju apartemenku. Aku menghempaskan tubuhku di sofa ruang tamu apartemenku. Ku raih handphone yang terdapat di saku celanaku. Aku buka phonebookku, aku menghubungi sederet nomor yang kunamai “Agni ;)” di HPku. Ku dengar sebuah nada tunggu. Nihil, dia tidak mengangkatnya. Ku coba mengulangi menghubunginya, tetap tidak diangkat. Sebegitu bencikah kamu terhadapku Ag? Namun bukan aku kalau mudah menyerah. Akhirnya ku ketik sebuah pesan singkat untuknya.
To : Agni ;)
Ag, aku mau jelasin semuanya,
Aku harap kamu dateng di taman nanti malam jam 7.
Malam datang dengan cepat, aku segera bersiap menuju taman. 30 menit lebih aku menunggumu Ag, please kamu datang, batinku berharap.
1 jam lebih aku duduk di bangku taman hanya untuk menunggunya, namun dia tak kunjung datang.
pernah ku coba tuk menemuimu ternyata kau tak datang berharap lebih aku menunggu
Ag, please dateng. Please Ag, batinku terus berharap. Entah apa yang membuatku tak kunjung beranjak dari tempatku menunggu. Nisan dan batinku kembali bergejolak. Nisanku menyerukan supaya aku beranjak dari tempat itu, namun batinku memintaku untuk tetap menunggu. Tekatku sudah bulat, aku akan tetap menunggu sampai Agni. Segera ku ambil HP dari saku celanaku. Dengan cepat ku ketik sebuah pesan untuk Agni.
To : Agni ;)
Ag, aku bakalan nunggu kamu sampe kamu dateng,
Setelah memastikan benar-benar terkirim, aku memasukkan kembali HPku ke dalam saku celanaku. Ag, kenapa kamu tega sama aku Ag? Kenapa Ag? Tak taukah engkau kalau ini amat menyakitkan? Amat sangat menyesatkanku?
haaaa aaaa menyakitkan
haaaa aaaa menyesatkan
Titik titik hujan menyapa tubuhku, membelaiku dalam dingin. Air hujan terus membasahiku. Nafasku mulai tersengal. Tuhan, aku rela kau ambil nyawaku, tapi jangan sekarang Tuhan, jangan sekarang, batinku memohon. Tetesan darah segar kembali mengucur dari hidungku. Separuh nafasku mulai hilang Ag, tapi mengapa kamu tidak memaafkanku? Atau setidaknya aku butuh isyarat maaf darimu Ag. Maafin aku Ag.
separuh nafasku hilang seiring hujan dan kau pun pergi
pergi untuk selamanya tak ku dapat isyarat maafmu
separuh nafasku hilang seiring hujan dan kau pun pergi
pergi untuk selamanya tak ku dapat maaf darimu
Agni, mengapa kamu tega membiarkan aku terus didera rasa bersalahku? Mengapa Ag? Rasa ini terus mengganjal fikiranku. Rasa ini juga yang kini menyelimuti hatiku dan menemani hariku. Menemaniku dipenghujung usiaku.
rasa biru selimuti hatiku, rasa biru tetapkah di situ
rasa biru selimuti hatiku, rasa biru tetapkah di situ
rasa biru selimuti hatiku
+++
hayo... gimana? gimana? jelek yah?
sorry, sorry deh #nari sorry sorry ala SUJU
_Kartika_
yang nggak punya download yah?
ini linknya : http://www.4shared.com/audio/VxBk2EiN/Lyla_-_Rasa_Biru.html
+++
Angin malam yang menerpa wajahku begitu menusuk jantungku. Namun aku tetap tak bergeming, aku masih ingin menikmati desiran angin malam itu. Namun, sedetik kemudian, pikirku telah melayang jauh. Siluet-siluet kejadian itu seolah berputar kembali. Kejadian yang tidak pernah kuduga, yang telah merenggut kebahagiaanku. Tak ada lagi kebahagiaan dalam hidupku. Semua menghilang satu persatu dengan mudahnya layaknya kapas yang beterbangan. Aku telah mencoba untuk melupakan bayangan kejadian itu, namun ku tak kuasa.
“Cak… Kka…” gumam seseorang, refleks aku melepaskan pelukanku terhadap pacarku, yang lebih tepat dikatakan selingkuhanku.
“Ag… Ni… Ag… Ini…” kataku terkejut dan mencoba memberi penjelasan kepadanya.
“Apa Cak?! Apa?! Kamu tega Cak! Mulai sekarang kita PUTUS!!” ucapnya dengan sedikit membentak dan berlari meninggalkanku dengan penuh berlinangan air mata. Aku menatap punggungnya nanar. Terasa sebuah tepukan lembut menyapa bahuku, aku menoleh.
“Kejar dia Cak, gue yakin dia sakit banget.”
“Tapi lo…”
“Gue? As you can see, I’m fine. Kejar dia Cak,”
“Makasih ya Ra,” ucapku sambil berlalu meninggalkan Zahra, selingkuhanku.
Aku yakin kalian tahu siapa aku. Aku adalah Cakka Kawekas Nuraga seorang playboy yang mendapatkan batunya. Aku sungguh menyesal telah menyia-nyiakan Agni, seseorang yang berhasil menaklukan hatiku. Namun bukan aku kalau tidak tergoda dengan gadis lain. Naluriku memang memintaku untuk setia, namun hasratku berkata lain. Ya, aku berselingkuh dengan seorang gadis cantik yang bernama Zahra.
pernah ku coba tuk melupakanmu bayangan tentang khilaf atas masa laluku
Sinar sang mentari membelai wajahku melalui celah gorden jendela kamarku. Mataku terasa berat, aku segera menuju kamar mandi untuk membasuh wajahku. Ku putar kran air wastafel toiletku, aku menundukkan wajahku dan membasuhnya dengan air di telapak tanganku. Saat aku mambuka mataku kembali, begitu terkejutnya aku saat melihat tetesan darah segar mengalir dari hidungku. Setidaknya itu sesuai dengan apa yang ku rasakan dan apa yang ku lihat dari pantulan bayanganku di cermin. Aku mengambil tissue yang berada disebelah kiri wastafel, ku usap tetesan darah dari hidungku. Akupun segera mandi. Seusai mandi, aku berangkat menuju rumah sakit untuk memeriksa kesehatanku. Ku lajukan mobilku dengan cepat, dan hasilnya? Tak sampai 10 menit aku sudah sampai di RS Harapan. Aku berjalan melalui koridor rumah sakit menuju dokter pribadiku, Dr. Mario. Ku ketuk pintu ruangan Dr. Mario.
“Bagaimana hasilnya Dok?”
“Untuk diagnosa sementara, anda diduga menderita kanker otak stadium akhir. Namun untuk kejelasan lebih lanjut silahkan menunggu tes laboratorium yang keluar 3 hari lagi.”
“Kanker otak Dok?” Dr. Mario hanya mengangguk. Serasa disambar sebuah petir, aku merasa nyeri di dadaku. Sebegitu miriskah hidupku? Mungkinkah ini karma bagiku? Sanggupkah aku bertahan? Kurasa jawabannya tidak! Aku tak sanggup. Aku harus menemui Agni dan menjelaskan semuanya sebelum malaikat kematian datang dan melepaskan rohku dari jasadku.
“Makasih Dok, saya permisi dulu,” akupun bergegas meninggalkan rumah sakit dan menuju apartemenku. Aku menghempaskan tubuhku di sofa ruang tamu apartemenku. Ku raih handphone yang terdapat di saku celanaku. Aku buka phonebookku, aku menghubungi sederet nomor yang kunamai “Agni ;)” di HPku. Ku dengar sebuah nada tunggu. Nihil, dia tidak mengangkatnya. Ku coba mengulangi menghubunginya, tetap tidak diangkat. Sebegitu bencikah kamu terhadapku Ag? Namun bukan aku kalau mudah menyerah. Akhirnya ku ketik sebuah pesan singkat untuknya.
To : Agni ;)
Ag, aku mau jelasin semuanya,
Aku harap kamu dateng di taman nanti malam jam 7.
Malam datang dengan cepat, aku segera bersiap menuju taman. 30 menit lebih aku menunggumu Ag, please kamu datang, batinku berharap.
1 jam lebih aku duduk di bangku taman hanya untuk menunggunya, namun dia tak kunjung datang.
pernah ku coba tuk menemuimu ternyata kau tak datang berharap lebih aku menunggu
Ag, please dateng. Please Ag, batinku terus berharap. Entah apa yang membuatku tak kunjung beranjak dari tempatku menunggu. Nisan dan batinku kembali bergejolak. Nisanku menyerukan supaya aku beranjak dari tempat itu, namun batinku memintaku untuk tetap menunggu. Tekatku sudah bulat, aku akan tetap menunggu sampai Agni. Segera ku ambil HP dari saku celanaku. Dengan cepat ku ketik sebuah pesan untuk Agni.
To : Agni ;)
Ag, aku bakalan nunggu kamu sampe kamu dateng,
Setelah memastikan benar-benar terkirim, aku memasukkan kembali HPku ke dalam saku celanaku. Ag, kenapa kamu tega sama aku Ag? Kenapa Ag? Tak taukah engkau kalau ini amat menyakitkan? Amat sangat menyesatkanku?
haaaa aaaa menyakitkan
haaaa aaaa menyesatkan
Titik titik hujan menyapa tubuhku, membelaiku dalam dingin. Air hujan terus membasahiku. Nafasku mulai tersengal. Tuhan, aku rela kau ambil nyawaku, tapi jangan sekarang Tuhan, jangan sekarang, batinku memohon. Tetesan darah segar kembali mengucur dari hidungku. Separuh nafasku mulai hilang Ag, tapi mengapa kamu tidak memaafkanku? Atau setidaknya aku butuh isyarat maaf darimu Ag. Maafin aku Ag.
separuh nafasku hilang seiring hujan dan kau pun pergi
pergi untuk selamanya tak ku dapat isyarat maafmu
separuh nafasku hilang seiring hujan dan kau pun pergi
pergi untuk selamanya tak ku dapat maaf darimu
Agni, mengapa kamu tega membiarkan aku terus didera rasa bersalahku? Mengapa Ag? Rasa ini terus mengganjal fikiranku. Rasa ini juga yang kini menyelimuti hatiku dan menemani hariku. Menemaniku dipenghujung usiaku.
rasa biru selimuti hatiku, rasa biru tetapkah di situ
rasa biru selimuti hatiku, rasa biru tetapkah di situ
rasa biru selimuti hatiku
+++
hayo... gimana? gimana? jelek yah?
sorry, sorry deh #nari sorry sorry ala SUJU
_Kartika_
Langganan:
Komentar (Atom)
